Tambang Ilegal Di Linge: Dampak Dan Solusi Dalam Islam

Doc. Fadilah Rahmi. Pribadi

Oleh: Fadilah Rahmi, S.Pd*

Masyarakat kembali diresahkan dengan adanya tambang ilegal di Kecamatan Linge, Aceh Tengah. Sebelumnya tambang ilegal ini telah ada di daerah Lumut dan kini sudah ramai di daerah Gerpa.

Dilansir dari Lintasgayo.com (8/3/25), Aktivitas Tambang Ilegal ternyata masih beroperasi, puluhan alat berat Excavator ternyata masih leluasa menambang emas di linge, Sabtu (08/03/2025).

Padahal, Polres Aceh Tengah sempat mendatangi lokasi tambang ilegal itu beberapa waktu lalu, meski tanpa hasil apapun.
Aktivitas pertambangan ini terekam kamera di aliran sungai Jambo Aye, Kecamatan Linge Kabupaten Aceh Tengah.

Seorang sumber terpercaya yang tidak ingin disebutkan namanya kepada lintasgayo.com mengatakan, ada 21 alat berat excavator yang beroperasi menambang ilegal di daerah itu, serta ratusan pekerja dari dalam dan luar daerah.
Lebih lanjut ia mengatakan, setiap harinya para penambang ilegal itu berhasil mendulang 20-30 gram emas.

Dampak Tambang Ilegal

Kemunculan tambang ilegal ini tentu sangat beresiko bagi para pekerja dan juga masyarakat serta lingkungan, pasalnya aktivitas penambangan dapat menimbulkan longsor, banjir, rusaknya hutan dan keruhnya air sungai.

Sebab, jangankan tambang ilegal tambang legal yang dikelola negara atau perusahaan swasta saja nyatanya menimbulkan banyak kerusakan.

Dilansir dari dialeksis.com (18/3/25), Sertalia, tokoh muda Gayo yang juga putra asli Linge, mendesak Kepolisian Daerah (Polda) Aceh untuk segera mengambil tindakan tegas atas maraknya tambang ilegal di Kecamatan Linge, Aceh Tengah.

Mantan Ketua KIP Aceh Tengah ini mengaku sudah kehilangan kepercayaan terhadap Kepolisian Resor (Polres) Aceh Tengah dalam menangani kasus tambang ilegal.

“Saya pesimis Polres Aceh Tengah mampu membasmi tambang ilegal di Linge. Mereka sudah pernah melakukan sidak, namun hasilnya nol besar. Apakah mereka benar-benar tidak tahu atau justru ada yang bermain di belakang layar,” tanya Sertalia.

Ia juga menuturkan aktivitas tambang ilegal di Linge tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah. Namun, juga tidak memberikan manfaat bagi masyarakat maupun daerah.

Selain itu sebelum melakukan aktivitas penambangan ada beberapa hal yang harus diperhatikan seperti mengetahui sumber daya alam tersebut menghasilkan deposit yang banyak atau sedikit, untuk mengetahui apakah SDA tersebut dapat dikelola oleh individu atau negara.

Kemudian melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), untuk mengetahui dampak lingkungan yang dapat ditimbulkan dari aktivitas tersebut.

Aktivitas tambang juga harus memperhatikan standar keselamatan para pekerja dan masyarakat sekitar, karena banyak aktivitas penambangan yang mengakibatkan longsor banyak menelan korban jiwa.

Juga merencanakan untuk melakukan reklamasi dan rehabilitasi lahan setelah penambangan, karena faktanya dibeberapa daerah yang walaupun tambang tersebut dikelola negara namun tidak dilakukan reklamasi, sehingga merusak lingkungan serta menimbulkan genangan air yang mengancam nyawa masyarakat sekitar terutama anak-anak hingga menelan korban jiwa. Dan beberapa hal lainnya yang harus diperhatikan.

Lambatnya penanganan penambangan ilegal di daerah Linge memang wajar saja terjadi karena negara ini menerapkan sistem Kapitalisme, yang tidak bertindak tegas terhadap penguasaan SDA oleh pihak-pihak tertentu.

Pengaturan Kepemilikan Dalam Islam

Islam sebagai agama yang sempurna mengatur segala urusan masyarakat termasuk dalam hal kepemilikan SDA, dalam hal ini termasuk kepemilikan dan pengelolaan tambang.

Syaik ‘Abdul Qadim Zallum dalam kitabnya Al-Amwal fii Daulah al-Khilafah, halaman 54 menjelaskan konsep kepemimpinan dari pengelolaan tambang berkaitan dengan konsep kepemilikan yaitu pertama, kepemilikan individu yakni harta tambang yang jumlahnya sedikit.

Kedua, milik umum (milkiyyah ‘ammah) yakni harta tambang yang depositnya melimpah. Ketiga, yakni SDA yang dikonservasi (himma) yang diperuntukkan bagi kebutuhan negara untuk menjaga fungsi ekologi lingkungan.

Dengan aturan ini negara Islam akan mengatur pengelolaan tambang dan memetakan wilayah tambang, dimana banyak sedikitnya hasil tambang ditentukan oleh para ahli.

