Legalitas Mutasi Oleh PLT Bupati Bener Meriah (Sebuah Kajian Pustaka)

                                                                                 Oleh Ruh Akbar

Belum lama ini di Kabupaten Bener Meriah telah melaksanakan mutasi 2 (dua) kali oleh Plt. Bupati Bener Meriah yaitu pada hari Senin Tanggal 30 Mei 2016 dan pada Hari Kamis Tanggal 2 Juni 2016. Mutasi/perombakan terjadi pada jenjang Pejabat Tinggi Pratama (beberapa Kepala SKPK /eselon II) dan pejabat admnistratur ( Eselon III dan IV). Gelombang mutasi ini juga mungkin akan terjadi lagi untuk yang ke III, IV dst untuk memenuhi hasrat dan keinginan sang Plt yang diisukan akan kembali bertarung sebagai petahana untuk priode 2017-2022 yang akan datang.

Pertanyaannya bolehkah Plt atau adakah wewenang Plt melakukan mutasi yang nota bene dengan kebijakan itu merubah semua tatanan kebijakan yang telah digariskan oleh Bupati Defenitif yang saat ini masih tersandung masalah hukum dan berhalangan sementara dengan status tersangka?

Kajian ini dibagi 2 dalam dua sisi pandang yaitu sisi legalitas pelaksanaan mutasi dan subtansi proses seleksi dan rekrutmen (ASN), yang menurut panitia memakai istilah “lelang” jabatan yang baru saja dilaksanakan.

Namun yang akan penulis bahas adalah dari aspek legalitas, atau alasan hak melakukan mutasi itu sendiri.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2008 pada pasal 132A, yang bunyinya: “Ayat (1) Pj kepala daerah atau pelaksana tugas kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 130 ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 131 ayat (4), atau yang diangkat untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah karena mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan menjadi calon kepala daerah/wakil kepala daerah, serta kepala daerah yang diangkat dari wakil kepala daerah yang menggantikan kepala daerah yang mengundurkan diri untuk mencalonkan/dicalonkan sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah dilarang:

  1.  melakukan mutasi pegawai.
  2. membatalkan perijinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perijinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya.
  3. membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya; dan,
  4. membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.

Dan ayat (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri” . Hal ini sesuai dengan arahan Menteri Dalam Negeri Tjahyo Kumolo pada Tribune News pada tanggal 6/8/2015 yang merujuk pada pasal 132 A PP no. 49 Tahun 2008 Tentang Pemberhentian, dan Pengangkatan Penjabat Kepala daerah yang berbunyi: dilarang;

melakukan mutasi pegawai;membatalkan perjanjian yang telah dikeluarkan……..dst dan membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintah dan program pembangunan pejabat sebelumnya. Ayat (2): Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan tertulis dari Mendagri.

Jadi, berdasarkan PP 49 Thn 2008, maka sudah dapat disimpulkan bahwa

  1. Kewenangan  seorang Pelaksana Tugas Kepala Daerah (Plt. Kepala Daerah) atau Pejabat Sementara Kepala Daerah (Pj. Kepala Daerah) sangatlah TERBATAS tidak seluas kewenangan Kepala Daerah Defenitif. Plt atau Pj Kepala Daerah tidak bisa sesuka ‘merombak’ Pimpinan SKPK. Plt atau Pj Kepala Daerah DILARANG melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Kebijakan yang dilakukan atau dibuat oleh Kepala Daerah sebelumnya. Larangan sebagaimana bunyi ayat (1) Pasal 132A, PP 49 thn 2008 itu, baru dapat dikecualikan apabila ada persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri), .Dikutip dari Kompasiana Randy Galib 7 Agustus 2015).

Mengenai Bupati Defenitif Kabupaten Bener Meriah Ir. Ruslan Abdul Gani yang sekarang berstatus “Tersangka”, secara hukum memiliki makna berbeda dengan terpidana atau terhukum. Ada adigium/azas Praduga Tidak Bersalah yang dikenal dengan istilah “Presumtion of Innocence” yang artinya sesoarang tidak boleh dikatakan bersalah sampai pengadilan memutuskan bersalah, berikut uraiannya: Pengerrtian Tersangka  menurut J.C.T. Simorangkir adalah seseorang yang telah disangka melakukan suatu tindak pidana dan ini masih dalam taraf pemeriksaan pendahuluan untuk dipertimbangkan apakah tersangka ini mempunyai cukup dasar untuk diperiksa di persidangan.

 

2.Menurut Darwan Prints,  Tersangka adalah seorang yang disangka, sebagai pelaku suatu delik pidana yang belumlah dapat dikatakan sebagai bersalah atau tidak. Pengertian Tersangka Menurut Kitab UU Hukum Acara Pidana yaitu seorang yang karena perbuatannnya atau keadaannya, bedasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Pengertian  Terdakwa menurut J.C.T. Simorangkir adalah seseorang yang diduga melakukan suatu tindak pidana dan ada cukup alasan untuk dilakukan pemeriksaan di muka persidangan.

Menurut KUHAP, Pengertian Terdakwa ialah seorang tersangka yang diperiksa, dituntut dan diadili dalam sidang pengadilan. Pengertian Terpidana Menurut Simorangkir adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap Pengertian Terhukum Menurut Simorangkir ialah seorang terdakwa terhadap siapa yang oleh pengadilan telah dibuktikan kesalahannya melakukan tindak pidana yang dituduhkan kepadanya dan karena ia dijatuhi hukuman yang ditetapkan untuk tindak pidana tersebut.

 

3.Wewenang seorang pejabat publik ada dua macam: 1) bersifat atributif (orisinil), yakni wewenang yang diberikan secara langsung oleh peraturan perundang-undangan; dan 2) bersifat non-atributif (non-orisinil), yakni wewenang yang diperoleh karena pelimpahan wewenang dari pejabat lain. Dalam hal yang ke-2) ini, pelimpahan wewenang dibedakan menjadi dua macam pula yaitu mandat dan delegasi.

Pelimpahan wewenang secara mandat bermakna bahwa yang beralih hanya sebagian wewenang saja. Oleh karenanya peranggungjawaban tetap pada mandantaris. Sedang dalam pelimpahan wewenang secara delegasi, maka yang beralih adalah seluruh wewenang dari delegans. Oleh karenanya yang bertanggungjawab sepenuhnya adalah delegataris.

4.Kesimpulan.

  1. Berdasarkan PP no 49 tahun 2008 maka Plt Bupati dilarang melakukan mutasi, jika dilakukan berarti melanggar peraturan.
  2. .Berdasarkan asas Praduga tidak bersalah, kebijakan Plt melakukan mutasi masih terlalu prematur, dan cacat hukum, karena belum ada keputusan pengadilan yang memutuskan bersalah.

 

Penulis : Salah seorang PNS di Bener Meriah

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.