* Tgk. Usman Nazaruddin Al-Qarni, SH.I*
Aceh sebagai satu-satunya wilayah yang menjalankan Syariat Islam dari semua provinsi di Indonesia. Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh diatur dalam Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2002 Tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan Syi’ar Islam. Syariat yang ada menyentuh berbagai aspek dan lapisan masyarakat termasuk masalah politik. Dalam kenyataan yang ada, praktik politik di seluruh Indonesia malah Aceh yang paling memprihatinkan dimana kondisi politik di Aceh setiap menjelang pelaksanaan pemilu maupun pemilukada selalu diwarnai dengan tindakan intimidasi dan teror. Komitmen perdamaian yang dituangkan dalam MoU Helsinki sembilan tahun yang silam pun seolah tidak bermakna kembali kecuali poin-poin yang hanya untuk kepentingan serta keuntungan sepihak.
Susah mencari dan mendapatkan sosok pemimpin ideal yang bisa mewakili aspirasi dan keinginan rakyat dimana situasi politik yang begitu buruk serta wakil rakyat yang maju bukanlah orang-orang yang disegani dalam masyarakat. Sehingga sikap dan kepercayaan masyarakat akan perbaikan taraf kehidupan kondisi Aceh semakin jauh dari harapan. Sosok pemimpin sekarang jauh dari sikap yang bisa diteladani dan diteladani sehingga kepercayaan publik kepada pemimpin semakin krisis.
Belajar dari Lebah
Allah Swt berfirman: “Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda kebesaran Tuhan bagi orang yang memikirkan. (Qs: An-Nahl: 69). Ayat ini menjelaskan tentang kelebihan yang Allah berikan pada lebah. Nabi Muhammad Saw Bersabda “ Al-insanu kama salin nahlu (manusia itu seperti lebah)”. Artinya dalam perilaku lebah itu ada sikap-sikap yang bisa ditiru oleh manusia. Dalam kehidupannya, lebah mempunyai empat perilaku yang baik yaitu tidak memakan makanan yang kotor, jika berteduh tidak merusak tempat, kalau tidur secara rapi, dan menghasilkan madu. Sesuai dengan hadis Nabi diatas yang menjelakan tentang persamaan manusia dengan lebah, ini menggambarkan bahwa perilaku yang ada pada lebah bisa ditiru oleh manusia. Keempat perilaku tersebut akan penulis uraikan secara rinci, yaitu:
Pertama, tidak memakan makanan yang kotor jika ditamsilkan pada manusia yaitu tidak pernah mencari rezeki yang haram, tidak pernah mencuri dan merampok, tidak menipu sesama manusia dan tidak menggunakan jabatan yang ada untuk memperkaya diri. Sikap ini perlu diteladani oleh calon pemimpin agar mereka bisa menjalankan roda kepemimpinan yang bersih dan jauh dari keharaman dalam mendapatkan harta benda. Jabatan akan selalu digunakan untuk kepentingan bersama serta tidak akan mengurangi apalagi mengambil yang bukan haknya.
Kedua, jika berteduh tidak merusak habitatnya. Artinya sifat ini jika dihubungkan pada diri manusia dalam keseharian seseorang akan selalu saling menghargai dan tidak menggunakan ataupun memamfaatkan sumber daya yang ada untuk kepentingan kelompok, tetapi akan dimanfaatkan untuk kemaslahatan rakyatnya. Sikap ini perlu ada pada jiwa seorang pemimpin agar bisa mengatur masyarakat supaya selalu hidup rukun dan saling menjaga keindahan lingkungan hidup bukan mengeksplorasi hasil bumi sampai habis yang keuntungannya dinikmati segelintir orang dan kesengsaraan merkurilah yang dinikmati warga sekitar (kasus di Aceh Utara dan Aceh Jaya).
