Wanita Tangguh Peng DP Kopi

Wanita identik dengan kelembutan dan kehalusan. Dua kata ini seolah-olah sangat lekat dan secara otomatis menjadi citra  buat para wanita.

Hati wanita sangat  mudah tersentuh, air mata mereka mudah menetes, meski sekedar hanya untuk membasuh luka dan menyegarkan jiwa. Namun linangan  air mata, bukan menjadi  ukuran seberapa lemah kerapuhan jiwanya.

Bukan pula sebagai tanda betapa cengengnya meraka menghadapi hidup. Itulah salah satu gambaran wanita di Gayo yang keseharianya melakukan aktifitas meng dp kopi di Oro Kopi, Kampung Mongal, Kecamatan Bebesen, Aceh Tengah.

Dia setegar karang, ketika “sebelah sayapnya” patah. Sejak ditinggal suaminya kembali kepada Ilahi, dia menjadikan Oro Kopi sebagai sumber hidupnya, untuk mendidik dan membesarkan anak-anaknya.

Wanita janda asal Gayo,Aceh Tengah menunjukan ketegarannya sebagai ibu sekaligus ayah bagi sang buah hati. Ketika penulis bertemu denganya, penghujung Oktober 2020, wanita asal Bebesen ini, terlihat tegar, walau ada kalanya air bening dari indranya keluar.

Namanya Mardiah atau yang sering  menyapanya  dengan panggilan Kak Mar. Umurnya terbilang tua, sudah  53 tahun. Dia bekerja sebagai peng dp kopi (dp kopi- memisahkan kopi yang berkualitas dan kopi pesel), di Oro Kopi, Kampung Mongal, Kecamatan Bebesen.

Informasi ini penulis dapatkan ketika melaksanakan tugas wawancara, saat diselenggarakan pelatihan Jurnalistik oleh Dinas Syariat Islam dan Pendidikan Dayah, Aceh Tengah sejak awal November hingga medio November dalam 4 gelombang, di Oro Kopi.

Mardia sudah  18 tahun lamanya  berkerja di gudang Oro Kopi, sejak awal didirikannya ORO kopi yaitu tahun 2002 sampai sekarang ini.

Sebelumnya, bersama teman hidupnya, Mardiah  tinggal di Bebesen dan pindah ke Teritit. Namun setelah suaminya tiada, dia menetap di kampung Mongal, persis di belakang gudang kopi Haji Rasyid.

Mardiah mendapat titipan pesan dari almarhum suaminya, agar dia melanjutkan perjuangan hidup, membesarkan 4 anaknya yang ditinggalkan sang suami. Bahkan anak bungsunya ketika itu baru berumur 3 bulan.

Anak bungsunya ini  kini sudah berumur 18 tahun. Namanya  cukup keren, nama raja dangdut  Rhoma. Pemberian nama ini menurut Mardiah juga punya latar belakang kisah.

”Dulu ibu memberi nama tersebut karena ibu  ngefans bangett sama  artis dangdut yang namanya Rhoma Irama.Rhoma adalah sesosok yang memberi inspirasi, membangkit semangat, walau kadang sedih  dengan alunan nadanya. Rhoma anak ibu mengerti tentang kehidupannya yang  susah, dia selalu membantu ibunya,” Sebut Mardiah.

Tangannya yang sudah terlihat keriput, sudah terlihat dimakan usia. Matanya juga sudah mulai kabur, tidak lagi terang. Namun dia harus melakukan pekerjaan meng dp kopi di gudang kopi Haji Rasyid. Walau dia tidak lagi cekatan, seperti peng dp kopi lainya.

Dia tidak pernah patah semangat dalam menghidupi keluarganya.”Saya sangat bersyukur mendapat pekerjaan seperti ini,biarpun hanya 2-300 dalam setiap 15hari sekalinya.mulai dari jam 07:00-17:00, sebutnya.

Saat penulis mewawancarainya, tidak terasa ada tetesan air bening di indra penglihatan Mardiah. Sesekali dia menyeka air hangat dari matanya dengan punggung tanganya.

”Ibu nggak punya kebun, nggak punya sawah, hidup ibu hanya bergantung dengan menDP kopi. Kalau gudang di tutup tidak ada pemasukan kopi,yaa terpaksa ibu kerja ongkosan ngutip di kebun orang, apapun ibu lakukan asalkan halal,”ujar Mardiah.

Janda yang teguh dan tabah ini sebenarnya kepingin juga punya usaha sendiri, minimal berjualan kecil kecilan di rumahnya. Namun dia mengakui bagaimana mau melakukanya, karena dia tidak memiliki modal.

Pilihan hidupnya yang selama ini telah mengalir dalam nadi darahnya adalah meng dp kopi. Walaupun hidup dalam kekurangan Mardiah tidak pernah patah semangat.

“Alhamdulillah dengan gaji yang pas-pasan ini, ibu bisa membiayai anak bungsu ibu yang akan kuliah pada tahun 2020 ini di STAIN Gajah Putih Takengon”ujarnya.

“Kamu yang rajin sekolah ya nak, agar kelak kamu menjadi orang, agar hidupmu senang, tidak susah seperti ibu,” pesan Mardiah kepada penulis, kembali terlihat linangan air matanya.

Mardiah sosok yang tak pernah menyerah dan punya prinsip hidup.  Ditengah malam yang larut, dikesunyian yang mencekam, dia tengadahkan tangan dengan air mata yang berlinangan. Dia memohon Tuhan memberikan yang terbaik untuk hidupnya.

Mardiah adalah sosok wanita yang tidak  sekuat laki-laki. Tetapi dia  wanita yang tabah. Ketabahanya itulah yang menjadikan  kuat, sekuat lelaki. Mardiah wanita tangguh peng DP kopi.

(Penulis Ifa Zahra Fadhila, Santriwati Dayah Al Huda, Jagong- Aceh Tengah/Editor Redaksi)

 

Comments are closed.