Wali Nanggroe Berpesta Pora Rp 50 Milyar
Oleh: Aramiko Aritonang*
Sungguh menyayat hati, dikala Aceh Tengah dan Bener Meriah sedang berduka akibat musibah Gempa Bumi, mengapa Pemerintah Aceh Lebih Perduli mempersiapkan kepentingan Wali Nanggroe yang hingga hari ini Qanun Tersebut belum juga di setujui oleh seluruh masyarakat Aceh dan Pemerintah Pusat.
Kami Atas nama Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Aceh, sangat menyesalkan dan mengutuk sikap Pemerintah Aceh dan DPR Aceh karensa kami menganggap bahwa yang menjadi perioritas pemerintah aceh hari ini bukan lah masalah kemanusiaan akan tetapi lebih mengutamakan kepentingan kelompoknya saja, seperti Anggaran Walli Nanggroe yang secara lantang di anggarkan langsung melalui RAPBA-P 2013, oleh Abdullah Saleh sebesar 50 Milyar untuk kepentingan segelintir Elit.
Mengapa Gubernur Aceh dan Abdullah Saleh tidak bersikap demikian terkait percepatan pembangunan Rehap Rekon Korban Gempa Bumi Aceh Tengah dan Bener Meriah apakah karena Kami yang hari ini menjadi Korban Gempa Bumi adalah Suku GAYO sehingga Gubernur dan DPR Aceh tidak mau mencurahkan pikiran dan tenaganya untuk menyelamatkan masyarakatnya yang meyoritas merupakan suku Gayo. Kalau lah ini benar dan menjadi alasan gubernur dan DPR Aceh maka kami sebagai anak negeri ini tidak akan pernah Ikhlas menghargai Gubernur dan DPR Aceh sampai akhir hayat kami.
Sehingga semakin jelaslah bahwa pemerintah aceh dalam hal ini Gubernur dan DPR Aceh sangat meng Anak tirikan kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, kalaulah ini benar apa adanya mengapa Pemerintah Aceh dan DPR Aceh tidak mau melepaskan wilayah ALA menjadi Provinsi tersendiri, agar kami bisa mandiri dan berupaya membangun negeri ini dan menjaga serta melestarikan adat dan kebudayaan kami, hal ini kami lakukan karena kami juga tidak mau terus menerus di anggap menjadi Beban Pemerintah Aceh.
Ketika Tsunami melanda Aceh kami Masyarakat dan Mahasiswa Gayo berbondong bondong menjadi Relawan dan tanpa banyak berpikir semua Pemu dan Mahasiswa di berangkatkan ke dua titik yaitu Melaboh dan banda Aceh, karena kami menganggap yang terkena musibah Tsunami merupakan Saudara Kami Juga, Seharusnya hal ini menjadi Contoh Buat Gubernur Dan DPR Aceh, dan kami akan pertanyakan pada Gubernur dan Wali Nanggroe ketika tsunami melanda aceh apakah mereka orang pertama yang mabawakan bantuan dan mengumpulkan/mencari para Jenazah Almarhum para koraban Tsunami..?
Mengapa Gubernur dan DPR Aceh memperlakukan kami masyarakat wilayah tengah pada Umumnya Khususnya Aceh Tengah dan Bener Meriah tidak Selayaknya masyarakat aceh pada umumnya, Apakah karena kami ini Suku Gayo, kalau lah ini juga masih menjadi alasan Gubernur dan DPR Aceh maka salahkah sang Pencipta yang telah menakdirkan. Seperti penjelasan ayat ini:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu ialah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al–Hujarat: 13)
Kami juga menilai bahwa Gubernur dan DPR Aceh tidak mencerminkan ke tauladanan sejarah Raja Iskandar Muda yang Arif dan Bijaksana yang hingga hari ini masih di angung-agungkan oleh masyarakat Aceh, hal ini kami simpulkan karena Duka yang dirasakan oleh masyarakat Aceh Tengah dan Bener Meriah ternyata bukan merupakan duka Gubernur dan DPR Aceh, sehingga menjadi kewajaran dan menambah kekuatan bagi kami masyarakat Aceh Tengah dan Bener Meriah untuk mempersiapkan diri mengelola Provinsi Baru yang menjadi keingin seluruh Masyarakat ALA, Jikalaupun ini suatu saat akan tercapai kami masyarakat ALA hingga akhir hayat Hidup kami tetap tidak akan memutuskan tali persaudaraan kami kepada saudara kami yang bersuku Aceh.
Sehingga semakin jelaslah bahwa pemerintah Aceh dalam hal ini Gubernur dan DPR Aceh sangat meng-anak-tirikan Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, kalaulah ini benar apa adanya mengapa Pemerintah Aceh dan DPR Aceh tidak mau melepaskan wilayah Leuser Antara menjadi Provinsi tersendiri, agar kami bisa mandiri dan berupaya membangun negeri ini dan menjaga serta melestarikan adat dan kebuayaan kami, hal ini kami lakukan karena kami juga tidak mau terus menerus di anggap menjadi Beban Pemerintah Aceh.
*Ketua GMNI Aceh