Belum lama ini Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Gajah Putih Takengon mewisuda lebih dari 300 (tiga ratus) alumni, demikian juga dengan IAIN dan Unsyiah serta Perguruan Tinggi Swasta lainnya. Pertanyaan selalu muncul di benak kita sebagai pelaksanan dan pemerhati pendidikan, kemana nanti mereka ini . Apakah semua mereka akan menjadi Pegawai Negeri, pegawai Swasta atau kemana mereka nanti akan mengabdikan diri ?
Kegelisahan ini beralasan bila kita melihat lapangan kerja yang tersedia, sekolah dengan kebutuhan guru yang hampir mencukupi, bahkan sebagiannya ada yang sudah melebihi, kantor-kantor pada saat sekarang ini mengadakan jeda dari penerimaan pegawai negeri. Di sisi lain masyarakat masih menetapkan pilihan masa depan untuk menjadi abdi Negara.
Aceh TV melalui acara Keberni Gayo, yang live setiap jum’at jam 20.00 sampai dengan 21.00 WIB dengan narasumber Drs. Mahadi Bahtera, M.Si (Pelaksana dan Pemerhati Pendidikan), membahas panjang lebar tentang kegelisahan ini guna untuk mencari solusi dan pemecahan yang dihadapi.
Orang tua, mereka yang menyekolahkan anaknya mulai dari jenjang paling rendah sampai pada Perguruan Tinggi, sudah bercita-cita agar satu saat anaknya dapat menjadi Pegawai di salah satu Kantor ataupun sekolah. Mereka merasa gagal dalam pendidikan anaknya jika setelah tamat tidak menjadi pegawai di salah satu kantor, di sisi lain sebagaimana telah disebutkan penerimaan sangat terbatas. Orang tua juga berupaya memasukkan anaknya ke sekolah atau tempat kuliah yang menurut mereka mudah mendapat lapangan kerja, dengan mengabaikan pertimbangan banyaknya sudah alumni yang tamat dari tempat kuliah tersebut.
Anak, yang sekolah atau yang sedang duduk di bangku kuliah juga bercita-cita sama dengan orang tua, mereka membuat target. Bila tamat kuliah nanti akan menjadi Pegawai Negeri dan dengan jalan apapun akan diusahakan, mereka tidak lagi mengandalkan kemampuan yang mereka miliki, karena mereka melihat bahwa orang-orang yang telah duduk juga tidak mempunyai kemampuan yang lebih, sehingga dalam penanganan pekerjaan tidak memberi kamajuan yang berarti . Dan dalam penyusunan program setiap tahunnya hanya merupakan copy paste dari tahun sebelumnya.
Lembaga Pendidikan, Hampir tidak ada lagi sebuah lembaga pendidikan yang memiliki standar keunggulan sesuai dengan cita-cita dari pendidikan itu sendiri. Anak didik tidak lagi takut untuk tidak lulus ketika UN/UAN berlangsung, karena sudah menjadi pengetahuan bersama nanti ketika UN/UAN berlangsung guru-guru atau pengawas ujian akan memberi tahu jawaban dari soal yang dibuat. Menurut Pak Mahadi yang juga Mahasiswa Program Doktor Fakultas Ekonomi Unsyiah ini, sekolah-sekolah akan merasa malu bila ada siswa mereka yang tidak lulus dalam ujian, sehingga untuk mencapai itu memerintahkan para guru untuk terlibat aktif dalam ujian, Dinas Pendidikan atau Kemenag merasa wibawa mereka jatuh bila masih ada sekolah yang banyak muridnya tidak lulus, karena itu mereka memerintahkan kepala sekolah untuk berusaha membantu kelancaran ujian demi kelulusan sesuai dengan target, buka sesuai dengan kemampuan.
Perguruan Tinggi juga tidak jauh berbeda dengan lembaga pendidikan lain, mereka berupaya bagaimana caranya supaya jumlah mahasiswa yang kuliah bisa banyak, nilai yang diberikan di atas kemampuan yang dimiliki. Karena lembaga pendidikan juga mengejar target bahwa setiap alumni dari perguruan tinggi yang dihasilkan baru bisa testing menjadi Pegawai Negeri atau lembaga swasta dengan nilai komulatif di atas tiga, karena juga standar kemampuan seseorang masih diukur dengan nilai yang diberikan lembaga pendidikan.
