Penting Selamatkan Lut Tawar !, Caranya ?

Wajar jika sejumlah kalangan alergi dengan kegiatan-kegiatan seperti seminar, lokakarya, workshop jika hasilnya hanya sederetan kalimat yang katanya rekomendasi tanpa ada aktualisasi di lapangan terhadap persoalan-persoalan yang dirumuskan pemecahan masalahnya.

Contohnya misi penyelamatan Danau Lut Tawar, masih sangat segar dalam ingatan, 21 dan 22 Nopember 2009 lalu sebuah acara yang dikemas dalam sebuah workshop berhasil menelurkan sejumlah rumusan persoalan dan  upaya-upaya terkait penyelamatan Danau Lut Tawar yang secara kasat mata sudah sangat mengkhawatirkan keadaannya.

Saat itu, sejumlah kalangan di Aceh Tengah, tokoh masyarakat, aktivis lingkungan, tokoh adat, pemuda, sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK), beberapa pejabat terkait dijajaran Pemkab Aceh Tengah dan termasuk orang nomor satu ikut mendengarkan pemaparan dari sejumlah pemateri workshop.

Salah seorang pematerinya Muchlisin Zainal Abidin, seorang peneliti ikan Depik (Rasbora Tawarensis) dari fakultas MIPA Unsyiah memaparkan sejumlah fakta bahwa kelestarian Danau Lut Tawar sudah sangat memprihatinkan, terutama terancam punahnya ikan endemic tersebut. “Stop introduksi ikan asing ke Danau Lut Tawar, kita bisa kaya dengan Depik, Kawan dan Eyas,” seru Muchlisin saat itu.

Tak satu bantahanpun dari peserta yang hadir. Semua mengamini “Danau Lut Tawar beserta penghuni aslinya perlu diselamatkan”.

Selang beberapa waktu setelah workshop, pertemuan kembali digelar 25 Nopember 2009 dan berhasil membentuk sebuah forum bernama Forum Penyelamatan Danu Lut Tawar atau disingkat FPDLT dengan Sekretaris Jenderal terpilih Ir Win Ruhdi Bathin, seorang wartawan di Aceh Tengah.

Saat itu Sekjen Forum Penyelamatan DLT terpilih, menyatakan dirinya menolak tegas atas pilihan kepada dirinya sebagai Sekjen Forum tersebut dengan alasan tak mampu. “Alhamdulillah atas terbentuknya Forum Penyelamatan DLT, dan Innalillahi wa inna ilaihi raji’un atas terpilihnya saya sebagai sekjen,kata Win Ruhdi saat itu seperti dirilis situs berita www.theglobejournal.com, Minggu, 29 November 2009.

Belakangan, 4 April 2011, Win Ruhdi buktikan pernyataanya dengan mengajukan pernyataan pengunduran diri karena merasa tidak mampu lagi membagi waktu antara mengais rezeki kebutuhan keluarga sekaligus menjadi relawan penyelamatan Danau Lut Tawar.

Sejumlah nama yang terdiri dari sosok-sosok muda tertera sebagai pengurus forum tersebut diantaranya Sirajuddin AB sebagai Ketua Dewan Pakar, Divisi Hutan dan Lingkungan Ir. Djumhur Abubakar, Divisi Bioekologi  Munawardi, Divisi Kampanye Khalisuddin, Divisi Sosial Budaya Yusradi Usman al-Gayoni, SS, Divisi Kebijakan Publik Zumara W Kutarga, MSi, Divisi Hubungan Antar Lembaga Abrar Syarif dan Administrasi Azani tampaknya belum mampu melakukan koordinasi serta konsolidasi internal dan eksternal forum, sehingga belum ada gebrakan-gebrakan selama setahun lebih forum tersebut terbentuk.

Waktu terus berjalan, seperti sebelum terbentuknya forum DLT, pemberitaan media massa begitu gencar menyuarakan kekhawatiran rusaknya ekosistem Danau kebanggaan rakyat Gayo tersebut.

Ir. Mursyid, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia juga turun tangan dengan mondar-mandir kesejumlah instansi di Jakarta hingga muncul ide dari anggota DPD tersebut didukung Fauzan Azima S (Kepala Badan Pengelola Ekosistem Leuser) dan Mursyid agar segera dibentuk Badan Otorita untuk mengurus Danau Lut Tawar.

