Keajaiban Tuhan!

                                  umi                                                                                                                      Umi Mahbengi

Hujan yang begitu deras, satu persatu menampar bumi membuat tetesan-tetesan murni itu menjadi genangan-genangan air yang mengalir deras. Daun yang sebelumnya tegak mengarah langit, kini menunduk menagarah ke bumi. Saat itulah renungan beberapa peristiwa dalam hidupku dimana memoriku memutar kembali peristiwa dua belas tahun yang lalu yang akan menjadi sejarah tak terlupakan.

Menangis..
Ya itulah yang mampu kulakukan saat itu, melihat ayah tercintaku tergeletak begitu saja, tanpa suara, hanya hembusan nafasnya yang kulihat. Aku mengira peristiwa itu hanya terjadi hanya dalam jangka bulan, tapi astagfirullah…..
Peristiwa yang kusebut sejarah itu berlangsung bertahun-tahun.
Dikala senja kesunyian hatiku ikut kebekuan ketika ku duduk termenung di tangga asramaku, terlintas dalam benakku untuk mengurai cerita lamaku yang mampu membuatku mengerti akan kehidupan. Sebenarnya aku tidak sanggup untuk mengenangnya kembali, tapi untuk melupakan peristiwa-peristiwa yang akan menjadi sejarah dalam hidupku ini begitu sulit, Ya! Begitu sulit……..
Awalnya masa kecil ku begitu indah ketika berumur tujuh tahun, aku begitu senang karna kata ayah tercintaku, aku sudah bisa mulai masuk sekolah. Aku yang masih polos dan lugu sangat menikmati kebahagiaanku saat itu, sehingga ku peluk ayah. Keinginanku untuk sekolah begitu besar saat itu, hampir setiap hari ku tanyakan pada ayah kapan hari pertamaku sekolah.
Pagi itu ketika aku masih terlelap nyenyak, kurasakan sentuhan yang begitu lembut, tapi seolah-olah membangunkanku. perlahan kubuka mataku dan yang pertama kali ku lihat adalah senyuman ayah yang mengisyaratkanku untuk segera bangun…
“azkia, hari ini akan menjadi hari terindah untuk mu sayang…” Aku menatap ayah penuh dengan tanda Tanya di wajahku.
“apa itu ayah..?”
Ayah hanya tersenyum dan membuatku semakin ingin tau. “Hari ini adalah hari pertamamu sekolah azkia..”
Wajahku yang tadinya mengernyitkan dahi berubah senang. Dengan cepat aku lari-lari kecil kekamar mandi, untuk mandi lebih awal karna hari pertama sekolah. ayah yang sedari tadi duduk di samping ranjangku hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah putri cantiknya…
Pagi yang cerah aku berangkat kesekolah diantar sang ayah, sebelumnya aku cium punggung tangan seorang yang telah rela mempertaruhkan nyawanya agar aku hadir kedunia ini, BUNDAKU, dan kuterima kecupan yang hangat di pipiku darinya.
Tiba disekolah aku dan ayah langsung memasuki ruangan, yang nantinya akan menjadi ruang kelasku. Aku juga melihat murid-murid yang lain di dampingi orang tua mereka. Sejam telah berlalu kami duduk sambil mendengarkan pengarahan dari kepala sekolah, kini kami jalan-jalan di sekitar sekolah untuk melihat-lihat fasilitas dan ruangan yang lain.
Lama kami berkeliling, ayah mengajaku beristirahat dibawah pohon yang rimbun yang berada ditaman sekolah. Aku menurut pada ayah meskipun aku masih ingin melihat-lihat sekolah baruku. Ayah membuka ranselku dan membuka minuman yang bundaku berikan tadi pagi, kusedot air itu karna esopagusku juga sudah sangat haus.
“azkia, “
“iya ayah,”
“disekolah jangan nakal ya nak. “
Aku mengangguk dengan polosnya, “dan satu lagi sayang, tunjukan kalau azkia anak yang pintar.”
“iya ayah.’’

