Refleksi Qurban dalam Konteks Pemilukada Gayo

Oleh Sabela Gayo*

Memilih pemimpin yang baik dan berkarakter adalah suatu pekerjaan sulit karena diperlukan ilmu dan pengetahuan untuk menentukan mana pemimpin yang baik atau tidak dan mana pemimpin yang berkarakter atau tidak. Tanpa adanya ilmu maka masyarakat umum akan sangat kesulitan untuk menentukan pilihannya pada pemilukada di Gayo (Red; Bener Meriah, Aceh Tengah dan Gayo Lues). Sehingga ketika kondisi demikian terjadi maka yang akan dominan mempengaruhi hak pilih masyarakat adalah politik uang (money politics), politik primordial (kedekatan secara kedaerahan) dan politik kekerasan (melakukan ancaman dan tekanan kepada masyarakat baik secara fisik maupun psikis dilakukan secara langsung maupun terang-terangan). Ketiga macam pendekatan/politik diatas, masih dominan dijadikan alat oleh beberapa kelompok haus kekuasaan untuk memuluskan niat dan rencananya berkuasa agar bisa leluasa ”menjarah” kekayaan rakyat demi semata-mata untuk kepentingan pribadi, keluarga dan kelompoknya.

Hari raya qurban yang akan jatuh pada setiap tanggal 14 Dzulhijjah seharusnya dijadikan media bagi semua pihak baik para calon bupati/walikota/gubernur yang akan ”bertarung” pada pemilukada Aceh yang akan datang maupun oleh masyarakat sendiri sebagai alat untuk menginstropeksi diri terkait dengan proses perjalanan pemilukada itu. Pemilukada sebenarnya hanyalah sarana untuk memilih pemimpin agar dapat memimpin satu daerah (kab/kota/propinsi/negara) untuk masa 5 tahun ke depan. Pemilukada adalah salah satu pintu dari sekian banyak pintu yang tersedia dalam mengbadikan diri bagi kepentingan umat dan kemajuan daerah. Pemilukada tidak lantas dijadikan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan agar dapat terus memimpin dengan cara menghalalkan segala cara tanpa memperdulikan etika dan moralitas.

Islam sangat menaruh perhatian yang besar terhadap isu etika dan moralitas sehingga dikenal adanya adab/sopan santun terhadap orang tua, lingkungan dan masyarakat. Etika dan moralitas juga merupakan ”hukum” yang tertinggi bagi suatu komunitas masyarakat yang beradab (civilized people). Hari raya qurban haruslah dijadikan sebagai alat refleksi sosial terhadap kondisi keumatan yang terjadi hari ini, ditengah-tengah merosotnya etika dan moralitas masyarakat yang mengaku sebagai masyarakat yang beradat dan berbudaya tinggi, merupakan suatu sinyal bahwa selama ini, ada sesuatu yang ”salah”/”keliru” dalam proses transformasi nilai-nilai etika dan moral didalam lingkungan masyarakat tersebut.

Secara etimologi Qurban berasal dari bahasa Arab yaitu asal kata ”Qurbah” yang artinya ”mendekatkan diri kepada Allah SWT”. Qurban jangan hanya dipandang sebagai suatu proses membeli hewan qurban (Sapi, Kambing atau Kerbau) dalam bentuk fisik tetapi juga qurban harus dimaknai sebagai suatu proses penyerahan diri kepada Allah secara totalitas baik fisik maupun kejiwaan, dengan hanya mengakui bahwa Allah SWT adalah satu-satunya Dzat yang berkuasa atas langit dan bumi serta segala isinya. Proses penyerahan diri tersebut merupakan suatu bentuk pengakuan yang nyata dan akan lebih mendekatkan diri kepada sang Khalik.

