Jakarta – Bareskrim Polri akhirnya buka suara soal isu kriminalisasi Kompol AS yang tolak uang suap Rp 7 miliar. Versi Bareskrim Polri, Kompol AS terbukti melakukan penyalahgunaan wewenang karena campur tangan terhadap penyerahan dan pengubahan sertifikat milik Kinghu kepada pihak swasta.
Bahkan Kompol AS juga dituduh memaksa Kinghu memberikan sertifikat dengan imbalan penangguhan penahanan.
“KH (Kinghu) ini ditahan, kemudian yang bersangkutan mengajukan penangguhan ke penyidik tetapi tersangka meminta sertifikat hak milik atas nama istri KH berupa sertifikat Kelurahan Batu Nunggal, Bandung,” kata Kasubdit 2 Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri Kombes Pol Djoko Poerwanto di Bareskrim Polri, Jakarta, Selasa (19/5).
Djoko menuturkan Kompol AS bersama pihak swasta serta BPN Bandung mengubah sertifikat tanah dari yang bernomor 1107 menjadi berubah kepemilikannya dengan sertifikat bernomor 4073.
“Kondisi terpaksa untuk mengajukan penangguhan. Penangguhan itu ada syarat adalah orang dan sertifikat, tidak seperti penangguhan orang dan uang (sesuai ketentuan),” sambung dia.
Akibat ikut campurnya Kompol AS terhadap kasus tanah yang bukan tanggung jawabnya, AS di jerat dengan pasal 12 huruf e dan atau pasal 10 huruf a UU Nomor 13 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
“Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaanya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri atau dengan sengaja menggelapkan akta yang dikuasai karena jabatannya,” terang Djoko.
Bareskrim menegaskan tindakan Kompol AS yang menjembatani pihak swasta dan King Hu adalah salah. Apalagi kasus swasta dan King hu tidak terkait dengan kasus yang sedang ditangani Kompol As.
“Apapun istilah bekerja ada norma yang dibatasi kewenangan, hak, kewajiban berkaitan dengan ada hubungan menangani tidak ada hubungan menjembatani punya batasan, kewenangan itu (Kompol AS) terlampaui, hak kewajiban harus seimbang,” tuturnya.
Sebelumnya menurut versi Kompol AS, penangguhan penahanan dilakukan karena kondisi kesehatan King Hu yang memburuk. Dia pun mengaku hanya bermaksud baik menghubungkan pihak swasta (Edwin) selaku pemilik tanah sah kepada King Hu.
“Saya kumpulkan semua pihak tersebut, akhirnya King hu menyerahkan sertifikat tanah tersebut kepada Edwin dengan sukarela. King Hu ini mafia tanah. Ada semua bukti-buktinya,” tutur Kompol AS.
Penyerahan itu tak sepenuhnya sukarela, King Hu melobi Kompol AS dengan iming-iming uang Rp 7 miliar jika sertifikat tanah di Bandung itu kembali kepadanya.
Kompol AS menolak. Namun, King Hu berhasil melobi atasan Kompol AS dengan dijanjikan uang miliaran itu. “Saya tidak mungkin melakukan itu, saya enggak mau Rp 7 miliar. Tiba-tiba atasan saya Kombes U bilang sudah balikin sertifikatnya, katanya kita bagi 50:50 tapi saya diam saja,” jelas dia.
Suap itu diketahui oleh keluarga Atang. Setelah beberapa lama, Kompol AS dinyatakan sebagai tersangka.
Sumber: Merdeka.com