Guru Muda Harus Jaga Emosi Saat Mengajar

Oleh: Husaini Muzakir Algayoni*

 

Masa muda adalah masa yang  berapi-api, semangat dan  emosi begitu kuat, dan sering melakukan kekerasan terhadap seseorang. Coba kita lihat, anak-anak  muda dengan mudahnya bentrok antar kelompok hanya karena dipicu oleh salah paham ataupun saling menghina maka emosi amarah dikedepankan, karena tindakan melakukan kekerasan lebih dikarenakan situasi emosional yang tidak stabil. Jika ini terjadi pada seorang guru atau pendidik  yang  masih muda, jika anak-anak muridnya melakukan kesalahan maka guru itu akan marah terhadap anak muridnya bahkan  melakukan  tindakan  kekerasan terhadap murid ini dikarenakan emosi yang  tidak stabil.

 

Saya pernah mengalami kejadian seperti di atas bahwa untuk menjadi guru itu, apalagi menjadi guru masih dalam keadaan muda banyak tantangan dan  cobaan dari anak  murid, jika anak anak murid  melakukan kesalahan  maka emosi dan sikap marah dikedepankan. Saya mengamati dan  berpikir, bahwa dengan emosi dan  marah tidak akan  merubah anak murid itu menjadi baik dan sikap marah itupun tidak bagus ditunjukan  didepan siswa, hanya dengan keadaan tenang, nasihat dan memasukkan humor lebih efektif daripada emosi dan marah-marah.

 

Sebagaimana hadits dari Abu Hurairah “sesungguhnya seorang lelaki berkata kepada Nabi saw; Nasihatilah aku, kata Nabi; janganlah kamu marah, kalimat itu terus di ulang-ulang.  Kata Nabi saw, janganlah kamu marah;”. (Shahih Al-Bukhari).

Kalimat (janganlah kamu  marah), menurut Asy-Syaikh Muhammad bin shalih Al-Utsaimin ra, bermakna janganlah kamu menjadi orang yang cepat marah, yang akan memengaruhimu terhadap sesuatu. Tapi jadilah dirimu orang yang tenang, tidak cepat marah, karena sesungguhnya kemarahan  itu adalah bara api yang dilemparkan setan kepada manusia.

Oleh karana itu penting sekali bagi guru atau pendidik untuk menjaga emosi, amarah sehingga menjadi pendidik yang lembut dan menyayangi anak-anak muridnya sehingga pendidik juga disenangi oleh siswanya.

 

Kareananya, penting sekali bagi seorang pendidik untuk memiliki sifat al-hilm, at-ta’anni dan ar-rifq. Yang dimaksud al-hilm menurut Asy-Syaikh Muhammad bin shalih Al-Utsaimin ra adalah: seseorang yang mampu mengendalikan diri ketika marah,  sedangkan  at-ta’nni yaitu bersikap tenang ketika menghadapi masalah yang ada. Adapun ar-rifq, yaitu dalam bergaul antar sesama manusia yang didasari kelemahlembutan  dan merendah.

 

Menjadi guru itu tidak mudah, tapi dengan kesabaran dan 3 sikap di atas tadi kita terapkan dalam mengajar Insya Allah kita bisa menghadapi masalah dari anak-anak murid saat mengajar..

 

 

*Penulis: Kompasianer dan Kolumnis LintasGayo.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.