Kupeluk ayah dengan rasa bahagiaku, ayah mengajaku pulang.
Ke esokan harinya aku lanjut untuk sekolah lagi dan seterusnya, hari demi hari, minggu demi minggu, bahkan bulan demi bulan aku mendapatkan kebahagiaan dan perhatian yang begitu sempurna .Apalagi aku anak semata wayang mereka . Namun, kebahagiaan yang kurasakan dalam hitungan bulan ini berubah dengan sebaliknya.
Aku kehilangan semua itu, semenjak ayah jatuh sakit parah sampai akhirnya duduk terdiam di kursi roda. Ayah mengidap penyakit stroke, penyebab awalnya, ayah terjatuh dari tangga ketika sedang memperbaiki atap rumah, sehingga cidera di bagian kakinya dan kepala ayah terbentur dilantai yang semennya kasar, sehingga terjadi gangguan pada saraf ayah dibagian kepala. Setiap sebulan sekali ayah harus di periksa, ayah juga minum obat XAMston plus yang diberikan doktor, doktor juga menganjurkan agar ayah meminum obat herbal. Ketika itu kutanyakan pada ayah dengan polosnya, “kenapa ayah harus naik kursi yang bannya dua, bukankah ayah punya sepeda motor yang lebih bagus, kenapa azkia tidak di antar lagi ayah….?” Ayah menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum melihat kepolosan putrinya yang masih kecil, matanya berkaca-kaca dan ingin mengatakan sesuatu untukku.
“azkia, ayah lagi sakit sayang..” Aku menatap ayah dengan wajah ingin tau lagi “tapi kenapa harus naik kursi ini ayah???” Ayah terlihat tidak ingin aku menanyakan penyakitnya.
“sayang, karna kaki ayah lagi sakit untuk sementara tidak bisa jalan, tapi mungkin besok ayah sembuh kok,” dengan lugunya aku percaya apa yang di jelaskan ayah.
*** *** ***

Hari demi hari bahkan tahun demi tahun, aku pergi sekolah hanya dengan sepeda tetanggaku yang tiap harinya mau memboncengiku. Awalnya aku tidak terlalu menuntut akan kesembuhan ayah, karna setiap malamnya ayah selalu bilang, besok ayah pasti sembuh. Tapi setelah tahun ketahun penantianku yang penuh dengan harapan yaitu kesembuhan, tidak pula didapatkan ayah . Sehingga aku bertanya-tanya apa yang sebenarnya di alami ayah karna terkadang ketika kami pulang sekolah, aku sering mendapatkan rumah dalam keadaan kosong dan bunda hanya buat pesan dalam sebuah lembar kertas yang ditempel di lemari makan, aku semakin bertanya kemana ayah dan bunda pergi. Karna kejadian ini terlampau sering ku temukan selama ayah sakit.

