Takengen | Lintas Gayo : Banyak saluran yang sumbat, demikian salahsatu ungkapan keluhan terhadap keolahragaan di Aceh Tengah yang disampaikan oleh salah seorang peserta diskusi Kick Gayo edisi ke-3 yang diselenggarakan oleh komunitas Love Gayo gagasan Khairul Akhyar dan Khalisuddin, Sabtu (16/4) malam di rumah salah seorang tokoh pemuda Aceh Tengah, Syirajuddin AB di Kala Kebayakan Aceh Tengah.
Cukup beralasan ungkapan tersebut diucapkan mengingat potensi dan prestasi olahraga Aceh Tengah cukup baik dan meningkat dari tahun ketahun terutama dibidang olahraga perorangan seperti bela diri, selam, renang, panjat tebing, angkat berat, balap sepeda dan lain-lain.
Urusan olahraga sejauh ini dinilai layaknya kenduri 4 tahun sekali. Disaat akan dilaksanakan Pekan Olahraga Provinsi atau Porprov baru KONI Aceh Tengah sibuk mengurus ini dan itu. Dan setelah kenduri Porprov tersebut, semua tidur hingga saatnya Porprov lagi.
Padahal, justru prestasi di Porprov ditindak lanjuti untuk even-even lain yang lebih tinggi seperti Selekda, Pra PON dan Porwil yang merupakan anak tangga menuju PON.
Urusan olahraga sudah salah kaprah di Aceh Tengah terutama terkait teknis. Banyak pengurus olahraga yang tidak faham aturan teknis olahraga yang diurusnya.
Kondisi ini diperparah dengan vakumnya kegiatan induk olahraga, KONI Aceh Tengah. Di KONI ada bidang-bidang seperti Pembinaan Prestasi, Bidang Organisasi, Bidang Litbang yang kesemuanya selama ini tidak kerja samasekali.
Belum sekalipun KONI Aceh Tengah yang terpilih 2010 lalu tersebut mengadakan rapat dengan Pengurus Cabang yang memilihnya. Tidak pernah mengevaluasi, dan tidak punya data base. Padahal tiap tahunnya KONI punya anggaran operasional dari Pemkab Aceh Tengah.
Terkait dana, juga tidak jelas. Siapa kuat dia dapat, layaknya hukum rimba. Harusnya dalam pengganggaran olahraga ada dasar atau tolak ukur yang jelas berupa data prestasi. Dan selama 15 tahun kebelakakang belum ada dana dikucurkan Pemkab Aceh Tengah berupa dana pembinaan yang disalurkan ke pengcab-pengcab selain dana mengikuti even-even saja.
Sejumlah pengurus pengcab yang hadir juga mengaku mampu menjadi tuan rumah even-even olahraga, baik tingkat Kejurda, Kejurnas dan bahkan kejuaraan dunia seperti olahraga selam, basket, silat, kempo, balap motor dan balap sepeda.
Pemkab Aceh Tengah cukup menganggarkan dana awal saja untuk kejuaraan-kejuaraan tersebut dan mensupport upaya lobi di level provinsi dan pusat. Jika sudah menjadi agenda provinsi maka anggarannya disupport oleh APBA dan jika sudah menjadi agenda nasional maka dananya menjadi tanggung jawab pusat yang dituangkan dalam APBN.
Penyelenggaraan even-even yang menghadirkan peserta dari luar dipastikan akan berpengaruh terhadap perkembangan pariwisata dan tentu akan menggerakkan roda perekonomian masyarakat Aceh Tengah. Sejauh ini dari zaman ke zaman hanya ada even olahraga pacuan kuda diselenggarakan di Aceh Tengah, bahkan mulai tahun 2011 diselenggarakan 2 kali setahun yang menyedot anggaran daerah sekitar Rp. 1 Milyar tiap tahunnya baik untuk pengadaan kuda maupun untuk biaya penyelenggaraan.
Sejumlah Pengcab meminta agar pihak terkait juga melirik even besar cabang olahraga lain dengan memanfaatkan potensi alam yang ada seperti danau Lut Tawar yang potensial untuk sejumlah even olahraga seperti dayung, renang lintas alam, marathon, balap motor dan balap sepeda. Pihak terkait diminta bercontoh kepada Gayo Lues yang sukses menyelanggarakan even besar sepak bola. Juga Sabang yang memiliki agenda olahraga tahunan bertaraf internasional seperti selam, layar, balap sepeda, catur dan lain-lain.
Diakui memang ada even sejumlah cabang olahraga yang difasilitasi Pemkab Aceh Tengah, terutama saat perayaan HUT Kemerdekaan RI tiap tahunnya. Tapi kesemuanya hanya berlevel Aceh Tengah saja seperti adu perahu, bola voli dan bola kaki. Anehnya, walau sering diadakan even dengan dana tersedia dari APBK, kenyataannya tidak mampu mendongkrak prestasi atlit cabor tersebut kearah yang lebih baik.
Dukungan pers juga menjadi salah satu bagian yang penting dalam memajukan olahraga di Aceh Tengah. Kedepan diharapkan peran pers lebih giat lagi memberitakan keolahragaan di Aceh Tengah seperti halnya di daerah lain.
Permasalahan lainnya adalah masalah sarana olahraga. Di Aceh Tengah sangat banyak sarana olahraga tertentu saja seperti bola voli, sepak bola dan tenis lapangan. Sementara dukungan kuantitas sarana tersebut tidak pernah diikuti dengan prestasi di level provinsi apalagi hingga level nasional.
Peserta diskusi sepakat agar pihak terkait memikirkan pembangunan sarana olahraga lain seperti untuk basket, balap motor, trek sepeda gunung dan lain-lain yang justru tanpa sarana pendukung yang baikpun telah tunjukkan prestasi yang menggembirakan hingga ke level nasional bahkan dunia.
Selanjutnya terkait kebijakan Pemkab Aceh Tengah untuk olah raga dan pemuda, perlu didukung dengan adanya Qanun daerah.
Di akhir diskusi yang dihadiri sejumlah kalangan tersebut, sebahagian besar peserta terutama dari kalangan Pengcab dan atlit meminta agar pihak terkait segera melakukan upaya pembenahan atau reformasi di tubuh KONI Aceh Tengah, selaku induk olahraga, sejauh ini organisasi tersebut dinilai tidak kerja sesuai fungsinya. (Windjanur, Aman Buge)
saya hanya berbicara masalah sepak bola…kenapa dan mengapa pemaen persitas tidak memakai orang takengon…
kenapa harus dari luar…klo dari luar menang ya boleh saja..tapi ne malah tambah parah..
gunakan potensi daerah kita..
banyak pemaen2 bola yg potensial di aceh tengah..
cobalah seleksi pemaen yg ada didaerah2..
ENTI ARI TUN KU TUN SAN DEKAT KU RARA OYA WA SI PESAM…
Kebanyakan organisasi di pergunakan untuk batu loncatan buat pencitraan semata untuk mendapat maksud yang di tuju baik,Galang untuk Talang jarang yg benar benar ikhlas selama ini opini saya sebagai masyarakat biasa,. Jika benara di kelola Jangan Tanggung…Tanggung ragu ragu Pulang saja…jika olah Raga di Dataran Tinggi Gayo ingin berkembang dan tidak hanya Sakti Antar Kandang tp sakti juga di luar kandang,
Wah, repot nih kalau ketua KONI nya gak punya program.
Terkait penyelenggaraan even berskala nasional dan internasional, ini memang punya keterkaitan dengan siapa pemimpin daerahnya. Akan sulit kalau Pemimpin Daerah tak punya network dan relasi diluar provinsi.