* Menunggu Surat Keputusan Dikti
Takengen | Lintas Gayo – Rektor Universitas Gajah Putih (UGP) Takengon, Aceh Tengah, Mirda Alimi S SE MSi menyatakan siap mundur dari jabatannya. Tetapi, jika sudah ada surat keputusan dari Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) yang menyatakan dirinya tidak memenuhi syarat sebagai rektor.
“Saya akan menerima segala keputusan yang dikeluarkan Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti),” jelas Mirda, Rabu (26/3), untuk menanggapi tuntutan para mahasiswanya yang meminta yayasan memberhentikan dirinya. Dia menegaskan, layak atau tidak layak dirinya sebagai rektor tergantung dari keputusan Dikti.
“Surat dari yayasan sudah dilayangkan ke pihak Dikti, namun belum juga ada jawaban atas persoalan ini,” ujarnya. Dia juga mendesak Dikti agar segera mengeluarkan surat keputusan, sehingga semua persoalan dapat diselesaikan dengan cepat.
Mirda menjelaskan proses penetapan rektor diambil dari surat edaran Dikti, bukan berdasarkan surat Kopertis Wilayah I, Medan, dimana isinya berbeda. “Inilah yang sedang kami komplain ke pihak Dikti, mana yang benar, surat edaran Dikti atau surat kopertis, karena ada perbedaan persepsi,” ungkap Mirda yang mengaku sedang berada di Jakarta.
Disebutkan, bila keputusan Dikti membenarkan proses pengangkatan Rektor UGP Takengon, maka ia akan tetap melanjutkan jabatan sebagai rektor. “Jika Dikti memutuskan proses pengangkatan rektor tidak sesuai prosedur, maka saya dengan legowo akan mundur,” jelasnya, seraya menambahkan cukup yayasan yang memberhentikan dirinya
“Bila harus lanjut, maka saya lanjutkan dan jika tidak bisa, ya saya berhenti,” sebutnya. Disisi lain, Mirda Alimi mengakui bahwa dirinya masih berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) karena di dalam surat edaran yang dikeluarkan Dikti, diperbolehkan PNS menjabat sebagai rektor sepanjang ada izin dari atasan.
“Kesimpulannya sekarang tetap menunggu surat dari Dikti dan sampai hari ini (Rabu-red), pihak yayasan sudah menjumpai pihak Dikti namun belum ada jawaban. Kami juga berharap keputusan dari Dikti bisa segera keluar,” pungkasnya.
Sebelumnya, mahasiswa Universitas Gajah Putih (UGP) Takengon, mendesak pihak yayasan memberhentikan Rektor Mirda Alimi SE MSi. Mereka menilai, rektor tidak memiliki Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN) dan masih berstatus sebagai PNS, seperti tertuang dalam surat edaran Kopertis Wilayah I, No. 097/K1.2.1/PS/2013, tertanggal 13 Maret 2013.
Menurut mereka, Mirda Alimi tidak memenuhi persyaratan sebagai pimpinan Perguruan Tinggi Swasta (PTS). “Kami meminta ketua umum yayasan untuk memberikan ketegasan dan jika sampai 29 Maret 2014, Rektor UGP tidak dapat menunjukan persyaratan secara tertulis, maka pihak yayasan harus memberhentikan Mirda Alimi sebagai rektor UGP,” kata Koordinator Lapangan Forum Keluarga Besar Mahasiswa (FKBM) UGP, Asri bersama sejumlah mahasiswa, Selasa (25/3) di Takengon.(c35/Serambi Indonesia)
saya tanya tinggi mana DIKTI ma KOPERTIS? biar puas pg ke dikti ,tanyakan jangan nuduh2 g jelas ,,,,,buang2 energi asa urang gayo ni gere belejer galak pedeh atewe…kenak tamat kuliah oya si tiro kam ke mahasiswa tue?….
tio, saya baru tau kalo pak mirda ternyata dari uken ya, rezim penguasa kan dominan dari BBS & BLG katanya (pasti toa ni kan), kok bupati rekom pak mirda jadi rektor sih? kan naruh penyakit tu namanya… padahal kalo kita liat lebih cermat, rezim UGP juga dominan dari toa ya tio? tu yang namanya adnan katanya dari dulu paling rajin masukin anak cucu (yang juga katanya pada ga kompeten) juga ke kampus ya? padahal ilmunya di matek bagus lho, saya pernah ikut pertemuan dan dia jadi pematerinya, kok skrg jadi gitu ya dia. alah biarlah, kan yang perang di situ bukan pihak kampus ma rektornya, yang tampak nyata itu perang kroni-kroni TOA di UGP vs bupatinya (TOA juga), jadi yang perang satu kapal, ya biarin aja… menurut saya pak mirda-nya bagus stop kayak sekarang stop aja (ntah mundur ntah diberhentikan sama saja) dari pada jadi tameng sana-sini nanti dia yang terjepit, bagus cari tenang aja pak, udah tua ini kok… bagus bapak di rumah maen sama anak cucu kan ilang stress bapak. (posisi saya tidak uken tidak toa ah)
Aturan Pemerintah setiap tahun terus berubah, demikian pula aturan tentang pejabat struktural kampus, yang digunakan pak mirda pada saat pemilihan rektor tahun 2013 adalah surat edaran dikti dengan no 2705/D/T/1998 tertanggal 2 september 1998. Disini dikatakan bahwa Calon Rektor bisa berijazah S1 atau Sarjana, otomatis ini bertentangan dengan UU Guru dan Dosen yang mensyaratkan Dosen Minimal S2. Surat edaran ini sudah tidak digunakan lagi karena sudah lahir peraturan baru dari kemendiknas yaitu Kemendiknas No 097/KI.21/2013 tertanggal 13 Maret 2013.
