Kadis Syariat Islam “Menangis” Karena Ulah Stafnya

tuk tuk tuk tuk, taaak  tukkkk, suaranya semakin mendekat ke arah ruangan. Terlihat  seorang laki laki yang sudah berumur, berjalan santai mendekati peserta pelatihan jurnalistik dayah. Pria berusia 55 tahun ini memakai baju batik,bercorak coklat,menebarkan senyum manisnya kepada para peserta, dengan kaca mata yang melekat pada wajahnya.

Dia adalah Dr Mustafa Kamal MA,dia adalah kadis Dinas Syariat Islam dan Pendidikan Dayah kab Aceh Tengah. Mustafa dilantik menjadi Kadis tahun 2019 oleh bupati Aceh Tengah Shabela Abu Bakar. Dia dikenal dengan sosok yang ramah, humble, balance, arif dan bijaksana, dan bertutur santun.

Sebelum pria tua ini menjadi kepada Dinas Syariat Islam dan Pendidikan Dayah,dia berprofesi sebagai guru. Dia pernah menjadi guru honorer sejak tahun 1990-1999 di beberapa sekolah di Aceh Tenga.

“Saya tidak pernah bermimpi menjadi kepala dinas,” sebut Mustafa Kamal kepada para santri dayah, ketika dilangsung tehnik wawancara pelatihan jurnalistik, Jumat (13/11/2020) di Oro Kopi, gudang kopi Haji Rasyid, Mongal Aceh Tengah.

Saat dilangsungkan pelatihan jurnalistik untuk para santri dayah yang diselenggarakan Dinas Syariat Islam dan Pendidikan Dayah Aceh Tengah, pemateri jurnalistik untuk penulisan feature, Bahtiar Gayo, meminta panitia pelatihan jurnalistik, Kausara Usman  untuk menghadirkan kepada Dinas Syariat Islam Mustafa Kamal menjadi nara sumber dalam sesi wawancara.

“Semuanya sudah digariskan Allah, saya tidak bermimpi menjadi kepala dinas. Namun Allah menghendaki saya  menjadi kepala dinas. Ada suka dan dukanya menjadi kepala dinas,” sebut lelaki yang pernah tinggal di masjid Raya Ruhama Takengon sebagai muazin.

Dihadapan para santri dan pemateri Mustafa Kamal mengakui, dua profesinya kedua duanya enak, baik menjadi guru dan kepala dinas, ketika santri mewawancarainya.

“Jadi kepala dinas enaknya dikasih tunjangan sama pemerintah. Diberi mobil dinas, diisi minyak mencapai delapan ratus ribu perbulan. Kalau mobilnya rusak diperbaiki dan ada tunjangan kepala dinas,” sebut Mustafa sambil melepaskan senyum.

“Dukanya harus siap mempertanggung jawabkan kegiatan. Harus mencapai target, kalau tidak mencapai target ada yang gagal, tidak layak jadi kepala dinas, tentunya akan dievaluasi,” sebutnya.

Ketika lelaki yang memiliki suara merdu dan pernah menjadi qari  andalan Aceh Tengah bercerita dukanya, tiba tiba matanya berlinang. Suaranya kedengaran parau, tersendat sendat, bahkan terlihat beberapa kali dia menarik nafas, sambil memandang ke jendela di dalam ruangan ini.

“Saya tidak pernah menipu orang demi Allah taala, tetapi kenapa saya ditipu. Tetapi tidak apa-apa, sudah saya maafkan. Ini pembelajaran buat saya, untuk meningkatkan keimanan saya dan harus lebih berhati-hati,” sebutnya, suaranya yang sebelumnya tidak terbata-bata, kini sedikit tertahan.

Dia menyeka air bening yang keluar dari indra penglihatanya. “Saya menangis  dua hari dua malam, saya jadi demam, karena ulah staf saya. Dia sudah memfitnah saya, tetapi tidak apa-apa, semua itu ujian,” sebutnya.

Dengan adanya kasus itu, menurut Mustafa Kamal, dia dari tidak pernah berurusan dengan hukum menjadi tahu, bagaimana ketika diminta keterangan, ketika diminta menjadi saksi, baik di penyidik dan di pengadilan.

Mustafa Kamal tidak menjelaskan kasus yang dialaminya kepada para santri. Namun dia hanya menjelaskan, dia ditipu oleh stafnya yang menggelapkan uang.

Catatan Lintasgayo.com, Mustafa Kamal berurusan dengan pihak penyidik dan pengadilan, karena seorang stafnya dijadikan tersangka Tipikor, karena menggelapkan uang tunjangan untuk para ustad dan ustazah. Prosesnya  kini sedang berlangsung dipersidangan Tipikor Banda Aceh.

Dihadapan para santri yang mewawancarainya, Mustafa Kamal ahirnya menutup wawancara melantunkan lagu qasidah klasik tentang suara hati. Suaranya masih terdengar merdu, senyuman mulai tersinggung di bibirnya.

Kepada para santri yang mengikuti pelatihan jurnalistik, Mustafa Kamal berharap, dari dayah akan muncul penulis, wartawan yang santun beretika. Minimal dapat menulis mengangkat potensi dayahnya sehingga makin dikenal publik.

“Jangan bosan dan lelah berlatih, karena semuanya membutuhkan proses. Mental juga harus disiapkan, karena wartawan itu membutuhkan mental juang, berlatih terus, semoga bermunculan penulis muda di Gayo,” harap Mustafa Kamal.

Dalam hidup ini penuh romantika, ada suka dan duka. Ada tawa, namun ada juga linangan air mata. Banyak hal yang tidak diduga, semuanya sudah ditentukan Tuhan. Mustafa Kamal sudah melaluinya, dari seorang guru hingga menjadi kepala dinas *** (Elisa Putri)

Penulis: Santriwati Dayah Al- Azhar, Pejeget Pegasing, Aceh Tengah, peserta pelatihan Jurnalistik Dinas Syariat Islam dan Pendidikan Dayah Aceh Tengah/editor Redaksi)

Comments are closed.