Siang,,
Seperti biasa pulang sekolah aku mengaji dimana itu sudah aktivitasku sehari-hari, selain itu juga aku menunggu kepulangan ayah, yang benar-benar sudah kunanti-nantikan. Jam pun terus berputar, detik demi detik berlalu waktu untuk pulang sudah tiba, aku dan anak-anak yang laen mulai berlarian keluar aku yang tidak sabar ingin melihat ayah setiba di rumah juga ikut berlarian. Setiba dirumah ku temukan ayah yang duduk di kursi rodanya , seperti menunggu kepulangan putri kecilnya.
Aku berlari menuju ayah , banyak sekali yang ingin ku tanyakan padanya. Ayah menatapku dengan mengernyitkan dahinya, karna melihatku masih berdiri di sampingnya, tapi ayah tidak mengeluarkan satu kata pun untuk keheranannya, sehingga aku yang memulai..
“ayah…….?”
Ayah menoleh padaku, “ada apa azkia.” Aku mencoba mengeluarkan pertanyaanku dengan hati-hati,,
Ya, sangat hati- hati…..
“pernahkah ayah berbohong? “ Ayah terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaanku. Sedangkan aku yang begitu takut kalau pertanyaan ku itu tidak sopan.
“berbohong kepada siapa ?”Ayah menjawab dengan rilexnya. “ kepada azkia.”
Ayah terdiam lagi untuk sejenak, tanpa ayah menjawab aku bertanya lagi pada ayah, supaya ayah menjelaskannya lebih rinci.
“ayah sakit apa, kenapa ayah sembuhnya lama, azkia ingin tau, azkia ingin ayah tidak berbohong lagi pada azkia”. Mendengar pertanyaanku yang ingin semakin tau, ayah menghadapkan kursi rodanya padaku. Ayah memejamkan matanya sejenak ketika hendak menjawab tanyaku. “ulfi azkia anak ayah, ayah mengidap penyakit stroke yang menyebabkan ayah lumpuh dan tidak sanggup berjalan sama sekali.
“benarkah ayah”. Ternyata apa yang ada dalam benaku selama bertahun-tahun itu benar.
Rasanya awan menghitam badai menerjang atasku ketika ku dengar kenyataan yang begitu menyakitkan. Tanpa kusadari menetes butiran-butiran air mata di kedua pipiku dengan pernyataan ayah. Ternyata ayahku benar-benar lumpuh sehingga tidak bisa mengantarku sekolah selama lima tahun setelah satu tahun SD, lima tahun aku pergi sekolah sendiri dan menyebrangi jalan sendiri tanpa ayah tercintaku.
*** *** ***
Sejam sebelum matahari terbenam di ufuk timur kuberdiri di jendela rumahku yang berkaca bening, kusandarkan kepalaku di dinding dekat jendela. Pandanganku menuju kearah anak-anak yang bermain riang di luar sana. Kini aku akan menjadi siswa baru kembali, seperti murid baru dahulu. Tapi untuk menjadi siswa baru di sekolah menengah sekarang dan SD dulu jauh berbeda sehingga membuatku merenungi bagaimana sekolah tanpa ayah. Aku kasihan pada bundaku yang harus banting tulang untuk pengganti ayah yang lagi sakit. Ingin ku bantu bunda bekerja untuk sekolahku dan pengobatan ayah. Tapi terlintas dalam benaku aku ingin membantu ayah dan bunda melalui sekolah.
Tiba-tiba aku tersadar dari lamunanku ketika bunda menggapai bahuku dari belakang, aku hanya pasrah dan tak berkutik sedikitpun. Bunda berdiri disampingku sambil merangkul tubuhku dan kurebahkan kepalaku di dada sang bunda. Tidak lama ku terdiam dalam pelukan bunda, bunda membelai rambutku sambil berkata
“azkia, bagaimanapun keadaan kita sekarang kamu harus tetap bersyukur kepada-Nya. Dan harus kamu tau sayang, allah masih sayang pada keluarga kita, allah masih berikan kesempatan pada kita bisa bersama-sama dengan ayah, walaupun keadaan ayah seperti ini”. Kudengarkan nasehatnya menetes air mata hingga ku ucapkan pada bunda dengan isak tangisku
“lalu sampai kapan bunda, dan apa yang harus azkia lakukan”?
Bunda memeluku dengan lebih erat…..
“ azkia bunda yakin, di balik ini semua ada hikmahnya dan kita hanya bisa berusaha dan berdoa agar ada hikmah yang baik, dan kamu harus tetap semangat demi ayah, dan bunda yakin sekali azkia bisa.” kucoba untuk tersenyum tipis meskipun sulit rasanya untuk tersenyum. Kurasakan pelukan bunda yang tadinya erat kini mulai perlahan merenggangkan pelukannya, bundapun melangkahkan kakinya sembari meninggalkanku sendiri. Tidak lama bunda berlalu ku usap air mataku aku tidak ingin ada kesedihan.
Ku tutup jendela karna masih ada hari esok,,,,