Ketiga, tidur tersusun rapi. Dalam konteks kehidupan manusia apalagi di Aceh kita lihat, ketrentraman dan kedamaian hanyalah milik sekelompok orang yang mempunyai jabatan, wewenang dan kekusaan. Dalam berbagai Instansi dan Lembaga, semua kepala SKPA maupun SKPD nya berasal dari kelompok tertentu. Ketika merekrut pekerja pun hanya terbatas pada golongan tertentu. Tidak pula terjadi di ruangan, di lapangan pun mengalami hal yang sama dimana ketika teror dan intimidasi terjadi atas masyarakat lemah dan caleg-caleg dari partai kaum minoritas pelaksanaan hukum atasnya pun sangat lambat. Praktik razia di jalanan pun menjadi acuan bahwa kekuasaan menjadi kunci kedamaian di Aceh dimana mereka yang terjaring razia bisa mudah dilepas hanya dengan mengabarkan bahwa ia berasal dari suatu kelompok tertentu.
Keempat, lebah itu menghasilkan madu. Jika diibaratkan pada diri manusia, bahwa dalam segala tindakan dan ucapannya senantiasa bermanfaat bagi orang lain. Sifat ini sebenarnya kunci utama yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin agar setiap kebijakan dan keputusan yang diambil hendaknya berguna bagi semua orang bukan untuk kepentingan segelintir orang.
Kebijakan Sepihak
Kasus polemik Bendera Bulat Sabit dan Lambang Burak Singa sampai saat ini masih menjadi perdebatan yang tiada titik temu. Padahal, Raqan Hukum Jinayah yang jauh-jauh hari telah digagas sebelum adanya Raqan Bendera dan Lambang Daerah malah Raqan Bendera dan Lambang Daerah terlebih dahulu selesai diqanunkan. Mengingat Aceh bumi yang bersyariat, keputusan seperti ini merupakan hal yang sangat radikal dimana kepentingan politik dan kelompok lebih didahului dibandingkan dengan hukum Allah yang semestinya harus diutamakan.
Keempat sifat yang dimiliki oleh lebah ini perlu diteladani oleh manusia terutama oleh pemimpim-pemimpin yang mereka menjadi perhatian orang banyak. Bumi Serambi Mekah telah dipimpin oleh orang-orang yang terkenal di dunia seperti Sultan Malikussaleh, Sultan Iskandar Muda, Sultan Alauddin Syah serta Kesultanan lainnya yang telah masyhur ke seluruh dunia. Mungkin saja mengikuti gaya kepemimpinan seperti mereka tidak mampu dicapai oleh Pemimpin sekarang, setidaknya kita masih mampu meneladani empat sifat yang terdapat pada binatang kecil seperti halnya lebah.
Muhammad Ali Al-Atas dalam bukunya Filsafat Islam, menjelaskan fungsi manusia yaitu menyadarkan manusia sebagai individu pada posisi dan fungsi di tengah makhluk lainnya. Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya sesama masyarakat (habluminannas). Menyadarkan manusia tentang kedudukan dan mendorongnnya untuk beribadah. Menyadarkan manusia tentang kedudukannya dan memahami hukum Tuhan dalam menciptakan makhluk lainya.
Tulisan singkat dan sederhana ini semoga bermamfaat bagi pembaca untuk perubahan gaya kehidupan kepemimpinan yang telah berjalan maupun bagi para calon legislatif yang maju ke tingkat kabupaten, provinsi mapun tingkat pusat. Sekedarnya saja semoga kita memahami bersama bahwa demokrasi menempatkan manusia di posisi yang sama dan perdamaian yang telah disepakati milik masyarakat Aceh semua bukan milik kelompok atau partai politik tertentu. Sehingga intimidasi, teror, penganiyaan dan pembunuhan terhadap kader, caleg dan simpatisan seperti yang telah terjadi semoga bisa berkurang. Negeri Aceh yang bersyariat dibalut dalam bingkai NKRI sepatutnya kita sadari bahwa tata kehidupan berdasarkan konstitusi serta menempatkan hukum Allah di atas segalanya.
*Tgk. Usman Nazaruddin, S.HI, Anggota Relawan Demokrasi KIP Aceh Utara dan Peserta Siswa SDAU Aceh Utara Agk. IV Tahun 2014.