Oleh: Iwan Rantow*
SENIN, 15 Oktober 2012 bertepatan pukul 10:00 WIB Didong Gayo kembali diguncangkan oleh anak-anak dari Komunitas Seni Kuflet. Mereka mengguncangkan acara Pekan Apresiasi Teater (PAT) Jurusan Teater ISI Padangpanjang. Kolaborasi didong seperti ini tidak hanya kali ini diguncangkan oleh komunitas Seni Kuflet Padangpanjang, sebelumnya juga sudah pernah dimainkan bersama musisi Aceh yang terkenal di Aceh yaitu Rafli dalam rangka Dies Natalis ISI Padangpanjang.
Didong kali ini berkolaburasi dengan Penyair nasional Sulaiman Juned S.Sn,M.Sn. Kegiatan tersebut dalam pembukaan Pekan Apresiasi Teater (PAT). Panggung yang sederhana berseragam hitam dihiasi dengan warna kuning, hijau, putih, merah, dengan ukiran kerawang yang begitu indah dari Gayo.
Didong adalah salah satu kesenian dari dataran Tinggi Tanoh Gayo. Acara Didong biasa diadakan untuk menghibur acara pesta atau hari-hari besar dan hari-hari tertentu. Didong di dataran tinggi Gayo biasanya dimulai dari pukul 21:00 WIB sampai dengan subuh keesokan harinya. Namun kali ini Didong diguncangkan dengan tampilan berbeda yang di garap oleh anak-anak dari Komunitas Seni Kuflet Padangpanjang. Tepukan didong dikolaborasikan dengan pukulan Rapa’i. Dalam acara tersebut penulis bertindak sebagai Ceh yang didampingi oleh Awaluddin Ishak di sebelah kiri sebagai Ceh dua, juga sebagai tingkah bantal, ia juga sering berkesenian di Aceh, salah satunya dalam Pekan Kesenian Aceh (PKA). Kemudian apit sebelah kanan didampingi oleh Awaludin sebagai tingkah Tangan (Pumu), ketika awaludin mulai tepukan pertama bertanda bahwa Didong sudah dapat diguncangkan.
Ia merupakan Ceh saman semasa ia menduduki bangku SMA dulu. Saman juga salah satu kesenian dari dataran Tinggi Tanah Gayo, saman sering disebut juga dengan Gerakan Seribu Tangan. Disambut tepukan bantal oleh Ansar Salihin, yang merupakan sekretaris komunitas seni kuflet Padangpanjang, dan publikasi, dan rajin menulis tulisannya sering di muat di beberapa media. Khairunas, salah satu aktor “Jambo Beranak Duri Dalam Daging”, Hermansyah, Aktor “Jambo Beranak Duri Dalam Daging”, Alamsyah Putra, merupakan ketua Umum komunitas seni kuflet Padangpanjang. Antara dua sudut di apit oleh Teuku Afifuddin dengan Rapa’inya, yang merupakan salah satu pendiri ISBI Aceh, Munzir beserta senjatanya yaitu Rapa’i. Ia juga sudah lama menggaumi kesenian semasa di Aceh.
Awalnya dalam kolaborasi didong ini juga disambut dengan suara Seurune kale dan suling Gayo, tapi sungguh sayang penepatan yang sudah disetting begitu indah hilang dikarenakan dari salah satu anggota didong harus bermalam di RSUD Padangpanjang. Walaupun tidak ada satu orang , kami tetap bersemangat untuk bangkit mengguncangkan didong tidak karena dia kami akan patah semangat, Iwan Rantow menyampaikan.
Dalam didong kali ini menceritakan tentang bagaimana rindunya dengan kampung halaman dan sekilas Dataran Tinggi Tanah Gayo yang begitu lama di rantau orang. Walaupun teringat dengan kampung halaman tetap harus di tahan dan dijalani. Dan tidak pernah merasakan secangkir hangatnya kopi Gayo, Apalagi makanan khas Dataran Tinggi Tanah Gayo beserta belacan dan Udang dari Aceh. Seperti dalam syair lagu berikut. Bobok Gayo rum pucuk ni jepang, Agur ilang urum cecah lede. Depik Gayo urum gule’ bandang, belacan udang ari Aceh so.
Setelah menceritakan tentang kerinduan kampung halaman lagu kedua yang didendangkan oleh Iwan Rantow bersama dengan Awaluddin Ishak, menceritakan tentang keindahan panorama Danau Laut Tawar yang airnya begitu sejuk dan gelombang tujuh (Gelumang pitu) beserta hembusan angin sepoi-sepoi (Emos-emos kuyu) yang terdapat di Dataran Tinggi Tanah Gayo, seakan, akan teringat masa sekolah waktu menduduki bangku SMA dulu. Wo Laut Tawar si terbayang lues ku kerpe mulewas emas ko gelumang pitu.
Setelah bercerita tentang kerinduan kampung halaman, dan keindahan panorama alam kali ini menceritakan tentang bagai mana susah, senang, gelap dan terang hidup di negeri orang yang jauh dari teman-teman beserta sanak saudara. Sudah bertahun-tahun di perantauan masih belum sempat pulang ke Dataran Tinggi Tanah Gayo demi mencari segudang ilmu. Amanah Orang tua tidak pernah dilupakan untuk menjalankan kewajiban. Dan yang lima waktu tetap di jalankan berdo’a kepada Tuhan semoga disehatkan badan, dan semoga dapat merubah nasib. Do’a untuk kedua orang tuapun tidak pernah di lupakan semoga di sehatkan badan dapat mencari sesuap nasi dan seteguk air, serta mengirim uang belanja. Selanjutnya muncul Sebuku yang membuat berdiri bulu kuduk, serta kalau dihayati dapat membuat kesedihan dan mengeluarkan air mata.
Setelah bersedih menceritakan tentang pahitnya hidup di negeri orang maka akan di bangkitkan oleh geduman Rapa’i yang membangkitkan semangat kembali, di tengah-tengah pukulan Rapa’i, pukulan bantalpun menyusul secara perlahan. Di sela-sela pukulan keduanya terdengar teriakan dari belakang sambaran bait-bait puisi Sulaiman Juned yang berjudul “ Bersepuluh Kita berdidong” dengan gerakan Seudati dan guel membacakan puisi bait demi bait. semangat berdidong disertai suara Rapa’i serta gerakan Seudati membuat penepuk semakin lebih semangat mengguncangkan Didong dalam rangka pembukaan Pekan Apresiasi Teater (PAT) itu. Puisi kedua menceritakan tentang Ziarah Gempa t entang bencana yang terjadi di Indonesia.###
*Mahasiswa Jurusan Seni Murni ISI Padangpanjang, dan aktif bergiat di Komunitas Seni Kuflet.