Banda Aceh – Gubernur Aceh dr Zaini Abdullah menggelar coffee morning dengan para pegiat lingkungan dari beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Pendopo Gubernur Aceh, Rabu (20/8/2014).
Usai menyantap sarapan pagi, Gubernur Zaini Abdullah didampingi Ketua Tim Asistensi Gubernur Aceh, Zakaria Saman dan Asisten I Dr Iskandar A Ghani, serta beberapa Kepala Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA), menggelar diskusi ringan yang berkaitan dengan permasalahan lingkungan di ruang tamu pendopo Gubernur.
Dalam kesempatan tersebut Doto Zaini mengajak para pegiat lingkungan untuk terus membantu mengingatkan Pemerintah Aceh dalam dalam hal penerapan kebijakan yang berkaitan dengan isu-isu lingkungan.
“Saya kira kita perlu duduk (berdiskusi-red) berkali-kali tidak cukup hanya hari ini. Kedepan kita harus mengagendakan pertemuan rutin. Kita akan berdiskusi secara terbuka terkait isu-isu lingkungan terkini,” ujar Zaini Abdullah.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Aceh, Husaini Syamaun menjelaskan, berdasarkan arahan Gubernur Aceh, terkait dengan status Rawa Tripa, pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Nagan Raya.
“Kita sudah bersepakat, lahan Rawa Tripa yang masih berupa hutan akan terus dipertahankan untuk menjadi hutan. Sedangkan lahan yang rusak tentu saja akan kita rehabilitasi,” terang Husaini Syamaun.
Sementara itu, terkait dengan isu Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh, Abubakar Karim selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh menjelaskan, Tata Ruang merupakan aturan yang masih membutuhkan penyempurnaan.
“Selama ini kita selalu beranggapan seolah-olah, selesai RTRW maka selesailah semua. Padahal, tata ruang inikan baru diatas. Dalam perjalanannya nanti kita masih harus mengerjakan tata ruang kawasan. Apakah kawasan konservasi, kawasan lindung dan lain sebagainya.”
Abubakar juga menambahkan, pada tahap selanjutnya ada Rencana Detil Tata Ruang (RDTR). “Kenapa tidak pernah sampai ditahap ini, karena selama ini kita masih fokus di RTRW. Saya kira turunan-turunan ini yang perlu kita dorong terus karena bagaimana pun juga, kita harus mempunyai aturan yang jelas tentang tata ruang ini.”
Perwakilan dari LSM Unoe Itam, Effendy Isma menjelaskan, tentang fokus para pegiat LSM lingkungan untuk memperjuangkan hutan adat adalah untuk meminimalisir konflik di masa yang akan dating.
“Kenapa kami mengangkat isu tentang hutan adat atau masyarakat adat, karena dalam keputusan MK nomor 35 menjelaskan, bahwa hutan adat bukan merupakan hutan Negara. Konflik yang sering terjadi di Aceh adalah masalah territorial karena hutan masyarakat dianggap hutan Negara, maka disanalah asal muasal terjadinya konflik. Jadi, kenapa ini menjadi fokus kita, adalah karena jika ini tidak diakui maka kedepan akan terus berkonflik. Inilah alasan mengapa kita meminta ada hutan adat di dalam tata ruang Aceh, supaya terlihat jelas, inilah khas Aceh-nya,” ujar Effendy.
Seruan Stop Illegal Mining
Dalam kesempatan tersebut, kepada para pegiat LSM, Zaini Abdullah juga menjelaskan tentang beberapa hal yang berkaitan dengan Illegal Mining (penambangan ilegal).
“Mengenai Illegal Mining, saat ini kami sudah membuat moratorium terutama bijih besi, emas dan lain sebagainya. Kita atas nama Forkorpimda bersama Wali Nanggroe sudah membuat seruan bersama kepada masyarakat agar tidak melanjutkan praktik Ilegal Mining.”
Gubernur juga menambahkan, saat ini Pemerintah Aceh sedang mencari solusi terbaik mengenai mata pencaharian alternatif bagi masyarakat penambang.
“Kita tentu saja berharap, di masa yang akan datang masyarakat tidak lagi menambang dengan cara yang salah karena hal tersebut memang mendatangkan keuntungan, namun dampaknya akan sangat buruk bagi kesehatan masyarakat yang ada disekitar lokasi penambangan.
Gubernur menjelaskan, modus baru para penambang adalah dengan membawa material yang diduga mengandung emas dari lokasi penambangan ke rumah mereka masing-masing untuk kemudian dipisahkan mana material emas dan yang bukan emas.
“Hal ini tentu saja sangat membahayakan kondisi kesehatan masyarakat gampong setempat. Dampak dari pemisahan material emas yang menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya akan masuk ke dalam air tanah dan mencemari sumur-sumur warga. Pada beberapa gampong sudah terbukti terjadi terjadi pencemaran,” terang Gubernur.
Gubernur juga menyerukan kepada masyarakat bersikap bijak dan nantinya dapat mentaati seruan bersama dari Forkorpimda dan Wali Nanggroe. “Jangan sampai usaha yang kita lakukan untuk memperbaiki ekonomi keluarga justru menjadi malapetaka, tidak hanya bagi keluarga tapi lebih luas lagi kepada masyarakat Gampong.”
“Pertemuan hari ini sangat baik, terima kasih. Semoga pertemuan hari ini akan memberikan suatu pegangan bersama. Ini hanya tahap awal. Nantinya akan kita kembangkan lagi pada pertemuan-pertemuan yang akan dating untuk membicarakan hal-hal apa yang harus kita lakukan. Kita akan melakukan yang terbaik untuk umat, Semoga Allah meridhai apa yang telah kita lakukan hari ini,” pungkas Gubernur. (Ngah)