JANG-KO : Qanun Kampung Aceh Tengah Harus Dibatalkan

Takengen | Lintasgayo.com–  Koordinator Jaringan Anti Korupsi Gayo (JANG-KO) Saradi Wantona mendesak pihak legislatif dan eksekutif untuk menunda pengesahan Rancangan Qanun Kabupaten Aceh Tengah Tentang Pemerintahan Kampung.

JANG-KO menilai draft qanun yang akan disahkan berpotensi mengembalikan kelembagaan pemerintahan kampung  seperti dizaman orde baru, yakni peran Reje sebagai kepala pemerintahan desa akan dibatasi haknya sebagai pemerintahan yang otonom sehingga bertentangan dengan prinsip berdemokrasi.

“ Kami melihat azas rekognisi, sebagai pengakuan terhadap hak asal-usul dan azas subsidiaritas yang memuat kewenangan skala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat desa yang merupakan urat nadi dari otonomnya sebuah pemerintahan desa sesuai perintah Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa tidak memuat dalam rancangan draft qanun kampung yang sedang digodok oleh DPRK Aceh Tengah,” kata Saradi Wantona di Takengon 14 Agustus 2021.

Menurut Saradi, pada Bab Penyelenggara Pemerintahan Kampung pasal 32 Ayat 1-3 menyebutkan bahwa penamaan Reje Kampung diubah menjadi Gecik sebagai kepala pemerintahan desa sama sekali tidak memiliki alasan yang kuat.

“ Tanah Gayo ini kan memiliki sistem pemerintahan lokal yang tidak dimiliki oleh daerah lain, yang termaktub dalam SARAK OPAT, yang kita kenal dengan sebutan, Reje, Petue, Imem dan Rakyat Genap Mupakat dan jelas sudah diakui oleh Negara melalui Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa,”. Jelas Saradi.

Ia juga menambahkan, seharusnya penamaan Reje sebagai kepala pemerintahan sudah sangat tepat tidak perlu dirubah, sebab secara histori jelas eksistensinya serta melekat dalam kehidupan masyarakat Gayo dari dulu hingga sekarang.

“ Yang perlu diperhatikan dan perbaiki adalah peran dan fungsi reje sebagai kepala pemerintahan saat ini, peraturan dibuat seharusnya sesuai dengan perkembangan zaman. Penamaan Reje sebagai kepala pemerintahan desa tetap relevan.Tugas legislatif bukan mengubah kelembagaan lokal itu, melainkan penataan kelembagaan desa, terutama sumber daya manusianya,“. Jelas Saradi.

Oleh karena itu Saradi menambahkan, rancangan draft qanun kampung yang memuat 18 BAB terdiri dari 228 pasal tersebut, belum sepenuhnya memuat asumsi sosiologis dengan melihat perkembangan pemerintahan dan masyarakat desa di Aceh Tengah.

“ Berkemungkinan jika qanun ini disahkan akan membuat pemerintahan desa babak belur, baik peran dan fungsinya sebagai pemerintahan yang otonom dan karifan lokal yang dimiliki masyarakatnya, makanya peraturan itu dibuat jangan menurut selera tetapi berdasarkan nalar dan asumsi yang logis, dan JANGKO mewakili masyarakat untuk meminta draft rancangan itu dibatalkan dengan segera.”. Imbuhnya. ** Rel.

Comments are closed.