Takengen |Lintas Gayo – Apa yang akan dilakukan Presiden Republik Indonesia melalui Mendagri untuk melakukan evalusi Qanun Aceh yang bertentangan dengan UUD 1945 sangat kami dukung.
“Kita sangat tidak setuju dengan sikap Kesatuan Aksi Mahasiswa Islam (KAMI) Aceh, yang menolak dengan apa yang akan dilakukan pemerintah pusat untuk mengevaluasi Qanun Aceh yang bertentangan dengan UUD 1945,” sebut Aramiko Aritonang GMNI, dalam relisnya yang diterima Lintas Gayo.
GMNI dan TMP Aceh melihat banyak Qanun Aceh tidak ada manfaatnya untuk masyarakat Aceh. Buktinya, Qanun Aceh yang katanya semua demi kepentingan untuk Kesejahteraan rakyat Aceh ternyata itu semua hanya untuk memperkaya diri para elit-elit mantan kombatan yang hari ini hidup mewah dan berpoya-poya.
Sementara masih banyak Janda dan para korban Konflik hingga hari ini belum tuntas di tangani, belum lagi rakyat Aceh pada Tahun 2014 jumlah penggangguran dan angka kemiskinan meningkat. Ini semunya akibat mental Pejabat Aceh yang Korup dan Nopotisme, sehingga banyak penjabat Aceh yang tidak bisa bekerja Profesional dan berimbas pada pelayanan pemerintah yang buruk terhadap rakyat.
GMNI dan TMP Aceh juga mempertanyakan kenapa muncul seperti Din Minimi di Aceh? Ini merupakan akibat ketidakadilan pemerintah kepada rakyat. Jangankan kepada rakyat kepada para mantan kombatan saja Pemerintah Aceh tebang pilih untuk membantu agar bisa hidup mandiri dengan di berikan bantuan usaha-usaha.
Hingga bulan November 2014 banyak proyek APBA terlambat dalam hal pelaksanaan dan terancam pada gagalnya proyek-poyek yang berada di 23 Kabupaten Kota Se Aceh. Hal ini lebih dikarenakan oleh banyaknya kepentingan elit-elit pejabat Aceh sehingga pekerjaan untuk kepentingan rakyat terlantarkan dan terkesan pembiaran oleh Pemerintah Aceh.
Ini merupakan bukti kinerja pemerintah Aceh yang sangat Lambat dalam hal menjalankan roda Pemerintahan, belum lagi kita melihat dengan fakta bahwa lambatnya penanganan musibah banjir dan longsor yang terjadi di beberapa Kabupaten Kota yang ada di Aceh, khususnya wilayah Tengah Aceh yang saat ini sedang mengalami Longsor dan banjir bandang yang diakibatkan oleh lemahnya pengawasan Pemerintah untuk mengawasi hutan Aceh khususnya hutan Leuser yang marak di Jarah oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungJawab.
Kalau kita kaji lagi soal Qanun Aceh yang mengenai pengawasan hutan, kita sudah memiliki Polisi Hutan (POLHUT) yang saat ini di gaji oleh uang rakyat untuk menjaga dan melestarikan Hutan, kendati demikian banyak Oknum Pejabat di Aceh yang melakukan Aktifitas Illegal Loging tidak pernah diadili.
Kami duga mereka karib-kerabat Gubernur sehingga kebal terhadap Hukum, salah satu contoh seperti Pembalakan Hutan Lindung di Bener Meriah yang sudah menjadi Rahasia Umum Masyarakat Bener Meriah bahwa Pelaku Pembalakan Merupakan Oknum Pejabat Eksekutif dan Legislatif yang menjadi Pelaku Utama.
Masyarakat Aceh juga harus Pertanyakan soal Kovensasi Hutan Aceh yang menjadi sorotan dunia, hingga hari ini masyarakat belum merasakan Kovensasi dari penjualan karbon, masyakat Aceh satu sisi tidak boleh melakukan penebangan hutan karena demi menjaga paru-paru dunia, satu sisi lagi masyarakat Aceh butuh lahan untuk bercocok tanam, kalau ini terus dibiarkan maka rakyat akan menjadi tumbal dari Kepentingan elit-elit di Aceh.
Rakyat Aceh sudah muak melihat Tingkah Laku pemerintah yang terus mengurusi urusan yang tidak ada manfaatnya terhadap Rakyat, salah satu contoh adalah pemerintah aceh sudah di sibukan 2 tahun kebelakangan ini dengan urusan Qanun Wali Nanggroe dan Qanun Bendera dan Lambang, belum lagi pemerintah Aceh membuat Istana Wali Nanggroe dengan uang rakyat yang hampir menelan Biaya 50 Milyar.
Artinya ketika pemerintah aceh di berikan kewenangan untuk mengurusi Daerah dengan Kekususanya malah salah menggunakan kewenangan itu, yang seharusnya kewenangan itu Opro rakyat demi terwujudnya Kesejahteraan bukan sebaliknya hanya menguntungkan segelintir Elit-elit Pemerintah Aceh.
Atas dasar ini Kami Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Aceh dan Taruna Merah Putih (TMP) Aceh sangat mendukung Kebijakan Pemerintah Pusat untuk mengevaluasi Qanun-Qanun Aceh yang bertentangan dengan UUD 1945 lebih-lebih Qanun Wali Nanggroe dan Bendera/Lambang Aceh yang tidak Pro Rakyat agar secepatnya pemerintah Pusat membatalkannya demi Keberlangsungan Napas Rakyat Aceh. (LG 14)