Gas dan Kayu Tidak Membuat Mereka Sejahtera

Sedotan gas di Kampung Sejuk, Siah Utama, Bener Meriah atau kampung Sejuk, Pantee Bidari, Aceh Timur, tidak membuat warga di sana hidup dalam kecukupan. Jangankan untuk hidup sejahtera, memenuhi kebutuhan dapur saja rakyatnya masih susah.

Persoalan yang sama juga dialami warga tiga kampung lainnya, Garut Sarah Gele dan Ranto Panyang. Masyarakat di sana hanya mengandalkan pinang dan kakoa. Hasil alam mereka berupa gas dan kayu berkualitas di hutan itu, tidak mereka nikmati.

Hanya satu dua warga di sana yang direkrut menjadi karyawan penyedotan gas ini. selebihnya menghabiskan waktu di sungai, mencari ikan, berburu dan mengurus tanaman yang mulai berpenyakit.

Tidak ada penyuluhan pertanian. Buah cokelat yang kehitam-hitaman membusuk dibatang, tidak mampu diatasi masyarakat. Lahan perkebunan penduduk juga digarap sangat sederhana, berbeda dengan kebun sawit milik salah satu PTP yang dirawat dengan baik. Dari land clearing saja, sudah dapat ditebak, kebun sawit itu mempergunakan alat berat dalam mengerjakannya.

Merasa tidak diperhatikan, rakyat di sana minta pindah ke Bener Meriah. Apakah bukan semakin jauh, harus berputar ke Aceh Utara, Bireun, baru ke Bener Meriah? Bagaimana nanti bila ada keperluan administrasi?

“Tidak jauh, justru kami lebih jauh ke Aceh Timur. Dari sini, ke Tanoh Mirah, Lhok Nibong sampai ke Idi, membutuhkan waktu 3 jam lebih. Jarak tempunya juga mencapai 160 kilometer,” sebut A Gani kepala Kampung Ranto Panyang.

Sementara ke Bener Meriah, tambah M. Yunus, Kades Sarah Gele, bila dibuka jalan ke arah tenggara, hanya 18 kilometer sudah sampai ke Pasir Putih, menuju Samar Kilang, Kecamatan Siah Utama. Waktunya hanya 1 jam.

Sedotan gas : Kampung Sejuk, menyimpan gas yang kini dieksploitasi Trianggle Pase. Terlihat lokasi sumur gas di Sejuk yang setiap harinya diangkut keluar. Tampak masyarakat Kampung Sejuk di hadang scurty ketika hendak melihat Penyedot Gas yang sedang menguras Gas di tanah mereka. (Love Gayo/Aman Buge)

Selama ini tidak dapat dilalui, karena jalannya tidak dibuka. Demikian dengan perahu boat tidak bisa melintasi sungai, karena ada batu besar ditengahnya. Jarak tempuh ke Bener Meriah relatif lebih dekat dan singkat, sebutnya, sembari menambahkan ada hubungan emosional, karena mereka dulu dititipkan ke Aceh Timur pada pemilu 1971 oleh Pemda Aceh Tengah.  Pemda Aceh Tengah ketika itu kesulitan mensuplai logistic pemilu.

Sekitar 2500 jiwa warga perkampungan Sarah Reje, Sarah Gele, Puring, Rubik, Sejudo, Sejuk, Bidari Wali, Ranto Panyang, Pelalu, Garut, Karang Baru, Arul Spoi, Sarah Reje dua dan ketok, minta pindah ke Bener Meriah. Tagore sang bupati menanggapi serius.

Tagore memberikan bantuan 4 unit perahu boat, mesin perontok, beras dan sejumlah saprodi pertanian. Tagore juga memperjuangkan 4 desa di sana menjadi kampung defenitif; Kampung Sarah Gele dengan kadesnya M. Yunus. Garut (M.Hasan) Ranto Panyang(Agani) dan Abd. Rahman Dana (Sejuk).

“Kami sudah resmi menjadi penduduk Bener Meriah dan sudah tercatat 1600 jiwa mendapatkan KTP serta nantinya memilih untuk Bener Meriah,” sebut Hasan, yang sebelumnya menjadi penduduk Garut, Aceh Utara. Tagore juga mengirimkan 4 unit sepeda motor untuk kelancaran tugas gecik.

Apakah setelah mereka pindah ke Bener Meriah, kehidupan masyarakat di sana akan lebih baik dari sebelumnya? “ Kami yakin Pemda Bener Meriah tidak akan membiarkan kami.  Apalagi punya hubungan emosional. Ekses kesana juga lebih dekat,” sebut Mukim Rubik, Abu Bakar.

Seriuskah Pemda  Bener Meriah menjadikan di sana sebagai warganya? Atau berharap hasil sumur gas? Tetapi yang pasti, sejarah sudah mencatatnya, warga di sana walau hidup dilingkaran sumur gas dan kayu berkualitas penghidupannya masih memprihatinkan. (B Gayo/ Aman Buge).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.