Kopi Gayo, Dari Tak di Kenal Hingga Terkenal

Jarum jam menunjukkan pukul 14:00 WIB siang, Minggu (25/4) ketika rombongan sedang melihat perkebunan kopi milik rakyat. Mulai dari Kampung Simpang Tiga Redelong, hingga Kampung Pondok Sayur Kecamatan Bukit Kabupaten Bener Meriah. Matanya hampir tak pernah berkedip memandangi barisan pohon kopi di sepanjang jalan yang ia lalui.

Dialah Ir. Winaryo Suyono, M.Si lelaki paruh baya ini pernah mengabdikan hidupnya di bidang kopi gayo untuk Kabupaten Aceh Tengah saat itu Bener Meriah belum di mekarkan. Ketika ditanyai Love Gayo, apa yang anda fikirkan? Dia menjawab “Kopi gayo dari tak di kenal dan saat ini terkenal hingga ke manca Negara,”sebutnya.

Mengapa demikian? Dia yang akrab disapa Win, menuturkan, kopi gayo saat ini begitu terkenal, tetapi masih banyak orang belum tau sejak kapan kopi organik dari dataran tinggi ini mulai terkenal dan seberapa banyak di eksport ke luar negeri, pada awalnya?

Sambil mengendarai mobil, Winaryo menjawab “berondongan” pertanyaan penasaran Love Gayo, dan mengatakan kopi organik yang pertama kali di eksport dari Indonesia adalah dari dataran tinggi Gayo. Pada tahun 1992 sebanya 39 ton kopi organik arabika itu di kirim dari Aceh Tengah dengan tujuan Negara Amerika, Jepang serta Eropa.

Lalu berikutnya, pada tahun 1993 permintaan kopi organik meningkat di pasaran luar, kembali kopi gayo dikirim sebanyak 136 ton. Setelah itu permintaan bertambah sehingga pada tahun 1994 pengiriman ditingkatkan mencapai 455 ton.”Saat itu kopi gayo di sertifikasi oleh SKAL Netherland agar bisa di eksport, dan diberi nama dengan merk dagang Gayo Mountain Coffe,”sebutnya.

Sembari mendengar dengan cermat Love Gayo terus menulis penuturan Winaryo, kelihatan dia begitu hafal tentang sejarah awal perdagangan kopi organik arabika gayo hingga terkenal sampai luar Negeri. Dia merincikan jumlah awal  kopi tersebut di eksport ke pasaran luar, mulai tahun 1992 hingga 1994,” namun, sampai tahun 1996 produsen dan eksportir kopi organik gayo hanya satu perusahaan, yakni Perusahaan Daerah (PD) Genap Mufakat yang lokasi pabriknya berada di Pondok Gajah, Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener Meriah.

Di PD Genap Mufakat inilah Winaryo pernah mengabdikan hidupnya selama tiga tahun, saat itu dia diberi kepercayaan sebagai pimpinan proyek penelitian dan pengembangan kopi arabika organik Aceh. Sekaligus menjabat sebagai Internal Control System (ICS) dan menjadi Pembina PDGM yang anggotanya dari Koperasi Unit Desa (KUD) Intan Pase.

Pada tahun 1997 perusahaan produsen kopi organik arabika gayo bertambah satu perusahaan lagi yakni Forest Trade. Namun sayang kata Winaryo, malang tak dapat dihindari, akibat buruknya manajemen dan terjadi permasalahan di internal PDGM. Sehingga tahun 1998 SKAL mencabut sertikasi eksport kopi organiknya dari PDGM, hingga saat itu juga produsen pertama kopi organik gayo ini tidak bisa mengeksport kopi.

Pada tahun 2002 menurut Winaryo KUD Intan Pase mengambil peran dan menjadi produsen ke tiga yang mengeksport kopi organik gayo, mengikuti jejak PDGM yang sudah kolep dan Forest Trade.”Setelah itu, sejak tahun 2002 mulai banyak perusahaan produsen kopi organik gayo yang tumbuh.”sejak itu pula, saya tidak mengikuti lagi seberapa banyak produsen dan jumlah tonase kopi yang di eksport ke luar negeri,”ungkap Winaryo setelah itu ia pindah dari dataran tinggi Gayo ini.

Hingga kini, Winaryo tetap setia bergelut di bidang kopi, tapi bukan sebagai karyawan sebuah perusahaan produsen kopi, melainkan menekuni hidupnya di bagian penelitian buah yang sangat di gemari sebagian besar masyarakat dunia ini.”Saat ini saya sebagai Control Union Certifications, Member of Control Union World Group, maksudnya memberikan sertifikat bagi bahan yang berkaitan dengan organik dan layak eksport,”katanya.

Masalah kualitas kopi organik, hingga saat ini kopi arabika gayo nomor dua di Dunia setelah Negara Columbia. Dan nomor empat jumlah kuantitas eksport setelah Brazil, Columbi, Vietnam.”kopi organik saat ini yang di eksport dari Indonesia adalah dari daerah Jawa Timur, Flores, Toraja dan yang terbanyak dan mendominasi tetap dari tanah Gayo. Wajar, saat ini kopi gayo yang lebih di kenal,”ungkap peneliti dan Certifier kopi itu.

Tak terasa, jarum jam menunjukkan pukul 15:00 WIB menjelang Ashar, mobil yang kami tumpangi berhenti di sebuah Masjid di Pondok Sayur, disitu juga usai cerita Winaryo tentang produsen dan awal dieksportnya kopi dari daerah dingin ini, hingga terkenal. (Aman Buge)

Foto: Ir. Winaryo Suyono, M. Si (Foto:Aman Buge)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments

  1. Oh Pak Win akhirnya ke Takengen juga. Saya kenal Pak Win ini di Jember dan jadi lucu karena nama kami sama-sama Win.

    Oleh Pak Win saya sempat diajak mengunjungi pembibitan kopi di Andung Sari, Bondowoso dan juga mengunjungi perkebunan kopi Blawan di lereng Ijen.

  2. Terkadang sangat membanggakan, tapi di sisi lain memilukan. Kenapa ? orang tua saya tetangga saya dan orang kampong saya dari dulu bertani kopi tapi kehidupannya tetap seperti itu, tetap susah menyekulahkan anaknya, anak-anak mereka hampir tidak pernah dengar susu dan makanan bergizi lainnya. masihkah mereka salah ! mereka telah pergi ke kebun pagi hari dan pulang sore ?