Takengon | Lintas Gayo : Puluhan elemen sipil, praktisi hukum, pegiat LSM, mahasiswa dan wartawan media cetak dan elektronik hadir menyaksikan pemutaran Film Dokumenter Radio Rimba Raya, sebuah karya yang disutradarai Ikmal Gopi, putra Gayo lulusan perfilman IKJ (Intitut Kesenian Jakarta) di Wahana Apresiasi (Wapres) Café Takengon, Selasa (1/3) bertepatan dengan terjadinya serangan umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta yang dipararelkan dari salah satu radio hingga ke Radio Rimba Raya untuk disebarluaskan keseluruh pelosok negeri hingga dunia International.
Menurut Even Oragnaizer (EO), Yusra Amri Daud, pemutaran film tersebut semula diagendakan diputar bersama Pemkab setempat namun hingga selasa (1/3) petang belum mendapat konfirmasi dari pihak terkait. Yusra Amri dengan dukungan rekan-rekannya tetap memutar film tersebut mengingat tanggal 1 Maret merupakan hari paling bersejarah sekaitan dengan eksistensi radio tersebut.
Saat film yang diputar berdurasi 80 menit tersebut, penonton terus berdatangan hingga memadati café yang berada persis bertetangga dengan Pendopo Bupati Aceh Tengah tersebut. Suasana serius tampak diwajah penonton dan sesekali terdengar gelak tawa dan tepuk tangan. Pasalnya, ada beberapa sesi yang dianggap kocak dari dialog narasumber yang ditampilkan seperti sosok Aman Jus seorang saksi sejarah yang langsung melihat bagaimana suasana saat RRR beroperasi menyuarakan suara perjuangan. Dengan bahasa Indonesia berlogat bahasa Gayo, menghidupkan suasana nonton dengan hawa dingin Takengen yang menyelimuti penonton.
Suasana haru dari relung hati penonton saat Drs. Mahmud Ibrahim dan AR Latif bercerita dengan menggebu-gebu, bahkan sampai menitikkan air mata.
Setelah film usai, acara dilanjutkan dengan dialog interaktif penonton yang dipandu hidup oleh Khalisuddin, seorang wartawan berbasis internet di Aceh yang ditemani Bakhtiar Gayo yang juga wartawan senior Gayo.
Bakhtiar, dengan lirih mengucapkan terima kasih kepada Bruce panggilan akrab Ikmal Gopi, telah membuat sejarah bagi Gayo, karena peranan Gayo yang luar biasa dalam memerdekakan Indonesia.
Sementara Ikmal Gopi, menyatakan pengakuan jera membuat film documenter jika tidak dibekali dengan dukungan dana yang jelas. “Karena terlanjur penasaran dengan Radio Rimba Raya, saya selama empat tahun layaknya pengemis. Mengemis data dan dana, terkadang nyaris dipukul orang saat melakukan riset,” ungkap Ikmal.
Menanggapi pernyataan ini, seorang penonton, M Nadio, pelajar SMP yang masih berusia 14 tahun, berharap Ikmal Gopi tidak berhenti membuat film documenter yang lain karena masih banyak sejarah Gayo- Aceh yang berlum dieksplore, misalnya sejarah Pesawat Seulawah Air RI 001 yang menjelma menjadi Garuda Indonesia Air Lines, Sejarah Aman Dimot dan lain-lain.
Menyahuti permintaan anak ini, Ikmal seakan sadar pernyataannya telah jera ternyata salah. “Mudah-mudahan kedepan banyak respon sehingga kita dapat membuat film-film berbasis sejarah lainnya agar masa lalu kita yang benar-benar terjadi tidak menjadi dongeng,” kata Ikmal.
Sejumlah pertanyaan bertubi-tubi diungkapkan oleh penonton dengan antusias dan dijawab dengan rinci dan cerdas oleh Ikmal dipandu Khalisuddin. Malah saat mati lampu, acara berjalan terus tanpa penerangan dan pengeras suara.
Salah satu usulan yang cukup menarik adalah mendesak agar sejarah RRR dimasukkan dalam kurikulum pelajaran sejarah perjuangan Indonesia dan dimulai dari Gayo khususnya dan Aceh umumnya.
Saat waktu menunjukkan pukul 24.00 Wib, Khalisuddin langsung meminta penonton untuk tidak bertanya lagi. Dia berkilah lain waktu akan ada pemutaran ulang film tersebut dan dialog interaktif dengan Ikmal Gopi.
Pemandu acara menyarankan kedepan agar bekerja sama dengan jajaran Kodim 0106 Lilawangsa karena Perjuangan Radio Rimba Raya sangat erat kaitannya dengan eksistensi TNI di tahun 1949.
Terkait dana penyelenggaraan pemutaran tersebut yang digunakan untuk pembayaran sound system dan minuman ringan, para penonton memberi sumbangan sukarela yang dimasukkan kedalam peci berjalan.
Pengakuan Yusra Amri,penanggung jawab acara tersebut, pihaknya jauh-jauh hari sudah mengajukan proposal ke pemerintah Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah. Malah sempat bertatap muka dengan kedua Bupati kabupaten tersebut. “Hingga acara ini berakhir belum ada kejelasan bantuan dana dari pihak Pemkab. Namun meskipun tanpa dana ternyata mendapat apresiasi cukup baik dari kalangan intelektual muda Gayo di Takengen yang telah mengangkat sejarah RRR yang belum banyak diketahui masyarakat, dan menjadi motivasi generasi Gayo untuk lebih menggali sejarah,’ pungkas Yusra Amri seraya menambahkan bahwa dirinya juga telah mengundang sejumlah pejabat dan tokoh politik Aceh Tengah dan Bener Meriah untuk hadir melalui undangan sms. (wyra)
Sedehdi Gayoni way, kenake enti dooor kite kenyel pemda ni, munamahi dosa wa kite.
ike lagu ini sahan sisalah Pemimpin atawa Rakyat Gayo??.
Masakan tareng menikmati hasil gerelepas hadir.
itu artinya kita tidak menghargai jasa-jasa pahlawan kita = mengingkari kemerdekaan kita.
pemerintah pragmatis, sory2 aja mau dukung yang beginian, kecual kl rakyat dah mulai, pmerintah atau aparat bisanya siapkan martil kalau rumah sudah selesai…
“munge umah tetok pepalu”
Bravooo untuk bg GOPI, Maju Terus abadikan sejarah TANOH GAYO.
Untuk Pemda tolooooooooooong Perhatiannya, jangan hanya memerhatikan para TS.