Hari ini kujalani hari pertamaku di sekolah tapi sebelum itu, ingin kutanyakan sesuatu pada ayah mataku mencari dimana ayah . Biasanya ayah berada di depan teras rumah untuk menikmati matahari pagi, tapi ternyata ayah tidak ada diteras depan. Ku coba mencari ayah ke kamarnya, mungkin ayah belum bangun dari tempat tidurnya pikirku.
Ketika ku lewat ke dapur untuk mengambil teh, yang akan ku berikan untuk ayah, kulihat ayah sedang berjemur di teras belakang dengan kursi rodanya, dengan memakai jacket dan lingkaran syal di lehernya. Karna kami tinggal di dataran tinggi yang udaranya cukup dingin. Ayah menghadap kearah sawah yang luas dan bertingkat. Ku hampiri ayah dan ku bawa secangkir teh yang di siapkan bunda sebelum pergi kerja tadi pagi, yang memang di khususkan untuk ayah.
Ku coba untuk mengajak ayah berbicara ku tatap ayah dengan seuntai senyum di bibirku.
“ ayah udara paginya hangat ya yah,,”
Ayah hanya tersenyum dan diam menatapku dan berpaling begitu cepat, sehingga membuat ku merasa sapaanku di abaikan. Tapi tetap ku tanyakan sekali lagi dengan pertanyaan yang berbeda.
“ ayah, kenapa pagi ini ayah berjemur di teras belakang? Bukankah diteras depan ayah biasa berjemur?”
Lagi –lagi ayah terdiam dan membisu membuatku semakin merasa bahwa pertanyaanku benar-benar diabaikan. Tidak lama kemudian aku ingin bertanya lagi dengan harapan ayah akan menjawab. Ketika ku ingin bertanya untuk kesekian kalinya….
“ a……”
Tiba-tiba ayah mengeluarkan satu kata dari bibirnya membuat suaraku terhenti.
“ AZKIA?”
Kata-kata itu membuat mataku dengan cepat menatap ayah dan benar-benar ingin ku dengar kata-kata apalagi yang akan di keluarkan ayah selanjutnya setelah namaku.
“ayah tidak ingin terus menerus berjemur di teras depan, ayah ingin melihat pemandangan dan perubahan yang baru, dengan harapan mendapatkan mentari pagi meskipun hanya diteras belakang yang hanya tampak sawah-sawahan yang luas.” Ayah menghentikan perkataanya sedang aku masih menatap lekat pada wajah ayah.
“begitu pula penyakit ayah, ayah tidak ingin terus menerus duduk di kursi roda ini ayah ingin perubahan meskipun hanya bisa berjalan dengan memakai tongkat atau meraba dinding.” Mataku berkaca-kaca mendengar pernyataan ayah, yang begitu menyentuh jiwaku. Andai ayah tau dalam setiap shalatku tak pernah lupa ku lantunkan do’a untuknya dan bunda.
“ azkia, ayo siap-siap nanti terlambat.”
Ku usap air mataku ,sembari mencium punggung tangan ayah, aku pun berlalu.
Matahari pagi telah lama terbit dari ufuk barat pandanganku menuju dinding yang terletak jam yang menunjukan pukul 07:30 pagi. Sejalan dengan berjalannya waktu aku tiba lagi dirumah, ku lepas sepatuku dank u buka pintu ku lantunkan salam tapi tiada jawaban yang kudengar. Aku khawatir dengan cepat ku cari ayah, tempat yang pertama kali adalah kamar. Beliau sedang terlelap dengan nyenyaknya, perasaanku lega karna tidak terjadi apa-apa pada ayah.
“ ayah jangan menyerah.”
Gumamku dalam hati……

