Oleh : Sabela Gayo*
Definisi bangsa bisa diartikan beragam oleh masing-masing individu atau kelompok. Sebagian besar orang mengaitkan bangsa dengan negara. Sehingga definisi bangsa cenderung bersifat politis daripada akademis. Ada sejumlah definisi bangsa menurut para ahli yaitu;
- Ernest Renan (1822-1892), menurut beliau bangsa adalah sekelompok manusia yang punya kehendak untuk bersatu karena mempunyai nasib dan penderitaan yang sama pada masa lampau dan sekaligus mempunyai cita-cita yang sama pula untuk meraih masa depannya.
- Otto Bauer (1822-1839) bangsa adalah satu kesatuan perangai/tingkah laku yang muncul karena adanya persatuan nasib.
- F.Ratzel, bangsa terbentuk karena adanya hasrat untuk bersatu, hasrat itu timbulnya karena adanya rasa kesatuan antara manusia dan tempat tinggal (geopolitik).
- Hans Konh, Bangsa adalah buah hasil tenaga hidup manusia dalam sejarah.
- Jalobsen and Lipman, Bangsa adalah suatu kesatuan budaya dan politik.
- Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bangsa adalah kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri.
Dari beberapa definisi bangsa diatas maka setidaknya dapat disimpulkan 2 (dua) hal yaitu pengertian bangsa dalam arti sempit dan pengertian bangsa dalam arti luas. Pengertian bangsa dalam arti sempit yaitu adanya kehendak/hasrat dari sekelompok manusia untuk bersatu berdasarkan perangai/tingkah laku yang sama, nasib dan penderitaan yang sama, keturunan yang sama, adat-istiadat yang sama, bahasa yang sama, dan sejarah yang sama. Sedangkan pengertian bangsa dalam arti luas adalah sekelompok masyarakat yang memiliki identitas yang sama yang mendiami suatu daerah/wilayah tertentu dan berpemerintahan sendiri, serta memiliki ideologi yang sama dan mereka tunduk pada satu kedaulatan yang sama sebagai bentuk kesatuan tertinggi baik ke dalam maupun ke luar.
Jika melihat adanya keinginan/hasrat yang sama di dalam masyarakat Gayo untuk bersatu membentuk satu kesatuan yang sama sebagai akibat adanya rasa nasib dan penderitaan yang sama berdasarkan adanya keturunan yang sama, bahasa yang sama, agama yang sama, adat-istiadat yang sama dan tingkah laku/pola kehidupan yang sama maka sampai pada taraf tersebut maka rakyat Gayo sudah sampai kepada pengertian bangsa dalam arti sempit. Dan dengan demikian sudah memenuhi syarat secara hukum untuk diklasifikasikan dan disebut sebagai sebuah bangsa. Adanya konsep bahwa setiap manusia dibagi ke dalam bentuk kelompok-kelompok bangsa merupakan konsep yang kemudian berubah menjadi doktrin yang paling berpengaruh dalam sejarah perkembangan peradaban manusia. Doktrin tersebut lah yang kemudian memunculkan semangat dan ideologi nasionalisme.
Jika kita mengkaji secara lebih dalam definisi Bangsa Aceh, maka dapat ditemukan fakta-fakta bahwa bangsa Aceh terdiri dari berbagai macam keturunan bangsa-bangsa yang berbeda keturunan antara satu dengan yang lainnya yang kemudian bermukim/bertempat tinggal disebuah daerah yang bernama Aceh. Bangsa Aceh bukan lahir secara alamiah (naturally born) seperti kelahirannya bangsa-bangsa lain yaitu; Minang, Arab, Sunda, dan Jawa. Bangsa Aceh merupakan keturunan berbagai macam bangsa yang terdiri atas bangsa tempatan (pendatang pertama) yaitu bangsa Gayo dan bangsa-bangsa keturunan non-tempatan (pendatang kedua) yang berasal dari Gujarat (India), Turki, Arab, Tionghoa dan Eropa. Jadi definisi bangsa Aceh masih dapat diperdebatkan (debatable) jika dikaitkan dengan definisi bangsa yang dikemukakan oleh Otto Bauer (1822-1839), Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Jalobsen dan Lipman, Dimana beberapa unsur pentin suatu bangsa adalah adanya kesamaan keturunan, bahasa, adat-istiadat, budaya, dan perangai/tingkah laku. Sedangkan sama-sama diketahui secara umum bahwa bangsa Gayo (bangsa tempatan) dan bangsa-bangsa lainnya di Aceh pesisir tidak memiliki keturunan yang sama (berasal dari akar keturunan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya), tidak memiliki persamaan bahasa (bahasa Gayo dan bahasa Aceh pesisir sangat jauh berbeda 100 derajat), tidak memiliki persamaan adat-istiadat, tidak memiliki kesamaan budaya, dan yang terakhir tidak memiliki perangai/tingkah laku yang sama (memiliki karakteristik yang bertolak-belakang). Tetapi yang masih menjadi rahasia besar sampai hari ini dan masih belum juga terjawab sampai artikel ini ditulis adalah Mengapa pemimpin besar Tanoh Gayo Yang Mulia Paduka Tgk Haji Ilyas Leubee (semoga diampun segala dosa beliau dan diberikan tempat yang mulia disisi Allah SWT) memberikan dukungan politik dan fisik secara penuh kepada Tgk Hasan Tiro untuk membentuk sebuah Negara Acheh Sumatra yang di dalamnya terdapat definisi bangsa Aceh? Apa sebenarnya bentuk Kesepakatan Politik yang dicapai oleh Tgk Hasan Tiro dan tgk Ilyas Leubee?, Wallahu’alam bissawab.
