Takengen- Lintas Gayo – Meski sudah hampir tiga tahun beroperasi, industri getah pinus yang dijalankan oleh perusahaan asal Cina, PT Huaqong, ternyata belum melengkapi sejumlah izin sebagaimana seharusnya.
Hal itu dikemukakan oleh Bupati Aceh Tengah, Nasaruddin, dihadapan sejumlah kepala dinas dan penyandang dana tunggal alias investor PT Huaqong, Pan Chun Pang beserta sekretaris pribadi sekaligus penerjemahnya, Miauw Cu, Jum’at (1/11/2013) di ruang kerja Bupati.
Pak Nas mengawali dengan pembahasan tempat izin usaha (SITU), yang semula telah dikeluarkan atas nama PT Anchen Huaqong, yang berlokasi dikecamatan Bebesen, saat itu perusahaan terkait belum berporasi, namun setelah itu, tanpa ada SITU, perusahaan ini telah berpindah ke kampung Kute Layang.
“Meski SIUP dan SITU sudah ada kata Nasaruddin, sesuai peraturan, izin usaha harus dilaporkan setiap tahun. Agar pemerintah dapat mengetahui perkembangan usaha Đăяi perusahaan,” sebut Pak Nas.
Dilanjutkannya, menyangkut IMB, PT Huaqong memang sudah memiliki, namun tidak untuk Izin Gangguan (HU). “Jika ada industri, maka ada izin gangguan, sekecil apapun harus diurus HU nya” timpal Nasaruddin.
Menyangkut dengan izin usaha industri, setelah dicek oleh pihak terkait, perusahaan dibawah pimpinan Kamisan Ginting ini telah memilikinya, sejak 3 november 2012.
Berkaitan dengan kesepakatan pemerintah daerah dengan PT Huaqong, sebagai bentuk sumbangan dari pihak ketiga, perusahaan memberikan pemasukan kepada daerah sejumlah 4, 2% dari harga pasar.
Pak Nas juga menyebutkan, berdasarkan data pos restribusi Aceh Tengah, sebanyak 201 ton gindrorukom telah keluar dari Aceh Tengah, kurang lebih 1400 dolar Amerika. Jika dolar dirupiahkan saat itu, RP. 11.000. Harga berkisar RP.15.000 per kilogram, maka dalam satu ton, gindrokukom, sama dengan Rp. 15.400.000.
Selain Pak Nas, turut berbicara pada pertemuan tersebut, Syahrial Wahab, Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan setempat. Dijelaskannya, jika berbicara industri, cukup dengan izin industri pengolahan. Meski demikian perusahaan terkait harusnya perlu melengkapi dokumen rencana pemenuhan bahan industri, dan ini legalitas belum dimiliki PT Anchen Huaqong.
“Tentang penata usahanya, setiap getah sudah diolah ada ditempat penimbunan sementara, disitu dilaksanakan pengukuran, pengujian, saat diangkut ke pabrik harus ada faktur transportasi yang blangkonya disediakan dinas kehutanan, perusahaan tinggal mengisi,” jelas Syahrial.
Selanjutnya,jika PT Huaqong masih akan melanjutkan aktivitasnya, tekhnisi kehutanan harap dipekerjakan, untuk mengelola administrasi getah. “Teknisinya mau dari luar daerah atau luar negeri juga gak masalah, yang penting mengerti masalah tekhnis,” katanya.
Syahrial kembali melanjutkan beragam pernyataan, diantaranya industri getah pinus dilokasi hutan Linge masih menggunakan kayu bakar, pengambilan kayu untuk dijadikan kayu bakar ungkapnya, sama sekali tidak ada izin.
“Perlu diketahui, dengan dinas kehutanan belum ada konsultasi atau konfirmasi,” jelas Syahrial lagi, sembari menambahkan, pihaknya hanya mendapat pemberitahuan bahwa PT Huaqong akan berinvestasi.
“Untuk hal yang mendasar saat itu, kita sudah all out membantu,” pungkasnya dihadapan Bupati serta sejumlah wartawan yang hadir diruangan pertemuan itu. (Iwan Bahagia)