Biarkan Aku Disebut Ceh (2)

Riduwan PhillyBiarkan Aku Disebut Ceh (2) Oleh: Riduwan Philly

Aku pilah-pilah baju satu persatu, aku tinggalkan baju yang agak bagus untuk di pakai adikku dirumah, ahg hanya tiga Steal saja yang dapat aku masukkan ke tas lusuh pemberian Almarhum Ayah.

            Kami dulu adalah salah satu keluarga terpandang dan dihormati karena keturunannya, ayah adalah seorang pengusaha sukses petani kemiri, orang-orang memanggilnya dengan sebutan Pak Gegoh[1], rumah kami persis di ujung persimpangan jalan dekat dengan surau, yang oleh ayahnya di bangun.

            Semua keluarga besar kami sangat bangga dengan keberhasilan usaha ayahku, tak jarang setiap harinya ada saja keluarga yang entah dari keturunan mana mengaku sebagai saudara untuk mendapatkan manisnya rasa penjualan kemiri yang kala itu sangatlah menjadi primadona.

            Harga kemiri di pasaran tiba-tiba anjlok,  rumah yang dulunya ramai dengan gelak tawa, canda, bahkan rengekan bayi-bayi kecil kini berlahan-lahan, hilang tanpa tau kemana mereka pergi, mereka yang dulunya menyebut dirinya saudara dekat!

            “Kau jadi pergi ran?” Ibu mengangetkanku dari arah belakang “Sudah kau masukkan saja semua pakaian mu!” Ternyata ibu  sudah memperhatikanku sedari tadi.

            “tak apa bu, isran kan Cuma beberapa hari di kota medan, tak payah bawa baju banyak-banyak”

            ”Kau lebih membutuhkan baju bagus ini supaya kau jadi juara, dari pada adik-adikmu, mereka masih kecil mana muat dengan bajumu, bawa saja nanti ibu beli baju baru untuk mereka”

            Tersayat hatiku mendengar kalimat penyemangat dari bibir seorang ibu yang sekarang merangkap menjadi kepala keluarga pula, yang sejak ayah tiada dia lah pelipur laraku,sejak anjloknya harga kemiri, ayah mengidap sakit yang tak tau penyebabnya apa, ayah tiba-tiba saja tak sadarkan diri, orang-orang kampung mengatakan ayahku telah diguna-guna oleh orang pemilik Begu Ganjang [2] yang tak senang keberhasilan usaha ayahku.

            Aku sama sekali tak pernah mempercayai asumsi tersebut, karena semasa SMA, aku pernah menanyakan kepada guru biologi, kenapa orang-orang di kampungku sering terjadi  kematian secara mendadak? Jawabannya adalah karena bisa jadi itu adalah penyakit serangan jantung, yang setiap saat kapan saja bisa menyerang baik tua ataupun muda, dan tanpa kenal waktu, faktor penyebab lain bisa karena banyaknya pikiran, dan banyaknya mengkonsumsi kopi berlebihan, tepatlah kiranya, ayah yang aku kenal memang sangat gemar sekali meminum kopi Gayo langsung dari dataran tinggi Gayo kopi yang sangat melegenda, siapa yang tidak tau dengan kopi Gayo?

            Namun, lain halnya dengan ibu, dia sangat mempercayai asumsi dari masyarakat, dia tak pernah mau mendengarkan perkataanku yang ia anggap hanyalah seorang anak laki-laki kecilnya yang ia banggai.

            Rumah besar peninggalan ayah, ia jual dan tak ketinggalan kebun-kebun kemiri yang tak bisa ia kelola, lagian harganya pun tak lagi semahal dulu.

Didong adalah sebuah kesenian rakyat Gayo yang memadukan unsur tari, vokal, dan sastra. Didong dimulai sejak zaman Reje Linge XIII. Kesenian ini diperkenalkan pertama kali oleh Abdul Kadir To`et. Kesenian didong lebih digemari oleh masyarakat Takengon dan Bener Meriah.
Didong adalah sebuah kesenian rakyat Gayo yang memadukan unsur tari, vokal, dan sastra. Didong dimulai sejak zaman Reje Linge XIII. Kesenian ini diperkenalkan pertama kali oleh Abdul Kadir To`et. Kesenian didong lebih digemari oleh masyarakat Takengon dan Bener Meriah.

Semua itu dia lakukan untuk menghilangkan rasa takutnya akan kutukan Begu ganjang, yang ia rasa masih menghantui rumah ini, takut-takut akulah korban sang hantu tersebut.

            Hidup yang serba berkecukupan kini hilang sudah, nasib kami sama halnya seperti meminum air bercampurkan tembakau. Ibu hanya menjadi tukang jahit panggilan, kalaulah ada sisa-sisa baju tersebut maka di buatkan baju untuk kami.

            Satu tahun sejak ayah tiada, aku di undang kedalam pesta ulang tahun salah satu teman SMP, rumahnya langsung menghadap ke arah rumahku.

            Aku merengek sejadi-jadinya untuk dibelikkan baju baru, agar tak malu memakai baju yang itu-itu saja ke pesta ulang tahun sahabatku.

            Ibu mengiyakan saja, malam itu, aku masih ingat hujan lebat sangat deras, bercahyakan lampu Teplok, aku dan adik ku satu-satunya tidur didekat ibu yang sedang menjahit, entah baju siapa yang ia jahit hingga larut malam, biasanya tak pernah selarut itu. (Bersambung)

[1] Gegoh (sebutan di Tanah Alas) Artinya Orang Kuat dan terpandang

[2] Begu Ganjang : Hantu panjang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.