Kata Aceh menurut beberapa literatur berasal dari bahasa sansekerta dengan kata Ache yang berarti pendatang. Kata Ache dipakai oleh suku tempatan (Red; Bangsa Gayo) untuk menyebut para pendatang yang berasal dari Gujarat (India), Turki, Arab, Tionghoa, Eropa dan lainnya. Perkembangan bahasa yang sekarang disebut sebagai bahasa Aceh bukanlah bahasa Aceh yang berasal dari Bangsa Aceh, karena terminologi Bangsa Aceh merupakan terminologi yang masih terbuka untuk diperdebatkan sama halnya dengan terminologi Bangsa Indonesia. Bahasa yang sekarang disebut sebagai bahasa Aceh adalah bahasa kaum pendatang kedua (non-tempatan) yang telah saling berasimilasi dan membentuk suatu perkauman baru, bahasa dan adat-istiadat baru di pesisir wilayah Aceh.
Terminologi Bangsa Aceh merupakan peristilahan yang dipakai oleh penduduk di kawasan pesisir (penduduk yang terdiri dari keturunan berbagai bangsa yaitu Gujarat (India), Turki, Arab, Tionghoa dan Eropa yang telah saling berasimilasi) untuk menyebut dirinya sebagai sebuah bangsa. Lambat-laun seiring dengan perjalanan kehidupan, perubahan alam, dan integrasi sosial seperti halnya kondisi yang terjadi di daerah lain dimana kaum pendatang biasanya memiliki kemampuan intelektual yang tinggi dan kemapanan ekonomi yang mantap sehingga mampu menjadikan daerah yang didiaminya sebagai pusat transaksi bisnis (pasar), pusat pendidikan dan pusat perkembangan peradaban. Sehingga kelompok masyarakat lainnya yang kurang mapan secara ekonomi dan kurang menguasai ilmu pengetahuan menjadi sangat bergantung dengan keberadaan kelompok mapan tersebut dan lambat-laun kelompok mapan (superior) tersebut berhasil ”memaksakan” bahasa dan nilai-nilai budayanya agar dipelajari oleh kelompok masyarakat lain yang kurang mapan (inferior). Dan ironisnya lagi, yang berada dalam posisi sebagai kelompok masyarakat kurang mapan tersebut adalah etnis Gayo, sehingga para muyang datu tidak kuasa untuk menerima ”penetrasi damai” bahasa dan budaya luar dan tidak mampu untuk ”mentransfer” bahasa dan budaya Gayo kepada para kaum pendatang.
