Investor Tunggal PT Anchen Huaqong Akhirnya Bertemu Nasaruddin

Pan chun Pang atau Mr. Pang, investor tunggal PT Anchen Huaqong sedang mendengar penjelasan Miauw Cu, sekretaris pribadi yang juga penerjemah Mr Pang, yang bertemu Nasaruddin, Jum'at (1/11/2013), diruang kerja Bupati Aceh Tengah. (Foto: Iwan Bahagia)
Pan chun Pang atau Mr. Pang, investor tunggal PT Anchen Huaqong sedang mendengar penjelasan Miauw Cu, sekretaris pribadi yang juga penerjemah Mr Pang, yang bertemu Nasaruddin, Jum’at (1/11/2013), diruang kerja Bupati Aceh Tengah. (Foto: Iwan Bahagia)

Takengen: Lintas Gayo – Bupati Aceh Tengah, Nasaruddin, bertemu dengan investor PT Anchen Huaqong diruang kerjanya, Jum’at (1/11/2013) pagi.

Dihadapan sejumlah kepala dinas, Bupati Aceh Tengah, Nasaruddin mempertanyakan langsung layak atau tidaknya pertemuan dilanjutkan, karena yang hadir bukan direktur utama PT Anchen Huaqong.

Tampak tiga orang yang hadir saat itu, sebelum masing-masing mereka memperkenalkan diri, Pak Nas melarang Quddus Arba, yang mengaku sebagai humas PT Anchen Huaqong untuk berbicara, karena pemerintah ingin langsung ingin mendengar keterangan dari pihak delegasi. “Apabila delegasi ini berwenang maka dilanjutkan. karena rapat ini ada kewenangan hukum,” tegasnya.

Dua orang selain Quddus Arba, masing-masing bernama Pan Chun Pang atau Mr. Pang asal Cina, yang mengaku sebagai investor tunggal PT Anchen Huaqong, serta Miauw Cu, sekretaris pribadi yang juga penerjemah Mr Pang.

Sebelum dimulai pembicaraan lanjutan, Pak Nas sempat mengklarifikasi dihadapan para wartawan, bahwa kehadiran ketiga orang ini di meja bundar bupati, berdasarkan permintaan perusahaan tersebut, bukan undangan dari pemerintah.

“Rapat ini atas permintaan dari perusahaan. Pemerintah berniat baik, itulah kenapa mereka dipekenankan bertemu,” jelasnya.

Pak Nas kemudian memulai dialog dengan mempertanyakan kepada dua orang dimaksud, mengenai statemen  pimpinan perusahaan PT Achen Huaqongm, Kamisan Ginting, disalah satu media yang menyatakan bahwa pemerintah daerah tidak mampu menyelesaikan izin, serta pemda turut dituding tidak mengakui izin yang dikeluarkan.

Selanjutnya, Pak Nas yang pernah menjadi PJ Bupati  tersebut juga mempertegas bahwa perusahaan ini telah merugikan daerah.

Selain itu Nasaruddin memaparkan pertama kali Kamisan ginting datang ke Takengon bertemu kepala BUMD, dengan maksud mengurus izin pemanfaatan hasil hutan bukan kayu. “Karena tujuan untuk daerah, maka pemerintah memberikan rekomendasi kepada gubernur agar perusahaan ini dapat bekerja di Aceh Tengah,” paparnya.

Dilanjutkan, pada awalnya pihaknya  meminta pengurusan izin PT Anchen Huaqong bersamaan dengan izin BUMD. “Namun akhirnya, hanya izin dari perusahaan itu yang dikeluarkan, mengapa untuk BUMD tidak diurus?” tanya Pak Nas.

Bupati Nasaruddin meminta penjelasan harga getah pinus sebenarnya,  karena dalam kesepakatan tertulis antara BUMD dan PT Anchen Huaqong disebutkan, harga perkilogram getah dari masyarakat penderes pinus Rp.3000, padahal harga jual Rp.5000, namun ternyata harga getah sebenarnya sebesar Rp.7000, bahkan  menurut Nasaruddin ada pihak yang mau menampung dengan harga Rp.7500 perkilogram.

“Kamisan Ginting bohong,ternyata dilapangan harga getah pinus dari masyarakat dibeli dengan harga 2000,” sebut Pak Nas seraya menyebutkan jumlah semestinya, yaitu 60 persen harga perkilogram dari harga pasar dalam hitungan kilogram getah pinus.

“Saat Kamisan ginting menghadap kami, harga itulah yang disebutkannya saat itu, itu baru mitra,” pungkasnya.

Pak Nas meneruskan, perusahaan harusnya melaporkan secara umum kepada pemerintah daerah, bagaimana perkembangan aktivitas perusahaan dan terkait informasi lainnya, namun hal itu tidak juga dilakukan PT Anchen Huaqong.

Daerah hutan pinus yang diizinkan oleh pemerintah kata Nasaruddin, adalah Kampung Umang, Jamak, Kuteni Reje, masing-masing dikecamatan Linge, jika perusahaan menderes pinus diluar wilayah yang disebutkan, maka pihaknya tetap mempidanakan.

Hal lain yang menjadi masalah utama menurut Pak Nas adalah persoalan tenaga kerja, seharusnya setiap 2 hektar lahan hutan pinus, maka dikirim satu orang tenaga kerja lokal. “Kami mau tempatkan orang-orang dari sejumlah Kecamatan untuk menderes, itu rencananya, setelah menderes, dijual keperusahaan, bukan orang dari Cina yang dikirim kemari,” jelasnya lagi.

Selanjutnya pemerintah juga tidak diberikan Profisi Sumberdaya Hutan (PSDH), tidak ada diberikan, dimana salah satu hal penting yaitu sebelum getah pinus dibawa keluar, ada pihak yang menimbang terlebih dahulu didaerah.

Pak Nas juga mempertegas, meski perusahaan itu telah memiliki izin usaha dari Gubernur Aceh, bukan berarti mereka bebas melakukan apasaja di Aceh Tengah, “ibarat SIM, kalau pengendara sudah dapat SIM seolah-olah bebas berkendara, mau lampu hijau, merah dan kuning, main terobos saja, seharusnya perusahaan susun dulu rencana, bukan sesuka hati”, tambahnya.

Pihaknya juga menyayangkan perusahaan melakukan aktivitas sejumlah kampung diwilayah kecamatan Linge, tanpa memiliki Rencana Kerja Tahunan (RKT).

“pengukuran dan pengecekan untuk jumlah getah yang dibawa juga tidak ada, ingat perusahaan punya kewajiban atas negara”, tegas Pak Nas. (Iwan Bahagia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.