Bencana Banjir Aceh Utara dan Timur serta Penanggulangannya

Oleh: Zhaafirah Rahmatillah*

Indonesia merupakan wilayah yang rawan akan bencana, mengapa demikian? Dikarenakan posisi Indonesia yang dikepung oleh tiga lempeng tektonik dunia, yakni Lempeng Indo-Australian, Eurasia dan Lempeng Pasific .Selain itu, Indonesia juga berada pada Pasific Ring Of Fire (cincin api) yaitu jalur rangkaian gunung api paling aktif di dunia yang membentang sepanjang lempeng pasifik. Hal-hal tersebutlah  yang menyebabkan Indonesia menjadi wilayah yang rawan akan bencana.

Apa yang dimaksud dengan bencana? Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Dari definisi diatas bisa kita dapatkan bahwa bencana disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu alam, non alam, dan manusia. Peristiwa banjir yang melanda daerah Aceh Utara dan Aceh Timur, Provinsi Aceh pada 4 Desember 2020 silang dapat dikategorikan sebagai bencana alam, karena disebabkan oleh hujan deras selama tiga hari ditambah meluapnya sungai di daerah tersebut sehingga ketinggian air di beberapa lokasi dapat mencapai 2 meter. Meskipun penyebab utamanya dapat dikategorikan sebagai faktor alam, tetapi peristiwa banjir ini juga dapat terjadi karena adanya perubahan fungsi hutan akibat dari maraknya praktek illegal logging (pembalakan liar), pertambangan dan tingginya pembukaan kebun sawit yang merupakan ulah dari manusia sendiri.

Peristiwa banjir ini menyebabkan banyak kerugian, korban jiwa dan menyebabkan lumpuhnya jalan lintas nasional. Ruas Jalan Lintas Medan-Banda Aceh di Kabupaten Aceh Utara, tepatnya Kecamatan Lhoksukon terendam air dengan ketinggian 30 sampai 50 cm. Akibatnya, hanya kendaraan besar saja yang dapat melewati jalan, sedangkan kendaraan pribadi dan angkutan umum harus menunggu atau berbalik arah. Hal ini membuat terganggunya aktivitas warga sekitar. Lebih parahnya, pada wilayah Aceh Timur yang ketinggian airnya mencapai 2 meter, sebanyak 9.988 orang terpaksa harus mengungsi.

Saat terjadinya bencana, pemerintah daerah bersama BNPB akan melakukan penanggulangan bencana, penanggulangan bencana yang dimaksud adalah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana pasal 1 ayat 5 yang menyatakan : Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.

Penanggulangan bencana yang diterapkan untuk peristiwa banjir tersebut ditetapkan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo bersama dengan Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, Safrizal, Bupati Kabupaten Aceh Utara, Muhammad Thaib, Kepala Pelaksana BPBA Sunawardi Desky, Dandim 0103 Aceh Utara, Letkol Arm Oke Kistiyanto, S.A.P dan beberapa jajaran dari Pemkab setempat. Doni memberikan tiga arahan untuk kemudian dapat diimplementasikan dalam tiga tahapan waktu meliputi penanganan jangka pendek, menengah dan jangka panjang.

Adapun tindakan yang dapat dilakukan untuk jangka pendek adalah dengan memberikan perlindungan kepada masyarakat yang terdampak, khususnya bagi mereka yang menjadi korban, termasuk bagi yang berada di pengungsian. Dan sebagai bentuk pencegahan dari penularan covid-19, para pengungsi akan dipisahkan dalam kelompok yang rentan, meliputi lansia, mereka yang memiliki penyakit komorbid atau penyerta, serta ibu hamil dan menyusui, dengan kelompok usia muda. Pemerintah juga akan memberikan bantuan berupa kebutuhan logistik dan peralatan berupa 1 unit tenda pengungsi, 5.000 paket swab antigen, 100.000 masker kain, 10.000 masker KF94, 100 lembar matras, 100 lembar selimut.

Untuk jangka menengah, BNPB akan memberikan dukungan dalam rangka pembangunan atau pemulihan kembali infrastruktur bersama Kementerian PUPR, terutama perbaikan tanggul dan bantaran sungai yang rusak dengan konsep ekologi dan konservasi lingkungan. Konsep ekologinya adalah berupa penguatan tanggul dengan tanaman vertiver, yang akarnya memiliki kekuatan setara 1/6 dari kawat baja, dan dapat tumbuh lebih dari 5 meter kedalam tanah.

Dan untuk konsep jangka panjang, Doni mengajak seluruh pemangku kebijakan di daerah untuk mempertahankan ekosistem yang ada di hulu, dengan tidak melakukan alih fungsi lahan untuk kepentingan segelintir individu maupun kelompok.

Kegiatan penanggulangan yang diterapkan oleh kepala BNPB merupakan hal yang tepat dalam menanggulangi bencana banjir di Aceh Utara dan Aceh Timur di masa Corona ini, dengan memisahkan pengungsi dalam kelompok rentan dan muda dapat menurunkan kemungkinan terjadinya penyebaran virus dari mereka yang berusia muda ke mereka yang rentan dan berantibodi lemah. Selain itu, pemulihan infrastruktur dengan menggunakan konsep ekologi tanaman vertiver merupakan hal yang sangat efektif, selain karena kelebihan-kelebihan yang didapatkan dari pemakaian tanaman vertiver juga dapat mengurangi biaya yang diperlukan dalam menguatkan tanggul.

*Mahasiswi Universitas Syiah Kuala

 

Comments are closed.