Bireuen | Lintas Gayo – Terkait upaya perlindungan dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) secara terpadu di Provinsi Aceh, DAS Peusangan terpilih sebagai percontohan pengembangan Imbal Jasa Lingkungan (Payment Environmental Services / PES). Pengakuan itu sebagai realisasi pelaksanaan rencana kerjasama Imbal Jasa Lingkungan antara beberapa privat sektor dan kelompok masyarakat.
Rilis WWF yang diterima Atjeh Post (30/3) menyebutkan, kerjasama yang terjalin antara masyarakat dengan privat sektor dan Perusahaan Air Minum Daerah, akan dikembangkan di kawasan hulu dan tengah DAS Peusangan yang mencakup Kabupaten Bireuen, Aceh Tengah dan Bener Meriah. Mekanisme privat sektor itu diharapkan dapat berperan memulihkan daerah krisis di DAS Peusangan.
“Selama ini Privat sektor memanfaatkan air secara langsung dari sungai Krueng Peusangan,” kata Chik Rini, Commucation Officer WWF. Menurutnya, salah satu kegiatan yang harus dilaksanakan merestorasi 2000 hektar lahan kritis yang ada di pinggiran sungai tersebut.
Kini WWF sedang mempersiapkan penerapan Imbal Jasa Lingkungan di DAS Peusangan, dan selasa (29/3) melaksanakan Lokakarya Pengenalan Konsep Imbal Jasa Lingkungan (PES) di Meuligo Pemerintah Kabupaten Bireuen, diikuti perwakilan pemerintah, privat sektor, LSM dan perwakilan masyarakat dari 5 kabupaten/kota.
Sejak tahun 2008 WWF-Indonesia bersama para pihak dari 5 kabupaten/kota yang ada di DAS Peusangan yakni Aceh telah menginisiasi kerjasama pengelolaan DAS Peusangan secara terpadu. DAS Peusangan menjadi salah satu DAS prioritas utama nasional untuk diselamatkan karena berada di kondisi kritis. DAS Peusangan merupakan daerah tangkapan air terpenting di Aceh, dan ada 1 juta orang bergantung hidupnya dari sumber air DAS. Gagasan pertemuan 5 kabupaten ini bermula dari gagasan mantan Sekda Bener Meriah Khairul Asmara yang kini menjabat Sekda Aceh Tengah. Sejak itu 5 kabupaten melakukan pertemuan instensif di Takengon, Bireuen, dan Bener Meriah.
Gubernur Belum Teken
Sampai saat ini, MoU lima kabupaten yang telah bersepakat membuat program bersama untuk DAS Peusangan belum terealisasi karena Gubernur Provinsi Aceh belum meneken surat ‘mengetahui’ perjanjian tersebut, dan WWF sendiri sudah berulang kali melakukan lobbi ke pemerintah provinsi untuk ‘tekenan’ tersebut.
Menurut aktivis lingkungan di Gayo Jumhur yang termasuk aktif mengikuti perkembangan lima kabupaten mengatakan sejak tahun 2009 lalu pihak yang terlibat di DAS Peusangan sudah melobbi gubernur, namun sampai tahun ini belum diberikan waktu. Sehingga kesepakatan menjadi terhambat. “Kita berharap Gubernur mau meneken dalam waktu dekat biar kesepakan 5 kabupaten untuk DAS Peusangan terlaksana cepat.” Katanya.
Sementara Technical Asistent untuk Lingkungan Gubernur Aceh Wibisono saat dihubungi Atjeh Post menjelaskan, beberapa waktu lalu pihaknya memang menerima surat dari WWF yang isinya meminta audiensi sekaligus mengundang Gubernur untuk menghadiri penekenan MoU lintas kabupaten untuk DAS Peusangan, namun suratnya tidak meminta tanda tangan Gubernur. “WWF memangada datang meminta audiensi dan mengundang Gubernur, bukan meminta ikut tanda tangan,” katanya.
Namun begitu, katanya lagi, intinya Gubernur tidak pernah menolak niat baik 5 kabupaten tersebut, dan setiap perbuatan baik sudah menjadi keharusan untuk dilaksanakan. “Gubernur sendiri mendukung kegiatan 5 kabupaten itu,” demikian kata Wibisono seraya mempersilakan WWF untuk melayangkan kembali surat kepada protokoler untuk meminta gubernur turut membubuh tanda tangan ‘mengetahui’ pada MoU 5 kabupaten yang sudah bersepakat tersebut. (Jauhari Samalanga/atjehpost.com)