Takengen |Lintas Gayo- Walau anggota DPRK dan penasihat hukum masyarakat, meminta agar Posko penertiban yang didirikan di Paya Ilang untuk dibongkar (baca Paya Ilang (5), namun sampai Sabtu (23/1/2016) Posko tersebut masih berdiri tegak.
Aktifitas di Posko itu masih seperti biasa, tidak terpengaruh dengan permintaan anggota dewan. Tim penertiban dari unsure gabungan itu tetap menjaga lokasi, agar tidak ada aktifitas masyarakat memanfaatkan tanah yang diklaim Pemda Aceh Tengah sebagai milik Pemda untuk kepentingan publik.
Sementara upaya untuk bermusyawarah untuk mufakat, agar persoalan saling klaim kepemilikan lahan itu, tidak sampai ke pengadilan, hingga berita ini diturunkan belum ada kepastian. Pihak Pemda Aceh Tengah, seperti yang disebutkan, Mursyid, Asisten Pemerintahan, sebaiknya persoalan itu diselesaikan secara hukum.
Tanah yang sebelumnya merupakan rawa-rawa dan tempat persitirahan bangau putih, kini menjadi sentral ekonomi di Aceh Tengah. Selain kantor Camat, juga sudah berdiri terminal terpadu, resi gudang, GOR dan sejumlah bangunan lainya.
Tanahnya cukup luas walau belum diukur seluruhnya. Namun ada sekitar 4 hektar yang kini menjadi sengketa antara masyarakat dengan Pemda. Masyarakat yang mengklaim memilikinya (Samsul Bahri dan Saipul) di lokasi itu, sebagiannya sudah diperjual belikan kepada pihak lain dan telah memiliki akta notaries.
Samsul Bahri memiliki tanah di sana mencapai 1,5 hektar, dan Saipul mencapai 2,5 hektar. Dari kedua mereka inilah kini di sana sudah ada 69 nama sebagai pemilik tanah. Bagaimana kelanjutan dari tanah yang dulunya rawa tempat berteduhnyanya mahluk rawa? (LG 001/LG 003)