Sedih Jadi Mahasiswa Tak Punya Asrama

Oleh : Muslim Arsani*

Muslim ArsaniManusia-manusia berkualitas dapat muncul dari mana saja. Bisa dari desa dari kelompok petani dan pengembala, atau dari kota dari keluarga aristokrat dan pengusaha. Siapapun mereka, tentunya lahir dari “bibit” penempaan (aktualisasi potensi) berkesinambungan.

Disamping peran keluarga, negara juga bertanggung jawab mendidik warganya. Tidak hanya berpengetahuan luas, tapi juga untuk memiliki seperangkat mentalitas dalam kerja dan pengabdian.

Peran negara khusunya yang diwakilkan kepada pemerintah daerah dalam mendidik warganya untuk menjadi berkualitas, berpengatuan, dan skill tinggi. Justru malah lepas tangan dalam mengembankan apa yang menjadi tugasnya. Pemerintah Daerah khususnya Pemerintah Daerah Aceh Tengah seolah-oleh menutup mata dengan apa yang terjadi di depan matanya.

Contoh besar pembiaran pemerintahan kita saat ini adalah terhadap para penerus bangsa yang kelak akan menjadi pengganti mereka dalam sistem birokrasi ini. Estafet pemimpin itu ialah MAHASISWA.  Penulissadari merasa pesimis terhadap kondisi bangsa despotis ini. Misalnya, sudah lebih dari 60 tahun indonesia merdeka, sudah 53 tahun jantong boh hatee rakyat aceh (UNSYIAH-UIN ARRaniry) berdiri tetapi tetap saja mahasiswa yang berasal dari Dataran Tinggi Gayo (Aceh Tengah-Bener meriah) masih saja belum memiliki asrama di Banda Aceh dan mahasiswa masih mengais keringanan dan memperoleh keuntungan dari orang tua yang kondisi ekonomi yang kurang mapan atau miskin.

Padahal pada anggaran APBD Aceh Tengah tahun 2013 sebesar Rp. 718.033.147.247 dan dengan DAU Rp. 513.863.035.000 (wikipedia) dengan alokasi anggaran terbesar di berikan kepada pendidikan, sungguh naif rasanya apabila PEMDA kita tidak memberikan sedikitpun pengharapan untuk para pelopor bangsa tergabung dalam wadah permersatu dalam bingkai asrama. Miris melihatnya ketika seluruh daerah dari Provinsi Aceh sudah memiliki asrama Induk bahkan memiliki arsama untuk setiap kecamatan asal, sebaliknya dua daerah dari dataran tinggi gayo Bener Meriah dan Aceh Tengah tidak pernah memiliki asrama untuk mahasiswa nya dalam perantauan di pusat pemerintahan aceh ini.

Ini aneh tapi nyata, lain hal nya mengenai beasiswa selama dalam menempuh perkulihan selama 5 tahun ini penulis tidak pernah merima sedikitpun beasiswa dari Pemda kita yang sangat kita banggakan itu, ternyata hal ini bukan hanya terjadi pada penulis tetapi pada setiap mahasiswa yang belajar diperantauan ini. Mungkin itu sekelumit jeritan hati para agen of change.

Kembali lagi mengenai masalah asrama. Mahasiswa yang tinggal di asrama tidak sekedar pergi pulang kuliah untuk mendapatkan pengetahuan kognitif namun dengan adanya wadah  ini mahasiswa akan mendapatkan pengetahuan non kognitif selama tinggal di asrama apabila dikelola dengan baik. Misalkan pemberian softskill untuk fungsi asrama yakni sebagai tempat mendampingi, memotivasi, melayani, dan memfasilitasi. Apakah itu melalui kegiatan intra kampus berupa penggalakan organisasi-organisasi yang dapat meningkat intelektualisme. Karena,  dapat menumbuhkan rasa persatuan dan kedekatan prumodial antar sesama nasib orang perantauan.

Tapi realitanya berbanding terbalik dengan apa yang penulis harapkan, tidak ada tempat pemersatu kedekatan emosional. Sedih jadi mahasiswa asrama tak ada.

*Mahasiswa yang sedang menimba ilmu di pertantauan Banda Aceh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.