Jakarta | Lintas Gayo – Isu kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi telah menjadi perbincangan hangat dikalangan masyarakat. Puncaknya pada Senin malam, 17 November 2014, tepat pukul 00.00 WIB, pemerintah melalui Presiden telah resmi menaikan harga BBM tersebut. Harga premium yang sebelumnya Rp 6.500 per liter kini menjadi Rp 8.500, dan solar dari Rp 5.500 per liter kini menjadi Rp 7.500. Masing-masing terjadi kenaikan sebesar Rp 2.000.
Pengumuman resmi kenaikan harga BBM bersubsidi ini kemudianmendapat berbagaimacam reaksi. Secara umum tentu saja masyarakat menolak. Hampir di seluruh Indonesia, khususnya mahasiswa secara tegas menolak kenaikan harga BBM, mereka melakukan aksi demonstrasi yang berujung bentrok dengan petugas kepolisian.Kenaikan harga ini juga berdampak pada moda transportasi, imbasnya banyak sopir angkot melakukan mogok massal menolak untuk beroperasi. Selain itu harga kebutuhan pokok yang sebelum pengumuman sudah naik kini kian meroket. Penderitaan masyarakat saat ini semakin bertambah, betapa tidak, masyarakat sudah dipusingkan dengan kenaikan tarif dasar listrik dan elpiji, kini semakin ditambah dengan kenaikan harga BBM.
“Sebanyak 90% minyak Indonesia dikuasai oleh asing, sedangkan negara hanya mengelola 10% minyak saja.Sayangnya pemerintah tidak memiliki iktikad untuk menasionalisasi asset-asset minyak Indonesia dibawah kontrol rakyat atau minimal menerapkan pajak progresif kepada investor. Semuanya diserahkan pada perusahaan asing”. Ujar Amizar Isma selaku Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Mahasiswa dan Pemuda Aceh (PP IMAPA) – Jakarta.
Pemerintah juga beralasan bahwa APBN 2015 yang menambah dana alokasi BBM bersubsidi sebesar 31 triliun, dari sebelumnya 245 triliun (2014) menjadi Rp 276 triliun (2015), untuk kuota BBM bersubsidi sebanyak 46 triliun. Peningkatan dana subsidi tersebut dikhawatirkan akan membuat APBN jebol, serta ruang fiskal bagi pemerintahan Jokowi menjadi sempit. Jika ini terjadi akan membuat pemerintahan baru ini tidak dapat bermanuver dalam rangka menjalankan program-program yang dijanjikannya pada masa kampanye. Karena itu, guna membuka ruang fiskal menjadi lebih lebar, pemerintah menaikkan harga jual BBM eceran Rp 2.000/liter.
“Sudah sangat jelas sekali, kenaikan BBM membuat daya beli masyrakat menurun. Karena ketika harga BBM naik semua barang-barang kebutuhan masyarakat akan ikut naik pula, dan belum lagi akan terjadinya inflasi yang menyebabkan suku uang pun akan ikut naik. Tidak hanya itu, kenaikan BBM juga akan menimbulkan ketimpangan atau ketidakseimbangan pada pendapatan ekonomi yang diterima mayoritas masyarakat, terutama pada masyarakat kelas menengah kebawah yang paling terkena efek besar dari masalah ini”. Papar Juli Ahsani selaku Ketua Departemen Data dan Informasi PP IMAPA Jakarta di sela-sela diskusi.
Pemerintah berdalih bahwa subsidi BBM akan dialihkan ke sektor lain seperti pembangunan infrastuktur dan kedaulatan pangan. Selain itu, pemerintah akan memberikan kompensasi atas kenaikan BBM ini berupa paket Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), dan Kartu Indonesia Sehat (KIS).Jika pengalihan subsidi BBM tersebut tepat sasaran dan bisa diterima manfaatnya langsung oleh masyarakat miskin, tentu saja hal ini tidak akan menimbulkan masalah dikemudian hari. Namun yang menjadi pertanyaannya, apakah jumlah masyarakat miskin saat ini yang menerima kartu-kartu tersebut sudah merata?. Jangan sampai pengalihan subsidi BBM ini salah sasaran hinggadimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tak bertanggung jawab. Cobalah pemimpin itu belajar mengerti, memahami dan menjadi rakyat jangan selalu rakyat yang dikorbankan, kita mahsiswa akan terus mengawal sampai tuntas untuk kepentingan rakyat. Lanjut Amizar Isma. (Release)