Item o…………item
Ngi ku ine
Mubintes emun i langit
Singit mata mumanang
Gerle gintes kik ku muserit
Ate pekekit bensu mu bayang
Sayang
Samar terdengar suara Mira menyanyikan lagu ini dari kamarnya. Bapak Saifoeddin Kadir , lelaki berusia 86 tahun yang ketika itu tengah menjelaskan rencana kepergian beliau ke Bukit Tinggi kepada kedua orang tua Mira dan aku, sontak terdiam. Matanya berkaca kaca. Suasana di ruang keluarga itu menjadi hening. Lagu yang dinyanyikan Mirapun makin terdengar jelas.
Bensu……..
Pitu peteri nenggeri antara
Bensu turun muniri bergegalak raya
Wo i sone i parin upuh
Peteri beluh ku weih jernih
Pangir renyel i tetah
Mungkur i tutu sempol i luwah
Tak ada yang mengerti kenapa beliau yang tadinya begitu ceria tiba tiba berubah haru.
“ Bapak kenapa sedih ?” tanya ibunya Mira memecah keheningan. Bapak tak segera menjawab.
“ Nyanyian itu” jawab bapak
“Syair nya bapak tulis tahun 1972 untuk mengiringi tari Peteri Bensu. Tari yang menceritakan tentang pertemuan seorang pemuda bernama Malim Dewa dengan Peteri Bensu yang berasal dari Nenggeri Antara. Syair dan tari itu di ciptakan khusus untuk persiapan tim Aceh Tengah mengikuti Pekan Kebudayaan Aceh II, September 1972. Alhamdulillah, dengan tari itu dan beberapa tari lagi serta kegiatan budaya lainnya, Aceh Tengah berhasil membawa pulang piala Juara Umum” sambung bapak kemudian.
“ Terus, kenapa bapak sedih..?” tanyaku ingin tau lebih jauh
“Bukan sedih. Bapak terharu. Air mata kan tidak selalu pertanda kesedihan tapi bisa juga karena bahagia” sahut ibunya Mira seperti ingin menghibur. Beliau hanya diam. Mungkin masih ingin mendengar bait bait selanjutnya dari dendangan Mira cucunya yang tengah berlatih untuk sebuah pementasan di kampus.
Peteri ate we galak
Kedik muserlak ku weih bercermin
Nge mulentayon leing ni ketibung
Ku jep jep jurung nge lelungunen
Lungun lungun lungun
Lungun lungun leing ni ketibung
Dalam Pekan Kebudayaan Aceh II, tari Peteri Bensu dibawakan oleh tujuh penari puteri yakni Marliah Is sebagai Peteri Bensu, Sastri Dalila (peteri 2), Ismi Anum (peteri 3), Zuraidah (peteri 4), Suryati (peteri 5). Wardiaty (peteri 6), Suri Mawarni (peteri 7) dan Khadijah sebagai Inen Keben serta Mukhlis Gayo memerankan Malim Dewa.
Cerita tentang Malim Dewa dan Peteri Bensu memang sudah melegenda di Gayo. Bagi seorang pegiat seni seperti beliau, legenda ini kemudian diceritakan lewat syair dan tari. Atas perkenan Ceh Daman, lagu Perau karya Daman dipilih sebagai lagu dari syair Peteri Bensu ini.
Kolaborasi empat penyanyi mengiringi tari ini; Edem, Entan, Selimah dan Lely makin membuat apik atraksi Peteri Bensu di pentas PKA II itu.
Abango………………
Kunehen nasib naku tekedir
Lagu si ukir teniro ni beden
Peteri Bensu gere ne mungkir
Ini le masa ni kite petemun
Entah entah kite berdediang
Nengon gelumang mempas ku pante.
Dan, kata Bensu………………………………… dari empat penyanyi menandai berakhirnya pertunjukan. Pentas telah kosong , tiada lagi nyanyian, hanya gemuruh tepuk tangan penonton dan Saifoeddin Kadir yang berlinang air mata bahagia di sudut panggung.
Novarizqa Saifoeddin
Depok, Maret 2011
Tari Peteri Ijo .. saya pernah menarikan tari Peteri Ijo ini di Pinggir Danau Laut Tawar saat Shooting gambar utk acara Seni Budaya TVRI Pusat. Sutradaranya Dirhamsyah Gayo. Produksi Sanggar Seni Mentari Jakarta.
@ Indra Bahtera : Terima kasih.
Dan Alhamdulillah bila harapan itu dapat terwujud. Salam.
@Love Gayo : Berijin
Penulis menuturkan kembali kenangan ini dengan manis dan mengharukan. Dengan mempublikasikan cerita cerita kejayaan kebudayaan Gayo masa lalu diharapkan bisa memotivasi seniman seniman muda untuk berbuat lebih demi nama Gayo dan demi seni budaya itu sendiri. Trims