Qurban merupakan proses pembebasan manusia dari ketertindasan baik ketertindasan secara sosial, ekonomi, politik, budaya dan pendidikan. Setidaknya ada 2 (dua) dimensi yang dikandung oleh hari raya Qurban (Idul Adha) yaitu: Keyakinan atas ke-Esa-an Allah SWT dan praktik sosial-kemasyarakatan. Agama islam diturunkan sebagai risalah yang bertujuan untuk memperbaiki tatanan sosial-kemasyarakat manusia yang belum tertata rapi dan harmoni. Pada masa pemerintahan Jahiliyah di Mekkah dahulu kala, Pemerintahan mereka dipegang oleh orang-orang kaya saja, dimana sangat terasa jurang perbedaan sosial antara si kaya dan si miskin. Kehidupan para pejabatnya bergelimang dengan kekayaan dan mereka hanya memikirkan kepentingan pribadi dan kelompoknya saja. Masyarakat miskin terus hidup susah dan ditindas oleh penguasa yang tiran dan diktator. Hal ini sama seperti realitas yang terjadi di Aceh Tengah hari ini, Pemerintah Daerah hanya mementingkan kepentingan diri mereka sendiri tanpa mau memikirkan nasib rakyat di kampung-kampung yang hidup susah. Bupati dan para kepala dinasnya terus hidup dengan bergelimangan harta dari hasil bagi-bagi uang fee proyek, mark-up biaya operasional kantor, manipulasi biaya perjalanan dinas, pengunaan aset negara untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya, manipulasi anggaran dan pelaksanaan proyek pemerintah, dan menghambur-hamburkan anggaran negara untuk memperkaya diri sendiri dengan cara menganggarkan biaya rutin dan belanja pegawai lebih besar dari biaya belanja pembangunan untuk kepentingan publik. Kondisi yang terjadi di Gayo (red; Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues) hari ini sama dengan kondisi yang pernah terjadi di Mekkah 1000 tahun yang lalu. Dimana kelompok penguasa terus menumpuk harta kekayaan melalui kebijakan-kebijakan anggaran yang tidak adil dan masyarakat tetap berada dalam keadaan miskin, susah dan tertindas dari satu Bupati ke Bupati yang lain. Lapangan kerja sangat susah dicari di Aceh Tengah, Pelayanan kesehatan yang baik sangat langka di Aceh Tengah, Pendidikan yang berkualitas sangat sulit dicari di Aceh Tengah, Apakah masyarakat tetap ingin berada dalam situasi ketertindasan itu atau tidak? Semuanya kembali terpulang kepada masyarakat itu sendiri, dan Pemilukada adalah jalan satu-satunya yang sangat konstitusional dan demokratis untuk melakukan perubahan kondisi tersebut diatas ke arah yang lebih baik lagi.

Gerakan perubahan menuju ke arah yang lebih baik, pasti akan memperoleh tantangan dari kelompok penguasa tiran dan diktator yang sudah diuntungkan dengan kondisi hari ini. Hal ini juga terjadi di awal ketika Islam hadir di Mekkah. Islam lahir sebagai sebuah gerakan yang sangat menentang perbudakan karena hal itu sangat menginjak-injak dan  merendahkan nilai-nilai kemanusiaan. Pada masa itu, kaum Quraisy telah menjadikan perbudakan sebagai suatu hal yang wajar dan lazim berlaku, sehingga ketika Islam hadir dan menentang perbudakan dan penindasan, ia mendapat tantangan yang luar biasa dan dimusuhi oleh semua kaum Quraisy. Sebagai contoh nyata di Aceh Tengah, ketika Calon bupati yang berkarakter berusaha untuk tampil memimpin di Aceh Tengah, baliho dan spanduknya dirusak, dibakar dan dihancurkan oleh orang-orang yang jahil dan memusuhi agenda-agenda perubahan dan perbaikan Aceh Tengah. Pribadinya dijelek-jelekkan dan fitnah disebarluaskan ke masyarakat dengan tujuan agar masyarakat jangan sampai memilih calon bupati yang berkarakter tersebut. Hari raya Qurban (Idul Adha) tidak hanya dimaknai sebagai media kepasrahan totalitas kepada Allah SWT tetapi juga dapat dijadikan sebagai momentum perubahan untuk mengangkat harkat, martabat dan derajat manusia ke tingkat yang lebih baik lagi, membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan, kemunafikan dan kesengsaraan dan memeratakan kekayaan daerah/negara agar dapat dinikmati oleh semua kalangan masyarakat.

