Banda Aceh | Lintas Gayo – Proses hukum dugaan korupsi dana hibah Pilkada Kabupaten Aceh Singkil tahun 2011-2013 diduga sarat terjadi penyimpangan. Pasalnya, kasus dengan kerugian sebesar Rp1,3 miliar lebih itu cuma menjerat pejabat setingkat sekretaris dan bendahara pada Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Singkil.
Hal itu ditegaskan Koordinator Forum Anti-Korupsi dan Transparansi Anggaran (FAKTA) Indra P Keumala di Banda Aceh, Senin (29/6). Dia mengatakan, berdasarkan monitoring pihaknya ditemukan sejumlah keganjilan dalam proses pengungkapan kasus tersebut. “Banyak oknum lain yang kami duga terlibat, tapi justru didiamkan,” ujarnya.
Dijelaskan Indra, baik sekretaris yaitu Kemala Sari maupun Irma Suryani selaku bendahara KIP Aceh Singkil saat kasus itu terjadi diketahui bukan pihak yang sepenuhnya bertanggungjawab terhadap timbulnya kerugian seperti dituduhkan. “Keputusan penggunaan anggaran berada dalam kewenangan komisioner KIP Aceh Singkil. Mestinya penegak hukum juga mendalami kasus ini lebih adil,” katanya.
Kasus itu sendiri terjadi pada realisasi dana hibah pemerintah kabupaten Aceh Singkil tahun anggaran 2011, 2012 dan 2013 kepada KIP dalam rangka pelaksanaan Pilkada tahun 2012 yang total anggaran Rp14,25 miliar. Namun lebih dari Rp3,4 miliar di antaranya dituding dibelanjakan tidak sesuai peruntukkannya.
“Ada banyak pihak yang disebut-sebut turut menikmati realisasi yang ditemukan menyimpang. Mulai dari pembiayaan operasional pengaman Pilkada, beli laptop Wakapolres, hingga kegiatan anggota DPRK Aceh Singkil. Tapi kenapa yang dijerat cuma dua oknum itu?,” sergahnya.
Berdasarkan penelusuran pihaknya, tambah Indra, diperoleh informasi bahwa sebahagian oknum anggota komisi A DPRK setempat saat terjadinya kasus tersebut diduga juga turut menerima manfaat dari realisasi anggaran hibah yang diterima KIP Aceh Singkil.
“Dugaan tersebut bisa jadi benar, sebab KIP secara kelembagaan merupakan mitra kerja komisi A DPRK Aceh Singkil. Di samping itu, beberapa komisioner KIP Aceh Singkil ternyata juga punya hubungan kekerabatan yang sangat dekat dengan anggota komisi A itu tadi,” ungkapnya.
Dia lanjutkan, indikasi pihaknya dikuatkan dengan sinyalemen adanya pemanggilan oleh pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh terhadap sejumlah oknum DPRK Aceh Singkil. Namun Indra mengaku belum berani memastikan kebenaran informasi tersebut dan meminta media mengkonfirmasi langsung ke pihak terkait.
“Tentu harus dipastikan dulu apakah pemanggilan terhadap beberapa oknum mantan komisi A DPRK Aceh Singkil periode 2009-2014 yang sebahagian besar masih menjabat itu benar-benar dilakukan. Kalaupun benar, maka langkah Kejati patut diapresiasi,” katanya.
Untuk itu, Indra berharap agar penegak hukum dapat bertindak profesional dan transparan dalam setiap proses penegakan hukum. “Tuntaskan kasus ini secara adil. Jangan cuma oknum kecil yang dijerat. Semua pihak yang melakukan dan atau turut melakukan penyimpangan, apakah dia oknum DPRK atau oknum bupati sekalipun tetap harus dimintai pertanggungjawaban secara hukum,” demikian Koordinator FAKTA. (Rel)