Tiga tahun peristiwa itu ku jalani dengan sabar dan tabah dengan usaha dan do’a ku coba untuk tidak menyerah. Kini aku akan menjadi murid baru yang ketiga kalinya di tingkat SLTA tapi kurasa apapun keadaannya aku harus tetap semangat meskipun keadaan ayahku masih seperti biasa tanpa perubahan. Timbul dalam benaku ingin kuarungi masa remajaku di penjara suci yang penuh dengan lingkungan islami yaitu di perpondokan yang mungkin jauh dari daerahku. Ku coba untuk minta persetujuan ayah dengan harapan beliau mengizinkanku meraih cita-cita di daerah yang berbeda suku dengan kami meskipun masih termasuk daerah aceh…
Sore itu juga aku menghampiri ayah yang kebetulan melihat-lihat pemandangan di depan teras belakang sambil menikmati hembusan angin. Sebelum itu ku ajak bundaku untuk ikut duduk bersama ayah.

Tidak kutunggu lama karna bunda sudah tau sejak dari awal akan permintaanku pada ayah.
“ayah, bolehkah azkia meraih cita-cita lebih tinggi lagi?” Kukernyitkan dahiku menunggu jawaban ayah.
“tentu” Ayah menjawab dengan rilexnya. “ meskipun jauh ayah.”
“ ya .”
“ dan sekarang kan ayah?”
“ iya azkia.”
Aku mersa heran, yang tadinya kukira ayah akan keberatan akan permintaanku ternyata sebaliknya. Aku begitu senang dan bahagia meskipun tidak sesenang dan sebahagia Sembilan tahun yang lalu.
Sebulan telah berlalu , hari libur yang yang kunikmati dengan keluarga terutama ayah dirumah. Apalagi aku ingin merantau jauh dan tiga tahun lamanya, meskipun nantinya setahun sekali aku bisa pulang. Begitu adzan isya berkumandang kulangkahkan kakiku menuju kamar mandi untuk berwudu’ dan ku lanjutkan shalat dikamarku tak lupa kupanjatkan do’a. Kemudian ku mulai mempersiapkan barang-barang yang akan ku bawa besok nanti. Begitu semua telah selesai kubaringkan tubuhku diatas kasur yang mampu membuatku terlelap nyenyak dan bangun lebih awal karna berangkat pagi-pagi sekali.
Ketika menjulang malam dalam pejaman mataku seakan ku dengar sesuatu yang membuatku bertanya-tanya dalam hati. Apakah yang kudengar mimpi atau benar-benar nyata. Tidak ingin ku menebak-nebak perlahan ku buka mata. Suara itu semakin jelas ditelingaku seperti alunan al qur’an , semakin membuatku penasaran…
Kuberanikan diri untuk mencari dari mana asal suara itu, perlahan ku langkahkan kakiku, semakin jauh ku melangkah suara itu terdengar dari kamar ayahku,,,,
Ya dari kamar ayahku….
Langkahku mendekati kamar ayah, kubuka pintu kamar ayah dengan perlahan.ternyata itu memang benar-benar ayahku, ayah tidak menyadari ketika kubuka dan ku tutup pintu kembali. Karna posisi kursi roda ayah membelakangiku.
Kusandarkan tubuhku kedinding dekat pintu kamar ayah menetes butiran air mata di kedua pipiku. Karna terharu. Ku usap butiran itu, dan kulangkahkan kakiku kekamar kembali untuk berwudu’. Kulaksanakan shalat malam, dalam sujudku ku memohon ampun kepada allah dan menitipkan ayah dan bunda agar selalu dalam lindungannya dan menghadiahkan ke ajaiban untuk ayah yaitu “ kesembuhan .”
Di saat pagi membangunkanku dengan terkejutnya tanpa sadar aku terlelap dengan muknah dan sajadahku semalam. Seolah-olah hanya sekedip mata aku terlelap, maha besar ALLAH.
