Toga Di Taman Kopi
Malam belum sepenuhnya usai
Namun pagi belum sepenuhnya juga menjelang
Purnama mulai pudar
Namun surya belum memancar
Mata lekat kubelalakkan
Tak kubiarkan kantuk menguasai
Jiwa dalam rintik kata bathin
Aku gantungkan di dinding masa
Kaki tak kubiarkan kaku
Kutegakkan raga mendongak untaian
Jalan di depan sana
Setapak nan setapak menuju tempat harapan
Rasa dingin belaian embun terasa hangat
Bergulir hayal kupetik butir demi butir dari tangkai yang lembut
Kusisihkan, kupiah.. ku hamparkan
Kubayangkan namamu nak
Terpanggil dijajaran barisan toga
Aku bahagia dalam rimbun taman kopi
October 27, 2012
–
Setetes Aroma Surga
Berulang kali kuhela nafas
Memandang keluar
Mengarah mata kesisi kanan kiri jalan
Sesekali teraba pundak dan pinggang
Huuh terasa penat yang amat sangat
Masih belum sepertiga jalan
Menuju tempat dimana percikan surga berada
Rasa rindu pada rumput hijau itu semakin dalam
Semakin dalam saat membayangkan damainya berada disitu
Rumah kecil bermesin ini belum jua beranjak
Mata semakin lelah, raga semakin gerah
Pendingin udara tak berpengaruh sudah
Tiba tiba terlintas dibayangan
Seolah berkelebat didepan mata
Bayangan kota kecil cantik dipenuhi pinus
Ditutupi kabut pagi
Hmmm aku telah sampai di taman surga dunia
Segera aku ambil cangkir menyeduh kopi
Aroma membuncah
Mengembalikan penat raga
Seteguk mengalir ditenggorokan
Mengalir lagi bayangan
Betapa tulus tak mengharapnya dirimu untukku
Tegukan tetes kopi teakhirku
Dikehidupan damaimu..
October 30
–
Tas Jinjing Di Aroma Kopi
Ada aroma kopi di tas jinjing bermerek prada
Ada merah kopi kopi di sepatu bertumit sehasta
Ada biji kopi dimutiara import dari eropa
Tawa renyah dalam bincang sosialita
Gemerlap warna memenuhi ruang redup cahaya
Bertabur benda branded ternama
Hermes Gucci bulgari escada
Dunia telah dalam kuasa
Aroma kopi nikmat menyempurnakan tawa
Menyeruput slurup di leher bening menggoda mata
Disalah satu sudut dumia sana
Ada jejak tapak berkulit gelap dan kasar
Dalam kerutan seribu di wajah
Tak ada lotion pelembut raga
Gambaran berat beban kehidupan
Tak bermaksud untuk mengeluhkan
Petani kopiku jantung hatiku
October 20
Ulis Zuska adalah nama pena dari Arjuliska Zuska. Lahir di dataran tinggi Gayo (Aceh Tengah), 10 Juli 1965. Anak ke empat dari pasangan Saifoeddin Kadir dan Zubaidah menggeluti dunia seni sejak masih kecil. Darah seni dari sang Ayah dan sifat religi sang ibu membuatnya menjadi seniman yang lemah gemulai dalam bekarya. Ulis dikenal sebagai penari, penyanyi, pembaca puisi dan presenter. Karya puisinya dapat ditemui di media cetak maupun media online hingga saat ini. Bersama belasan penyair Aceh, karya puisinya terkumpul dalam antologi puisi Penyair Perempuan Aceh, Lampion (Lapena, 2007). Salah satu puisinya yang berjudul ‘Tuan’, dijadikan CD GIFT, pada upacara peringatan 2 tahun MOU Helsinki di Banda Aceh.
Puisi Ulis Zuska telah lulus seleksi tahap pertama dan berhak menjadi nominator karya yang akan dimuat dalam Buku Antologi Puisi “Secangkir Kopi” terbitan oleh The Gayo Institute (TGI) dengan Kurator Fikar W Eda dan Salman Yoga S.