Kopertis merupakan kepanjangan dari Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta, KOPERTIS kepanjangan tangan dari DIKTI, kerja-kerja kopertis adalah hanya mengawasi dan melakukan pembinaan terhadap PTS yang ada di wilayah kerjanya. Kopertis di Indonesia sebanyak 13 KOPERTIS. Kopertis tidak memiliki wewenang untuk mengeluarkan peraturan apalagi UU. Nah di dalam aturan kemendiknas No 097/KI.21/2013, dikatakan bahwa pejabat struktural kampus mulai dari rektor sampai ke kaprodi tidak boleh dosen tidak tetap atau NUPN atau dosen PNS. Yang hanya boleh menjabat sebagai pejabat struktural kampus adalah DOSEN TETAP /NON PNS/ NIDN. NOMOR IDENTITAS DOSEN NASIONAL (NIDN) disebut dosen tetap sedangkan NOMOR URUT PENGAJAR NASIONAL (NUPN) disebut dosen tidak tetap.
Pak mirda merupakan Dosen Tidak Tetap atau NUPN dan tidak memiliki otoritas untuk menandatangani ijazah dan urusan kampus, sebenarnya DIKTI sudah lama mengingatkan kepada UGP agar segera membenahi, tapi diabaikan, implikasinya adalah layanan PDPT atau pusat data perguruan tinggi DIKTI di tutup oleh DIKTI.
Mirda menjelaskan proses penetapan rektor diambil dari surat edaran Dikti, bukan berdasarkan surat Kopertis Wilayah I, Medan, dimana isinya berbeda. “Inilah yang sedang kami komplain ke pihak Dikti, mana yang benar, surat edaran Dikti atau surat kopertis, karena ada perbedaan persepsi,” ungkap Mirda yang mengaku sedang berada di Jakarta.
Jadi Surat Edaran Kemendiknas No 097/KI.21/2013, merupakan surat edaran yang berlaku saat ini, dan disebarluaskan oleh KOPERTIS atas INSTRUKSI dari DIKTI.
Sebenarnya, SENAT UGP dan seluruh sivitas akademika UGP sudah sepakat untuk meminta Pak Mirda Alimi, mengundurkan diri. Kemudian diajukan kepada KETUA UMUM YAYASAN yang juga sekaligus BUPATI Aceh Tengah, tapi tidak diindahkan. Pak Bupati masih mempertahankan Pak Mirda sebagai Rektor, padahal SENAT UGP DAN SELURUH SIVITAS AKADEMIKA UGP sudah meminta beliau mundur karena menyalahi aturan KEMENDIKNAS NO 097/KI.21/2013.
Jelas dalam STATUTA UGP disebutkan bahwa KETUA YAYASAN MELANTIK DAN MEMBERHENTIKAN REKTOR ATAS USULAN DARI SENAT. Tapi faktanya ini tidak dilakukan sehingga demonstrasi terus berlangsung sampai tututan SENAT UGP dan SEVITAS AKADEMIKA UGP terpenuhi.
Sekarang KETUA UMUM YAYASAN sekaligus BUPATI ACEH TENGAH, apakah mau mempertahankan pak Mirda Alimi dengan konsekuensi UGP akan di tutup oleh DIKTI, atau menyetujui usulan SENAT UGP agar rektor Mundur. Bukankah SENAT merupakan LEMBAGA TERTINGGI DI KAMPUS? YAYASAN HANYA MENYETUJUI. YAYASAN GAJAH PUTIH MERUPAKAN MILIK URANG GAYO, BUKAN MILIK INDIVIDU ATAU GOLONGAN.
Jangan PERTARUHKAN JABATAN UNTUK KEPENTINGAN GOLONGAN, UGP BUKANLAH PERUSAHAAN YANG MEMILIKI ASET MILYARAN RUPIAH, UGP ADALAH TEMPAT UNTUK MENCETAK GENERASI PENERUS GAYO.
Ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso. Tut wuri handayani.