Kampanye demi kampanye juga terus bergulir dengan berbagai bentuk kegiatan, dari pembersihan sampah di Pante Menye Kecamatan Bintang oleh seribuan pesepeda di Aceh, lalu Swim Crossing (berenang menyeberangi danau) sejauh 4 kilometer oleh atlit-atlit Gayo Diving Club yang bertepatan dengan peringatan Hari Air Sedunia (World Water Day) 22 Maret 2010, penanaman pohon oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Aceh Tengah, pembersihan sungai Pesangan oleh Mahasiswa Pecinta Lingkungan (Mapala) Unsyiah dan Gajah Putih Takengen serta kegiatan-kegiatan lainnya.

Bupati Aceh Tengah juga sempat berang, kepada kabinetnya diminta agar setiap arahan yang diberikannya menyangkut danau harus ditindaklanjuti, bukan hanya berteori dan diam tanpa aksi. “Upaya penyelamatan Danau harus dilakukan dalam aksi. Enggak perlu teori yang rumit dan bertele-tele,” tegas Bupati seperti yang diberitakan www.theglobejournal.com Selasa, 17 November 2009.

Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf juga tak ketinggalan berang melihat kondisi Danau Lut Tawar. Persis tanggal 1 Januari 2010 saat merayakan Tahun Baru di Ujung Baro Lut Tawar, Tgk Agam ini menyatakan sudah banyak program penanaman pohon di Danau Lut Tawar, tapi menurut dia gunung-gunung sekitar danau bukan tambah hijau. “Banyak program penghijauan di Lut Tawar, tapi mana yang tumbuh ?, Kita tak nilai banyaknya program penghijauan ke sekitar Lut Tawar seperti Gerakan Rehabilitasi Lahan (Gerhan) dan lain-lain, kita ingin lihat mana hijaunya,” kata Irwandi saat itu dihadapan sejumlah wartawan.

Terkait upaya penanganan danau Lut Tawar dengan membentuk sebuah badan otorita, Irwandi menyatakan Pemda Aceh Tengah sanggup urus danau. “Jika pelabuhan ada badan otorita maka ada duit masuknya, kalau Lut Tawar sejauh ini yang ada hanya uang keluar,” kata Irwandi singkat.

Irwandi juga menegaskan ikan-ikan yang boleh dikembangkan hanya ikan-ikan yang memang asli Lut Tawar. “Penebaran ikan asing ke danau ini seperti Bandeng dan Nila tidak boleh terjadi lagi. Tebar benih Bandeng beberapa waktu lalu saya ketahui setelah itu dilakukan,” ujar Irwandi berkilah bahwa dirinya tidak terlibat perilaku jajarannya yang melepas ikan asing ke danau Lut Tawar.

Belum Ada Tindak Lanjut Konkrit

Hingga menjelang pertengahan 2011, banyak kalangan belum ada upaya konkrit apapun terkait misi penyelamatan danau tersebut. Forum DLT juga tampaknya tidak punya taring walau sejumlah orang yang terlibat adalah tokoh dibidangnya baik di kursi DPRK, atau pejabat di jajaran Pemkab Aceh Tengah.

Pihak-pihak yang berkompeten terhadap Lut Tawar secara pribadi yang ada di Banda Aceh, Jakarta  dan perantauan lainnya serta kelembagaan juga tak kelihatan perannya selain pernyataan di media. Pencaplokan bagian danau  menjadi kolam, rumah dan benda lainnya terus terjadi yang nota bene pelakunya adalah kalangan “the have” di Aceh Tengah atau orang-orang diluar Gayo yang punya benang merah tersendiri dengan Tanoh Gayo.

Program-program berdalil perbaikan ekonomi dan pelesiran terus bergulir yang terus menerus mengeksploitasi danau yang nyata-nyata sudah menjerit. “Hanya orang pekak saja yang tak dengar jeritan tersebut”.

Tak salah jika seorang tokoh masyarakat Danau Lut Tawar, Tgk Haikal Sadik mengeluarkan statemen keras saat mengikuti acara Roadshow film lingkungan yang digagas WWF Indonesia, 1 April 2011 di Takengen.

“Kepedulian Pemkab Aceh Tengah sangat kurang untuk urus kelestarian Danau Lut Tawar,” vonis Haikal. Buktinya, lanjutnya, tak tersebut sedikitpun dalam Musyawarah Rencana Pengembangan (Musrembang) tak ada tercantum dana sepeserpun untuk upaya penyelamatan Danau.

