Pertentangan dan konflik di tubuh DPRK Aceh Tengah belum tuntas. Gubernur Aceh juga belum menanda tangani versi mana yang akan menjadi pimpinan dewan. Dua surat usulan pimpinan yang berbeda versi itu, hingga kini memasuki minggu terahir Januari 2015 belum ada jawaban dari gubernur.
Waspada yang mengikuti perkembangan di lembaga terhormat ini, melihat perpecahan itu belum ada penawarnya. Apalagi setelah adanya insiden tantangan adu pisik, sehingga kaca berpecahan dan meja jungkir balik. Paska insiden awal Januari itu, hingga kini personil dewan di sana tidak ada aktifitas.
Bahkan tugas utama mereka membahas anggaran, juga terabaikan. Pertentangan perebutan jabatan pimpinan telah membuat anggota dewan di sana tidak mendapatkan gaji. Surat edaran yang disampaikan Mendagri tentang sanksi yang dikenakan akibat mengabaikan tugas membahas anggaran, tidak membuat “orang” terhormat ini bersikap.
Sanski yang disampaikan Mendagri mulai berdampak. Terhitung Januari 2015 anggota dewan di sana tidak menerima gaji. Hingga kini juga pembahasan anggaran belum dilakukan. Personil dewan di sana masih fokus pada siapa yang akan menjadi pimpinan.
Pimpinan sementara DPRK Aceh Tengah, Muchsin Hasan, sulit dihubungi untuk diminta keterangannya. Demikian dengan wakil ketua sementara Zulkarnain juga tidak mau memberikan keterangan.
Sejak dilantik ahir Agustus 2014, sampai kini belum ada pimpinan DPRK yang defenitif. Ada dua versi pimpinan di sana. Versi pertama mengacu pada PP nomor 16 tahun 2010. Otomatis Golkar (Muhsin Hasan) akan menjadi ketua dewan, disusul Zulkarnain dari Demokrat dan Anda Syuhada (Nasdem).
Ada satu lagi partai yang sama dengan tiga partai diatas dalam perolohen kursi DPRK, yakni PAN. Keempat partai ini memiliki 4 kursi di lembaga ini, namun perbedaannya diselisih suara yang didapat pada pemilu lalu. Suara PAN walau sama kursi dengan tiga partai lainnya, namun PAN berada di urutan keempat. Sementara pimpinan DPRK hanya 3 (ketua dan dua wakil).
Versi pimpinan lainnya, menafsirkan keistimewaan Aceh dengan UUPA nomor 11. Versi ini hasil musyawarah dan suara terbanyak, justru Golkar yang kandas. Versi ini sudah dilakukan sidang paripurna, Zulkarnain- Demokrat (ketua), Anda Syuhada (Nasdem) dan Sirajudddin (PAN) sebagai wakil ketua.
Versi penafsiran UUPA ini mengantongi 19 suara dari 30 anggota dewan di sana.Kekuatan suara ini juga telah “memberangus” Golkar walau dalam perolehan suara, Golkar berada dirangking atas. Jabatan apapun tidak didapat Golkar, jangankan menjadi ketua komisi atau pimpinan badan kehormatan, untuk jabatan sekretaris saja Golkar tidak mendapatkanya.
Pertentangan pimpinan itu terus berlanjut, sampai personil terhormat itu mengabaikan tugasnya membahas anggaran hingga batas waktu ahir Desember 2014. Kini “orang dengan gelar terhormat ini” tidak mendapatkan gaji.
Waspada yang senantiasa mengikuti perkembangan di lembaga ini, belum mendapat jawaban pasti tentang apa upaya 30 manusia pilihan rakyat ini. Apakah persoalan pimpinan mampu mereka tuntaskan, sehingga ada pimpinan defenitif dan maukah mereka menggelar sidang membahas anggaran?
Dari berbagai keterangan yang Waspada peroleh, paska insiden tantangan berkelahi, semua pihak menahan diri. Kini sudah ada bisik-bisik tentang “sulitnya” tidak mendapatkan gaji.
Mengabaikan tugas utama selaku orang terhormat sudah membawa dampak, bukan hanya anggaran yang dibutuhkan masyarakat, namun ultimatu Mendagri tentang tidak adanya gaji DPRK, sudah menjadi kenyataan. Sampai kapan personil DPRK ini tidak mendapatkan gaji? Bahtiar Gayo Harian Waspada edisi Rabu 21 Januari 2015