by

Kado Ramadhan Dalam Tangis Rohingya (4)

aprianiOleh : Apriani
Astaghfirullah, hanya itu yang bisa kita lontarkan dari selemah-lemahnya iman kita. Membuat muslim di seluruh dunia terjebak dilema, antara menerima mereka masuk kedalam negerinya yang masih memiliki problema lain. Contohnya Malaysia, mereka menolak para Imigran ini, mereka hanya memberikan bekal dan menyuruhnya pergi kembali mengarungi laut lepas tanpa arah tujuan pasti.
Namun kita yang awam sering kali mengeluarkan amarah ketika mendengar hal ini, “bagaimana bisa katanya seagama tapi tidak menerima kedatangan mereka yang teraniaya” namun teman , bukan salah mereka tidak menerima, karna tiga tahun terakhir mereka telah menerima puluhan ribu imigran yang melarikan diri dari kekejaman Negaranya. Mungkinkah lagi mereka sanggup menampung jika masyarakat di dalam Negerinya pun masih merasa tidak diberi keadilan?
Awalnya imigran ini mungkin merasa tertipu karena ditinggalkan di laut lepas karna kapal yang kehabisan bahan bakar oleh orang-orang yang katanya akan memberikan mereka pekerjaan di Malaysia, namun apalah daya, jika sudah diujung tandus gunung pasir, banyak hal yang akan kita salahkan sebagai penglihat sejarah..
Munthe masih merasa tangisnya sering pecah melihat keadaan mereka yang sudah tak berdaya, kurus kekurangan gizi, terlebih anak-anak yang kini trauma mengeluarkan kata pun. Bahakan tersebar kabar bahwa dikapal para imigran sering bertengkar memperebutkan makanan. Namanya manusia yang tak luput dari kesalahan, yang akan tidak berprikemanusiaan jika tahu hidupnua akn terancam.
Terlebih jika mengingat tingkah Myanmar yang mengatakan tak akan memenuhi undangan Thailand yang mengadakan rapat dari 15 Negara dalam mencari solusi untuk Rohingya ini . haduh, Wallauhu alam bissawab
***
Kini Munthe mencoba tersenyum melihat matahari mulai tertawa menampakkan sintar kemerahan yang tampak sindah pelangi, Aceh menjadi pahlwan, terlebih aceh Utara yang dikenal dengan qanunnya yang kuat juga Aceh selatan, yang penting Aceh .. begitulah fikiran masyarakat.
Bak menggapai hari baru, inilah anak-anak yang kini mulai bisa menampakkan diri yang sebenarnya dalam candaan yang selau dibuat Munthe, bisa berbicara dan membaca buku yang mereka gak ngerti sama sekali.
Tapi uluran tangan hangat sekarang menjadi sangat penting bagi mereka, dengan Bahasa isyaratnya Munthe membuat sebahagian malaikat kecil ini mulai faham dengan artinya.
“ adik-adik ini namanya buku, buku untuk dibaca” Munthe mulai membaca abjadnya satu persatu, perkata dan melebarkan mulutnya yang dilengkapi gigi rata itu.
“ A, A, A, A, coba buka mulutnya”. Munthe mengangkat angkat tangannya sambil membuka lebar mulutnya, satu persatu mengikutinya hingga semua anak mengikutinya
“ bagus-bagus ( mengacungkan jempol).. lagi.. ha aha ha ha’”. Munthe mengulang ulnag sambpai mereka semua menyebutnya dengan diawali pelan sampai terdengar nyaring ha ha ha ha.
Terkadang Munthe melukis hal yang ingin disampaikannya, seperti pohon indah. Kursi yang bagus, selimut yang hangat, pemandangan dunung-gunung, taman dan orang tersenyum, kakek ompong sampai-sampai gambar manusia bersayap yang dilambangkannya sebagai melaikat, Munthe membagikan satu persatu pada mereka.
