Tangse | Lintas Gayo : Sebanyak 40 orang relawan asal Aceh Tengah untuk korban banjir bandang yang terjadi pada 17 Maret 2011 berencana Minggu (19/3) akan bertolak kembali ke Aceh Tengah. Para relawan ini berasal dari beberapa kalangan antara lain, Permatsenat (Persatuan Mahasiswa Aceh Tengah Senusantara), LSM SOPAN (Solideritas Peduli Anak Bangsa), LSM Landskap (Lembaga Studi Kebangsaan dan Pluralisme), LSM MANTAP (Masyarakat Transparasi Pembangunan), LSM KAPAH (Komunitas Pemuda Aceh), BEM ekonomi UGP (Universitas Gajah Putih), UKM SENORA (Seni dan Olah Raga) UGP, serta beberapa mahasiswa UNIGHA (Universitas Jabal Ghafur) Sigli.
Selama lima hari para relawan asal Aceh Tengah ini bermarkas di Desa Peunalom I, Dusun Tanjung Harapan. Daerah ini merupakan daerah terisolir dibandingkan daerah lainnya. Kendaraan susah masuk ke areal ini disebabkan kayu gelondongan yang terbawa oleh arus banjir berada di sepanjang jalan menghalangi aksesibiltas penduduk. Dintambah lagi tiang – tiang listrik yang melewati dusun ambruk, sehingga sepanjang hari dusun tersebut tidak teraliri listrik, malam yang pekat semakin menambah sejuknya udara di camp pengungsian para warga.
“untuk mendapatkan listrik seperti mencharger handphone dan lainnya, kami harus turun ke dusun tetangga. Sekitar tiga puluh menit jauhnya,” ujar Iwan Bahagia salah satu relawan Asal Aceh Tengah.
Sebanyak 15 rumah di Dusun Tanjung Harapan hancur total terbawa arus banjir sedangkan rumah warga lainnya dipenuhi tumpukan material bangunan, tumbuhan dan sampah – sampah, serta tertimbun lumpur setinggi 1 – 2 meter. Jumlah warga yang mengungsi sekitar 36 kk.
Bantuan terus menyambangi wilayah korban banjir, hanya saja tidak tersedia posko kesehatan dan tenaga medis di dusun ini. Namun untuk obat – obatan masih cukup tersedia. Total dana yang diberikan oleh masyarakat Aceh Tengah melalui para relawan sekitar 5 juta Rupiah, belum ditambah pakaian, sembako dan makanan instant lainnya. Selain tidak memiliki posko pengungsi dan listrik, para pengungsi juga mengalami krisis air bersih.
Selalu ada kisah menarik yang terjadi di camp pengungsian seperti yang diceritakan oleh Iwan Bahagia saat diwawancarai via telepon, ia menceritakan tentang sepasang suami istri yang telah renta, ketika banjir datang para warga langsung menuju kearah pegunungan termasuk sang kakek-nenek, ketika banjir mulai surut keduanya tetap tidak bersedia mengungsi mereka malah memilih tetap tinggal di rumah mereka yang sebagian telah rusak diterjang arus banjir, mereka ke camp pengungsian hanya pada saat pembagian bantuan yang diberikan oleh para masyarakat melalui para relawan. Kendala yang dialami oleh para relawan dari Aceh Tengah adalah ketidak mampuan berbahasa Aceh, sehingga acap kali memerlukan penterjemah.
Iwan berharap kepada warga Aceh pada umumnya dan warga Aceh Tengah khususnya, agar tak sungkan memberikan bantuan kepada para korban banjir bandang Tangse. Keadaan mereka sangat memprihatinkan.(yy)
Terimakasih atas kepeduliannya..