Adapun nama-nama pejuang Gayo yang telah tercatat dalam tinta emas sejarah perjuangan Gayo, Aceh dan Indonesia, yaitu;
- Merah Mersa;
- Merah Jernang;
- Merah Bacang;
- Merah Pupok;
- Merah Item;
- Merah Dua;
- Merah Potih;
- Merah Silu;
- Merah Johansyah;
- Inen Mayak Teri
- Aman Dimot;
- Datu Pining;
- Pang Akup;
- Pang Sekunce;
- Pang Kilet;
- Pang Amin Matangglumpang;
- Panglime Mude (Muhammad Berlian Bukit);
- Tgk Ilyas Lebe;
- Tgk Saleh Adry; dan
- Banyak lagi (many more)
Nama-nama pejuang Gayo diatas hanyalah sebagian kecil saja yang terekam oleh sejarah, masih banyak lagi nama-nama para pejuang Gayo yang belum tercatat dan terekam dalam tinta sejarah, ini merupakan tugas bersama dalam mencatat kemabli sejarah perjuangan rakyat Gayo. Demikian banyaknya jumlah pahlawan-pahlawan Gayo yang terkenal dan dicatat oleh sejarah dengan tinta emas, menunjukkan bahwa Gayo adalah suatu komunitas yang bersejarah mulia dan generasi meudanya wajib bangga akan sejarah gemilang yang pernah ditorehkan oleh para muyang datunya. Rasa kebanggaan akan sejarah Gayo yang gemilang tersebut harus diarahkan pada hal-hal yang positif seperti mengejar pendidikan setinggi-tingginya, berlomba-lomba menjadi pengusaha sukses, dan berbagai macam kegiatan positif lainnya yang dapat semakin mempertegas posisi kemuliaan Gayo sebagai sebuah komunitas yang berperadaban tinggi.
Raja-Raja di Gayo merupakan pemimpin-pemimpin yang istiqomah/konsisten menentang Penjajah Belanda sehingga akibatnya serdadu-serdadu Belanda tidak pernah memberikan kesempatan kepada para Raja untuk membangun istana seperti di daerah-daerah lainnya dimana para rajanya sangat kooperatif dengan penjajah Belanda. Dengan demikian situs-situs Istananya tidak bisa dijumpai sampai hari ini. Kalaupun ada hanya sebatas bekas-bekas tempat-tinggal para raja tersebut dan jauh dari terminologi sebagai sebuah istana. Ketiadaan situs-situs istana seperti Istana Raja Linge, Istana Raja Gayo Kalul, Istana Raja Abuk di Lokop Serbejadi, Istana Raja Patiamang di Gayo Lues, dan lain-lain membuktikan bahwa urang Gayo sangat istiqomah/konsisten terhadap perjuangan menentang pendudukan Belanda. Semoga semangat konsistensi (istiqamah) dalam memperjuangkan Tali Allah, tolong-menolong dalam kebenaran dan saling ingat-menginagtkan dalam berbuat kebaikan tetap dapat dipertahankan oleh generasi muda Gayo dimanapun berada sebagai identitas dan jatidiri muyang datunya yang sudah teruji oleh ruang dan waktu. Walaupun diantara sederetan loyalitas tersebut masih ada beberapa kelompok yang pro-Belanda dan mau diperbudak oleh Belanda hanya demi kepentingan harta dan kekuasaan semata.
Penggunaan kata ”bangsa Gayo” hanya merupakan suatu bentuk ekspresi yang menunjukkan kepada dunia bahwa masyarakat Gayo sudah mulai secara perlahan-lahan sadar bahwa pentingnya sebuah persatuan dan kesatuan untuk mencapai tujuan dan masa depan yang sama. setelah sekian ratus tahun dipecah-belah oleh Belanda melalui politik devide et impera-nya yang bertujuan untuk memunculkan rasa permusuhan diantara satu belah/kelompok/ di dalam masyarakat Gayo dengan belah/kelompok lainnya yang juga berasal dari dalam struktur masyakat Gayo. Sampai hari ini belum ada padanan kata yang tepat untuk mengekspresikan rasa persatuan dan kesatuan Gayo yang sudah perlahan-lahan mulai muncul kembali kecuali dengan penggunaan kata ”bangsa’ tersebut. Seiring dengan berubahnya waktu maka suatu saat diharapkan akan bermuara pada satu titik kulminasi yang memunculkan semangat Satu Gayo demi terwujudnya masyarakat adil, makmur dan sejahtera di Tanoh Gayo.
*1.Mahasiswa Program Ph.D.in Planning and Development of University Northern Malaysia (Universiti Utara Malaysia). 2. Wali World Gayonese Association (WGA).
Kite turah berani munuwet arah perjuangan si lebih agresif buge nguk nemah manfaat kin rayat Gayo.
inilah tulisannya bahwa gayo sebagai suatu bangsa,merujuk kepada definisi2 yg telah diungkapkan diatas.
Ada nggak tulisan yang mengatakan bahwa gayo sebagai satu bangsa, lalu kata bangsa itu kayaknya baru diperkenalkan. Apakah kita tidak terseret dengan opini publik tentang kata bangsa itu sendiri atau kata lain.