Banda Aceh | Lintas Gayo – Akhirnya Malik Mahmud resmi menjadi Wali Nanggroe, setelah dikukuhkan dalam Sidang Istimewa DPRA, Senin 16 Desember 2013. Tetapi sayangnya, belum semua elemen menerima pengukuhan itu. Ada beberapa pekerjaan rumah yang harus dilakukan.
“Terlebih dahulu melakukan upaya pendekatan persuasive dan intensif dengan pihak-pihak yang menolak dilantik, termasuk masyarakat diberbagai kabupaten/kota,” kata Aryos Nivada, Peneliti Jaringan Survei Inisiatif (JSI), Senin (16/12) di Banda Aceh.
Menurut Aryos langkah kedua yang harus dilakukan paska dilantik, Wali Nanggroe harus menunjukan kinerja sesuai dengan fungsi dan peran yang dimandatkan dalam perjanjian MoU Helsinki, UPPA dan Qanun.
Hal penting lainnya berupaya menunjukan kepada publik bahawa Malik Mahmud memiliki kapasitas sebagai Wali Nanggroe, sehingga masyarakat yang menolak nantinya akan berbalik mendukung.
“Kapasitas harus ditunjukkan, dengan cara memahami dan mempraktekkan nilai-nilai keagamaan. Wali Nanggroe juga harus mampu memainkan perannya sebagai pemersatu lintas suku dan melestarikan adat istiadat serta kebudayaan,”kata Aryos.
Selanjutnya menurut Pengamat Politik dan Keamanan Aceh Aryos Nivada, Malik Mahmud sudah sah menjadi Wali Nanggroe versi DPRA paska pengukuhan harus membangun komunikasi dengan Pemerintah Pusat terkait point-point yang belum direvisi di pasal 2 Qanun No 8 Tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe. Langkah-langkah apa yang harus dilakukan agar memenuhi point-point yang diminta Mendagri.
Catatan penting lainnya kata penulis Buku Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Transisi Politik Aceh ini, paska dilantik jangan sampai pengukuhan Malik Mahmud bersama Lembaga Wali Nanggroe memiliki muatan politik yang kuat dari pada menjalankan fungsinya yang tertera pada MoU Helsinki dan UUPA.
“Jika Wali Nanggroe tidak mampu berperan maka akan memicu penolakan besar-besaran dikemudian hari, ” pungkasnya. (Pr)