Kepada anggota DPRK Aceh Tengah, Tgk Haikal juga nyatakan kekecewaannya. “Tidak ada satu orang anggota dewanpun yang berminat pikirkan Qanun Penyelamatan Danau Lut Tawar,” simpul Haikal.

Tinjau Ulang Program DAS Peusangan

Sebuah program berbasis penyelamatan lingkungan muncul atas gagasan kabupaten yang dilewati Daerah Aliran Sungai (DAS) Peusangan dengan difasilitasi WWF Indonesia. Namanya Forum DAS Peusangan yang akan ditandatangani deklrasinya pada 12 April 2011 mendatang di Bireuen.

Yang aneh, kenapa justru DAS Peusangan yang disoal, sementara sumber airnya yang sakit belum kepikiran untuk disentuh pengobatan.

Untuk persoalan ini, Kepala Badan Lingkungan Hidup Aceh Tengah, Fakhruddin keluarkan protes kepada WWF Indonesia melalui Communcation Officer WWF-Indonesia, Chik Rini saat acara diskusi dalam rangkaian roadshow persiapan deklarasi Forum DAS Peusangan, 1 April 2011 lalu.

“Kami minta tinjau kembali program DAS Peusangan tersebut. Kenapa justru dimulai dari pesisir tidak dari hulunya, Danau Lut Tawar,” cecar Fakhruddin.

Ditegaskan Fakhruddin, Lut Tawar bukan hanya milik Aceh Tengah, tapi milik Aceh jadi pakai logika saja buat program berbasis air tidak dimulai dari hulu.

Pihak Provinsi harus berandil besar terkait persoalan danau ini, lanjutnya. “Pemkab Aceh Tengah sadar berada digaris terdepan, tapi kesulitan dalam mengganggarkan dana jika tidak disupport oleh Pemerintah Aceh,” kata Fakhruddin.

Oleh peserta lain, tokoh masyarakat dari Bale Takengon, M Saleh, menyatakan uang adalah kendala utama  bergeraknya misi penyelamatan Danau Lut Tawar.”Gere ber sen urum hana male i be’ot,” cetus M Saleh.

Dia juga menyindir gubernur Aceh. “Katanya hutan Aceh yang begitu luas bisa diselamatkan Irwandi, kenapa Danau Lut Tawar yang hanya ribuan meter persegi tidak bisa diurus,” sindir M Saleh.

Ingin Berbuat, Tapi Konsepnya ?

Camat Lut Tawar, Subhandhy, mungkin salah seorang yang paling risau terkait kondisi danau Lut Tawar yang kian memprhatinkan. Menurutnya, hasil ikan tangkapan nelayan diwilayahnya sangat rendah sehingga tidak lagi menjanjikan sebagai sumber mata pencaharian nelayan, terutama dari ikan Depik.

“Saya beserta jajaran sangat ingin ambil peran dalam upaya penyelamatan Danau Lut Tawar terutama ikan Depik tapi bagaimana konsep konkritnya,” tanya Subhandhy dalam kesempatan mengemukan pendapat dan pertanyaan di acara Roadshow WWF tersebut.

Menjawab pertanyaan ini, pengajar di Universitas Gajah Putih Takengon, Iwan Hasri yang tampil sebagai salah seorang pemateri menyatakan butuh sejumlah kajian ilmiah untuk melakukan penyelamatan Danau Lut Tawar yang berbasis ekonomi masyarakat.

“Kita harus segera mengkaji konsep detil penyelamatan danau Lut Tawar jika tidak ingin Danau Lut Tawar hilang untuk selamanya,” saran Iwan Hasri.

Layaklah disimpulkan, jika upaya konkrit selamatkan Danau Lut Tawar masih nol koma sekian alias masih sebatas teriakan yang kuping sendiri saja samar-samar mendengarnya. (aman zaghlul)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments

  1. Yah Tulung Reje…turun tangan , masak Sulit…? yahhh……urum sanahmiwa..iceraken ,semua sudah berusaha di tingkat aktivis, tolong pak Yoh….kenapa harus sulit jika dampaknya baik untuk pembangunan dukung yoh.janagn samapi tunggu Demo dulu di caci maki dulu..kiteni lagu Nyapehi KORO beseruel . ike aku lagu Aburizal Bakri Nge kututhen leya…yah kusahmia …