Sudah seharusnya kita mengetahui ada empat hal yang diperlukan dalam lembaga pendidikan bila dihubungkan dengan proses pembelajaran guna melahirkan kemandirian tamatannya.
Pertama pengetahuan, pengetahun bisa didapat melalui lembaga pendidikan formal, informal dan non formal. Namun secara umum masyarakat berpendapat bahwa lembaga formal masih lebih efektip digunakan untuk menimba ilmu. Dengan ilmu orang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, mereka mampu berbicara secara runtut, sistematis dan logis, sehingga mereka yakin dengan kebenaran yang disampaikan, dan dapat dijadikan panduan dalam kehidupan. Namun terkadang kita tidak menyadari bahwa pengetahuan dalam makna teoritis mempunyai prosentase 40.
Kedua Skil, Skil adalah kemampuan berbuat yang didapat melalui latihan dan praktek. Ilmu yang didapat hanya berupa ide yang tidak aplikatif bila tidak dibaringi oleh skil. sehingga menurut penuturan nara sumber bila di prosentasekan skil ini sebanyak 60 prosen.
Bila kita melihat lembaga pendidikan yang ada, maka kita masih melihat bahwa apa yang diharapkan sesuai dengan yang telah disebutkan belumlah tercapai. Dan untuk mengatasi problema kemajuan zaman dengan terbatasnya lapangan kerja pada saat ini, sudah seharusnya kita melangkah kembali kepada tujuan dan cita-cita dari pendidikan tersebut, yaitu mensejahterakan.
Ketiga Karakter, ilmu yang banyak didapat di bangku sekolah dan lembaga pendidikan tinggi. Alumni mampu mengaplikasikan ilmunya dalam keseharian, semua tidak mempunyai arti apabila tidak memiliki karakter. Dalam bahasa agama karakter ini disebut dengan akhlak dan dalam bahasa keseharian sering diungkapkan dengan moral atau budi pekerti. Banyak orang berpendapat bahwa terjadinya carut-marut, korupsi, nepotisme dan kolusi pada saat ini adalah disebabkan karena hilangnya moral, karena itulah mungkin Nabi mengatakan “ Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq”
Keempat komitmen, ketika melakukan sesuatu pekerjaan mereka mempunyai keinginan sukses, tidak pernah melakukan pekerjaan setengah hati, bahkan mempunyai target selalu lebih baik.
Ahir dari pembahasan pada acara dialog interaktif ini adalah tentang Pasar, pasar yang dimaksudkan adalah pengguna atau juga lembaga yang menyediakan lapangan kerja. Untuk hal ini juga menurut narasumber basih memerlukan kajian lebih mendalam, dimana kita masih banyak melihat mereka yang ditempatkan di kantor-kator tidak sesuai dengan skil atau keahlian yang dimiliki, mereka yang alumni teknik mesin ditempatkan di keuangan, alumni akuntansi ditempatkan pada bagian umum untuk menyelesaikan surat-surat, demikian juga alumni-alumni yang lain. Masih ada anggapan bahwa semua orang bisa mengerjakan semua, dan ada juga yang sesuai bidangnya tidak mampu berbuat.
Sudah menjadi keharusan dalam membangun bangsa, akan adanya koordinasi antara lembaga pendidikan dan lembaga pemerintah, terhadap jurusan dan prodi yang harus dibuka dan kemungkinan juga harus ada jurusan dan prodi yang harus ditutup. Kalau ini tidak dilakukan maka akan terjadi pengangguran, dan juga di sisi lain akan terjadi kekosongan berdasarkan kebutuhan karena tidak tersedianya alumni. Pemerintah dan Perguruan Tinggi harus memberi tahu kepada masyarakat terhadap keahlian apa yang dibutuhkan lima tahun kedepan.
Perguruan Tinggi harus menghasilkan alumni dengan empat kreteria seperti yang telah disebutkan, karena menurut narasumber. Sarjana yang mampu menciptakan lapangan kerja akan menghilangkan pengangguran, semakin banyak lapangan kerja yang tersedia maka kebutuhan terhadap lapangan kerja semakin sedikit sehingga daya tawar dan nilai jual tenaga kerja akan menjadi mahal. Negara yang banyak menerima lapangan kerja bukanlah berarti Negara kaya tetapi lebih kepada Negara yang kekurangan tenaga kerja. (Drs. Jamhuri, MA/03)