Seperti disampaikan diatas sebelumnya bahwa memilih pemimpin yang berkarakter adalah pekerjaan yang sangat sulit karena dibutuhkan ilmu dan pengalaman yang cukup untuk menentukan mana yang berkarakter atau tidak. Tapi setidak-tidaknya masyarakat bisa belajar mengenalinya dengan menggunakan pendekatan-pendekatan sosial seperti keturunan, social track record (latar belakang sosial), pendidikan, pengalaman pekerjaan, wawasan berpikir, Kemanapanan ekonomi dan kepedulian sosial terhadap permasalahan keumatan yang terjadi disekelilingnya. Beberapa Pendekatan tersebut dapat digunakan sebagai indikator awal dalam menentukan seseorang berkarakter/tidak. Yang paling penting dijadikan sebagai acuan utama dalam menentukan pemimpin yang berkarater itu sebenarnya adalah garis keturunan dan latar belakang sosialnya (social track record) walaupun hal tersebut tidak berlaku secara absolut tetapi setidak-tidaknya memberikan sebuah gambaran yang jelas dan adanya satu jaminan sosial (social guarantee) bahwa pemimpin tersebut akan bertindak sesuai dengan karakter yang dimiliki oleh keturunan sebelumnya.

Di negara-negara maju sekalipun seperti Amerika Serikat, faktor keturunan dan social track record tersebut menjadi acuan utama para pemilih di Amerika Serikat dalam menentukan anggota parlemen, senator, gubernur atau presiden. Contohnya keturunan keluarga John F. Kennedy, masyarakat Amerika Serikat khususnya para pendukung John F. Kennedy sudah terlanjur memandang bahwa John F. Kennedy adalah orang yang bersih, jujur, amanah, berdedikasi, dan sungguh-sungguh berjuang demi kepentingan rakyat dan negara Amerika Serikat. Sehingga keluarga besar Kennedy seperti abang, kakak, sepupu dan lainnya menempati posisi sosial yang tinggi di dalam masyarakat dan selalu memenangi pemilihan gubernur/wakil rakyat/senator di beberapa negara bagian di Amerika Serikat. Hal disebabkan karena masyarakat menganggap bahwa jika keluarga Kennedy yang dipilih sebagai pemimpin maka akan ada suatu jaminan sosial (social guarantee) bagi masyarakat bahwa mereka akan berbuat yang terbaik bagi masyarakat dan negara bagiannya jika terpilih menjadi wakil rakyat/senator/gubernur dengan menjadikan faktor keturunan dan social track record sebagai faktor utama dalam menentukan pilihannya pada setiap pemilu baik pemilu negara bagian maupun pemilu federal.

Demikian juga halnya dengan kondisi di Gayo, setidak-tidaknya masyarakat menjadikan faktor keturunan dan rekam jejak sosial (social track record) seorang calon bupati sebagai salah satu pedoman untuk memilih seorang pemimpin yang berkarakter dan akan mengangkat harkat dan martabat rakyat Gayo khususnya di Bener Meriah, Aceh Tengah dan Gayo Lues. Menggunakan faktor keturunan dan social track record seorang pemimpin dalam mencari dan menentukan pemimpin yang berkarakter dilakukan ditengah-tengah proses transformasi dan perubahan sistem ke arah yang baik yaitu memperkuat pengetahuan masyarakat dan perbaikan kebijakan agar pemilukada yang akan datang lebih berkualitas dan masyarakat dapat lebih berpikir rasional-objektif daripada irrasional-subjektif.

Pemilukada merupakan langkah awal yang sangat penting dan strategis dalam mencari seorang pemimpin yang berkarakter, berwibawa, dan visioner dalam membawa Tanoh Gayo (red; Bener Meriah, Aceh Tengah dan Gayo Lues) menjadi daerah yang maju dan berkembang. Jika masyarakat salah dalam menentukan pilihannya selama masa 5 menit di dalam bilik suara Pemilukada Gayo nanti maka semua elemen termasuk pemilih itu sendiri akan merasa rugi untuk masa 5 tahun ke depan. Masyarakat jangan hanya menggunakan rasa patriotisme sempit seperti loyalitas partai, kedekatan emosional, kedekatan pribadi dan hubungan kesukuan dalam memilih seorang pemimpin tetapi juga melihat dari faktor keturunan dan rekam jejak sosial (social track record) individu/pribadi si calon yang bersangkutan.