Pengelolaan SDA dalam Islam

Berdasarkan aturan kepemilikan tersebut maka jelas jika tambang emas di daerah tersebut memiliki kandungan yang sedikit – setelah ditentukan oleh ahli – maka tambang tersebut boleh dimiliki atau dikelola oleh individu masyarakat, dengan tetap dilakukan pengawasan secara berkala oleh negara untuk memastikan aktivitas penambangan sesuai prosedur yang tidak membahayakan pekerjaan, masyarakat sekitar ataupun merusak lingkungan, hal ini biasanya pada tambang galian tipe C yang depositnya sedikit.

Sedangkan kekayaan alam seperti barang tambang, minyak bumi, laut, hutan, air, sungai, jalan umum yang jumlahnya banyak dan dibutuhkan masyarakat merupakan harta milik umum.

Sebagaimana hadis Rasulullah saw, “Kaum Muslim berserikat dalam Tigal hal, yaitu air, Padang rumput, dan api.” (HR Abu Dawud).

Sehingga SDA tersebut tidak boleh dimiliki oleh individu, swasta, apalagi pihak asing. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Dari Abyad bin Hammal, ia mendatangi Rasulullah saw. dan meminta beliau saw. agar memberikan tambang garam kepadanya. Nabi saw. pun memberikan tambang itu kepadanya.

Ketika Abyad bin Hamal ra. telah pergi, ada seorang lelaki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepadanya?

Sesungguhnya, Anda telah memberikan kepadanya sesuatu yang seperti air mengalir (al-maa’ al-‘idd).” Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah saw. mencabut kembali pemberian tambang garam itu darinya (Abyad bin Hammal).” (HR Abu Dawud dan At-Timidzi)

Berdasarkan hadis tersebut maka tambang yang hasilnya diibaratkan seperti air mengalir haram dimiliki oleh individu dan merupakan harta milik umum.

Pengelolaan harta milik umum dapat dilakukan dengan dua cara, pertama, masyarakat dapat memanfaatkan secara langsung seperti air, jalan umum, laut, sungai dan lain sebagainya. Dalam tetap adanya peran negara dalam pengawasannya agar tidak menimbulkan mudarat bagi masyarakat.

Sementara itu SDA yang membutuhkan keahlian, teknologi dan biaya besar seperti tambang emas tersebut. Negara wajib mengelola tambang tersebut dan hasilnya didistribusikan untuk kemaslahatan masyarakat, yang hasilnya dimasukkan dalam kas Baitul Mal, dimana pendistribusiannya dalam bentuk pembiayaan operasional tambang seperti membayar tenaga kerja.

Kemudian dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk fasilitas umum, pendidikan gratis, fasilitas kesehatan gratis, listrik dan air yang murah bahkan gratis, juga dapat digunakan untuk anggaran kantor-kantor pemerintah, gaji pegawai pemerintah dan lain-lain.

Yang perlu digarisbawahi adalah dalam negara Islam tambang bukanlah sumber pemasukkan utama negara. Dikutip dari kitab Sistem Ekonomi Islam karya Syaik Taqiyuddin an-Nabhani, selain SDA sumber pendapatan negara Islam atau Khilafah diantaranya Anfal dan ganimah, yaitu segala sesuatu yang dikuasai oleh kaum muslim dari harta orang kafir melalui peperangan di medan perang.

Harta fai, merupakan segala sesuatu yang dikuasai oleh kaum muslim dari harta orang kafir (harbi) dengan tanpa pengerahan pasukan juga tanpa kesulitan serta tanpa melakukan peperangan.

Harta khumus adalah 1/5 bagian yang diambil dari ganimah. Kharaj, merupakan hak kaum Muslim atas tanah yang diperoleh dan menjadi bagian ganimah dari orang kafir, baik melalui peperangan maupun perjanjian damai.

Lalu harta jizyah, hak yang Allah berikan kepada kaum Muslim dari kaum kafir sebagai tanda tunduknya mereka kepada Islam. Lalu, harta usyur merupakan hak muslim yang diambil dari harta dan perdagangan ahli zimi dan penduduk dar harbi yang melewati perbatasan negara Islam.

Selanjutnya, harta tidak sah dari penguasa dan pegawai negara, harta hasil kerja yang tidak diizinkan syarak, serta harta yang diperoleh dari hasil tindakan curang lainnya (harta ghulul), adalah harta yang diperoleh oleh para wali, amil, dan para pegawai negara dengan cara yang tidak syar’i.

Harta ini haram dan bukan miliknya sehingga mereka wajib mengembalikan harta itu kepada pemiliknya jika diketahui. Namun jika tidak diketahui, harta itu disita dan diserahkan kepada baitul mal. Lalu harta orang-orang murtad.

Jadi, jika aktivitas tambang tersebut menimbulkan banyak kemudharatan seperti menimbulkan kerusakan lingkungan bahkan mengancam nyawa, maka walaupun deposit tambangnya melimpah aktivitas penambangan tidak akan dilakukan.

Karena sumber pendapatan utama negara bukan dari hasil tambang tersebut. Berdasarkan hal tersebut jelaslah bahwa pengelolaan tambang dalam Islam merupakan solusi bagi masalah tambang yang ada di daerah Linge.

Hal seperti ini tentu tidak dapat kita harapkan di negara yang masih menerapkan sistem Kapitalisme. Hanya dengan menerapkan aturan Islamlah hal tersebut dapat terealisasikan.

Terlebih di daerah Aceh ini yang menjunjung tinggi syariat Islam, maka tambang yang harusnya milik umum tidak boleh dikuasai oleh segelintir orang Wallahu a’lam bishawab.

*Penulis adalah Aktivis Perempuan di Aceh Tengah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.