Hal ini membuat para senior memuji dibelakangnya, kadang tetesan air mata menyambut kebahagiaan mereka. Kini bunga matahari kecil itu sering tertawa, dan kadang menarik tangan Munthe yang sedang berbincang di Kamp Ibu-Ibu, meminta Munthe bermain dengan mereka.
***
“ jaga kesehatan neng, jangan serius kali. Ntar sakit,” tegur Melu
“ iya kak, lagian Munthe gak capek kok,”
“ tapi dari kemarin kam terus berusaha sekuat tenaga membuat mereka mainan, pesawat kertas lah, burung kertas lah, perahu dan lukisan.. kamu gak cukup istirahat”
“ tenang kak. 3 hari lagi kita pulangkan, ntar gak bisa jumpa mereka lagi” kata Munthe sambil terus melipat kertas yang dibuatnya balok yang bergambar macam-macam hewan
“ hufh.. kamu ni, kita kan bisa kesini lagi” kata Cut sambil menghela nafas.
“ iya tapi mungkin Munthe gak akan punya waktu lagi”
“ kok gitu”
“ kan sibuk kuliah”
“ kan habis ini libur, Cuma seminggu lagi kita kuliah untuk final, ntar udah puasa dan pulkam deh,kan Munthe bisa kesini”
“ gak tentu kak, mungkin Abi gak akan mau hehe” kata Munthe sambil megedipkan matanya sebelah
“ ya sudah, tidur yuk, sudah jam 2 ni “ kata Tari yang menjadi salah satu anggota PMI
“ ya kak, tidur aja duluan”
“ tapi Munthe.. “ kata Tari
“ gapapa kok”
“ ya udah sini kita bantuin” kata Daus yang ikut nongkrong di samping tenda para cewek cewek ini
“ sini” kata Rian yang ikut menawarkan diri
“ buat apa sih ni” kata Rani.
“ ini kak, hadiah lagi buat mereka.. “
“ trus, kami ngapain?” Tanya Daus
“ ini kak” Munthe mengeluarkan 5 bungkusan balon yang didalamnya banyak warna-warni balon yang belum diberi angina
“ ok deh, bakal gondokan ini hahaha”kata Rian ngeledek.
“ Munthe suka anak-anak ya?” Tanya Cut sambil menguap
“ suka banget kak, kan Munthe gak punya adik”
“ anak semata wayang dong” sangkal Tari
“ iya kak”
“ oh, tapi kamu kayaknya kamu punya pengelaman mesalah anak-anak, buktinya mereka gembira sekali kalau ada kamu, yakan Ra”.
“ iya Tari .. hehe Munthe kan anak Psikolog “ kata Tari setengah menebak karakter anak ini
“ hehe, iya kak, selain itu di kampong Munthe banyak anak-anak yang datang kerumah setiap malam kalau Abi ngajar ngaji”
“ oh pantes kamu mudah dekat sama anak-anak” kata Cut
“ iya dong kak.. dan anak anak disini comel hehe”
“ emang kampung Munthe dimana” Tanya Daus
“ satu daerah sama Buge kak”.
“ oh Takengon, nama buge artinya kan semoga. Kalau Munthe apa?
“ kurang tau sih kak, tapikata Umi ini seperti nama Marga gitu, kaya marga Cibro dan lainnya”
“ oh baru tahu Takengon punya marga” keluh Tari
“ iya karna udah jarang masyarakay memakainya”
“ nih balonnya sudah selesai. Kita istirahat yuk” ajak Tari yang sedari tadi menahan kantuk
“ ayuk kak, makasih yan udah bantuin “ kata Munthe
“ ia sama-sama”
Malam kian larut tapi Munthe masih saja dengan aktifitasnya. Setelah para seniornya lelap dia kembali mengobrak abrik kertasnya. Kini mulai mecoret moretnya.
Kusandung awan dalam sugihan Myanmar
Kuusap tangis dalam tawa Bangladesh
Mengarap purnama menari lagi. (Bersambung)

Penulis : Mahasiswi Jurusan : Pendidikan Kimia, Universitas UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Comments

comments