Faktor keturunan yang dimaksud disini ialah, dari mana ia berasal, dan siapa orangtuanya. Seperti disebutkan diatas, di Amerika Serikat saja masyarakat masih menjadikan faktor keturunan sebagai salah satu faktor utama dalam menentukan pilihannya karena adanya social guarantee yang diberikan. Sehingga pada setiap Pemilukada, keluarga John F. Kennedy selalu memenangi pemilu baik gubernur, senator maupun wakil rakyat di kongres. Begitu juga halnya dengan di Gayo sendiri, khususnya Pemilukada di Aceh Tengah, perlu diteliti dan dilihat secara lebih jernih dan mendalam siapa sebenarnya dari para calon bupati tersebut yang memiliki garis keturunan orang baik-baik dan sudah teruji dan terbukti perjuangan dan baktinya orangtuanya bagi kepentingan semua rakyat Gayo. Dan begitu juga dengan Pemilukada di Bener Meriah, siapa orangnya dari para calon bupati disana yang merupakan keturunan orang yang baik-baik dan siapa yang bukan. Karena ibarat kata pepatah ”buah nangka tidak akan jatuh jauh dari pohonnnya” artinya bahwa seseorang yang memiliki garis keturunan orang tua yang baik dan sudah teruji serta terbukti sumbangsih perjuangannya bagi rakyat Gayo maka jka ia terpilih sebagai pemimpin (bupati/walikota/gubernur) maka ia akan cenderung berbuat lebih baik sebagaimana yang pernah ditunjukkan oleh orangtuanya dahulu.

Rekam jejak sosial (Social track record) yang harus dijadikan patokan oleh masyarakat dalam memilih seorang pemimpin yang berkarakter misalnya; Jika seorang calon Bupati adalah orang yang sudah pernah menjabat (incumbent) kemudian mencalonkan diri kembali sebagai Bupati maka dapat dilihat dari rekam jejaknya selama 5 tahun terakhir, Apa yang telah diperbuatnya sebagai Bupati khususnya bagi kelompok petani sektor swasta. Apakah ada pencapaian yang luar biasa yang dihasilkannya selama ia memimpin sebagai Bupati? Atau hanya sekedar kegiatan rutinitas belaka seperti membuka acara seminar/pelatihan, melantik dan mutasi pejabat baru dilingkungannya, dan menandatanganii proposal bantuan/surat-surat rutin kedinasan belaka. Kalau hanya sebatas kegiatan rutinitas belaka maka orang lain pun nanti yang jadi Bupati pasti akan dapat melakukan hal yang sama seperti yang ia lakukan karena sistem kerja dan administrasi serta perangkatnya sudah ada. Tetapi Bupati ke depan yang akan dipilih oleh masyarakat seharusnya tidak hanya sebatas melakukan kegiatan rutinitas belaka melainkan harus mampu menerapkan program-program baru dan berorientasi industri dan peningkatan ekonomi masyarakat. Dan masyarakat perlu melihat calon-calon Bupati lainnya yang sudah memiliki rekam jejak baik seperti pengalaman tinggal di luar negeri dalam kurun waktu yang lama. Karena orang yang sudah lama tinggal di luar negeri dalam kurun waktu yang lama tentu memiliki wawasan berpikir dan pandangan yang luas dalam membangun daerahnya. Karena ia sudah memiliki alat pembanding antara situasi masyarakat dan pembangunan di daerahnya dengan di daerah lain. Ibarat kata pepatah ”banyak berjalan maka banyak yang dilihat, semakin jauh berjalan maka akan semakin banyak pengalaman”. Sekali lagi, Jangankan bagi masyarakat umum, kaum yang terdidik saja masih kesulitan dalam menentukan seorang pemimpin itu berkarakter atau tidak. Tapi yang jelas, pemimpin yang berkarakter dalah pemimpin yang mempunyai jiwa perubahan, visioner, terdidik, mempunyai faktor keturunan yang baik dan rekam jejak sosial yang baik pula. Salah satu cara yang paling efektif dan dapat digunakan oleh masyarakat dalam menentukan seorang pemimpin itu berkarakter atau tidak, ditengah-tengah minimnya akses informasi dan tingkat pengetahuan masyarakat pada umumnya di kawasaan pedesaan di Bener Meriah, Aceh Tengah dan Gayo Lues adalah dengan cara bertanya atau berdiskusi dengan orang yang sudah tahu/ahlinya. Bertanya kepada ahlinya merupakan langkah yang cerdas yang dapat ditempuh oleh masyarakat dalam mencari, menemukan dan menentukan pemimpin yang berkarakter dalam pemilukada Gayo yang akan datang, demi terangkatnya marwah, harkat dan martabat rakyat Gayo ke arah yang lebih baik lagi. Amiin amiin yaa rabbal alamiin.

*Mahasiswa Program Ph.D in Law of Northern University of Malaysia (Universiti Utara Malaysia) dan Wali World Gayonese Association (WGA).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.