Matahari belum terbit dan embun pagi masih menutupi ujung-ujung gunung yang menjulang tinggi. Aku sudah lebih awal siap untuk berangkat. Kupandangi ayah yang sedang duduk di kursi rodanya yang sebentar lagi melepas keberangkatanku. Sulit rasanya, meninggalkan ayah dalam kondisi seperti itu. Tapi…..
Demi membanggakan keluarga terutama ayah, tak lama suara mobil jemputan ku pun tiba bunda memasukan barang-barang ke dalam mobil, aku pamit pada ayah dan mencium punggung tangannya.
Tak bisa ku tahankan air mata sehingga mengalir deras sambil menaiki mobil,aku duduk dengan perasaan tidak ingin meninggalkan ayah, ku usap air mataku berkali-kali. Tidak pikir panjang aku turun dari mobil dan lari pada ayah dan memeluknya untuk yang terakhir kalinya slama tiga tahun mendatang.
“ ayah,,,? Azkia pasti akan pulang dengan ke banggaan, ayah jangan lupa di minum obatnya ya yah.”
Ku ucapkan dengan isak tangisku dan ayah membelai kepalaku sambil memejamkan matanya yang meneteskan air mata. Aku kembali kemobil sambil mengusap butiran-butiran itu, mobil siap berangkat dan kulambaikan tanganku pada ayah…..
Diperjalanan menuju perpondokan ingatanku belum hilang akan paras ayah, gunung demi guung kami lewati hingga pada akhirnya kami tiba di tempat tujuan. Perubahan suhu membuatku merasa di dunia baru yang butuh waktu untuk beradaptasi….
Dipondok pesantren yang sudah lama dibangun bernamakan DARUSSA’ADAH inilah aku mendalami agama dan semakin mengerti proses kehidupan manusia, mengerti dengan kehendak mutlak dan keadilan sang khalik, banyak hal yang aku temukan, selama dua tahun lebih di pesantren negri bahagia ini. Aku juga mendapat kabar dari bunda bahwa dengan seiringnya waktu ayah mulai bisa berjalan meskipun selangkah dua langkah, keajaiban untuk ku.
Pagi itu aku termenung di jendela asramaku, aku berpikir bertahun-tahun kesulitan menghampiri hidup keluargaku. Akankah cerita hidup yang seperti ini akan berakhir, atau adakah tambahan dimasa yang akan datang? Berbulan –bulan pikiran itu terlintas dalam benaku.
AstagfIrullah,,,
Aku tersadar dengan pikiranku yang konyol itu, aku hampir lupa bahwa allah itu maha adil, dia akan menggantinya kelak dengan yang lebih menabjubkan. Tidak lama dari itu, ada panggilan untuku dari pimpinan pesantren. Sebelumnya aku tidak pernah di panggil sehingga membuatku takut juga penasaran.
Ketika itu aku terpeangah dan terkejut ketika hadir dihadapanku sesosok manusia yang begitu kusayangi dan penyemangat dalam hidupku,,

Ya allah inikah keajaiban yang telah engkau janjikan, bermimpikah aku ya allah, Ya allah aku tidak ingin bermimpi karna aku takut terjatuh saat aku terbangun.
“ ayah,,,”
Subhanallah ini benar-benar mukzizat untuk keluargaku, ku peluk ayah sambil berkata “ ayah, inikah jawaban dari pertanyaan azkia dua belas tahun yang lalu? Bahwa ayah akan sembuh dengan keajaiban allah,,?”
Ayah mengangguk dan menatapku bahagia………………
Ku hentikan goresan penaku ketika di akhir cerita yang ku uraikan, Aku semakin mengerti jalan hidupku bersama keluarga yang membanggakan. Untuk cerita hidupku selanjutnya ku serahkan pada allah yang berkuasa atasku. “ya allah,, terserah pada-Mu ,akan kucatat semua ceritaku dalam DIARY KU”
SELESAI…………………..

 Umi Mahbengi
 Mahasiswi STAIN Gajah Putih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.