Oleh: Kosasih Abubakar*
Jangan Terlena Dengan Keberhasilan, Segera Siapkan Regenerasi !
Alhamdulillah, ada sedikit kebanggaan menjadi orang Gayo di rantau sekarang, semoga ini adalah awal semakin menasionalisasi, menginternasionalisasi kiprah orang Gayo di bumi ini, nge nguk ku atas salak kami ni seni ike mudemu urum suderente ari pesisir, nge ara bukti ike kami pe nguk ku pusato walau kami gere dele, artie kami ara mulebih pane kami ari suderente ari pesisir.
Tentunya inilah yang pertama kali disebutkan dengan keberhasilan 4(empat) orang putra Aceh Leuser Antara (ALA), yaitu 2 (dua) orang putra gayo asli dan 2 (dua) orang putra ALA melenggang ke senayan. Keempat orang tersebut adalah Ir. Tagore dari PDI Perjuangan dari Dapil 2 dengan perolehan suara sebesar 64.159 suara, sisanya dari Dapil 1 yaitu Irmawan, S.Sos dari PKB dengan perolehan suara sebesar 40.191, H. M.. Salim Fachry, SE, MM dari PGolkar dengan perolehan suara sebesar 42.557 suara, dan H. Muslim Ayub, SH, MM dari PAN dengan perolehan suara sebesar 47.035 suara.
Arti Sebuah Persatuan
Ketika melihat rekapitulasi suara dari KIP Aceh, maka terlihat bahwa yang membantu para legislator itu adalah sebuah persatuan rakyat gayo. Ir. Tagore bisa mendapatkan suara yang demikian besar karena mendapatkan “bom suara” dari Aceh Tengah (30.980) dan Bener Meriah (30.355), Irmawan S.Sos “bom suara”nya berasal dari Gayo Lues (18.740) dan Aceh Tenggara (5.361), H.M. Salim Fachry, SE, MM dengan “bom suara” dari Aceh Tenggara (32.873) dan Gayo Lues (2.058), dan H. Muslim Ayub, SH, MM “bom suara”nya dari Aceh Besar (11.826), Sulubussalam (8.239), Singkil (5.040) dan Pidie (2.876).
Tentunya hasil ini, kita semua harus memberikan apresiasi kepada mereka, karena hasil yang didapat sekarang pastinya diawali dengan kerja-kerja keras dan kerja-kerja pintar yang cukup lama dan “senyap” untuk meyakinkan rakyat Gayo pentingnya ada tokoh Gayo yang bisa melenggang ke Senayan untuk bisa berjuang demi kemashalatan orang Gayo secara keseluruhan, ALA pada umumnya.
Ini juga sebagai moment, tidak hanya bagi mereka berempat, tapi bagi kita semua sebagai orang Gayo untuk bisa mengejar segala ketertinggalan kita, menghilangkan segala pemecah belah kita, menjadikan Gayo ke depan menjadi lebih baik lagi dan sejajar dengan lainnya.
Utamanya Bukan “Uang”, Tapi Pemikiran Terbaik untuk Gayo
Hal yang perlu diwaspadai dari sekarang adalah keberangkatan keempat orang tersebut jangan kemudian diinterprestasikan dengan akan mengalirkan dana-dana APBN ke daerah ALA, ini amat berbahaya bagi kelangsungan perjuangan masyarakat ALA pada umumnya jika sudah mulai melakukan wacana seperti ini.
Keberadaan mereka disana seharusnya lebih bagaimana menggunakan segala kapasitas yang mereka miliki untuk mendapatkan pemikiran-pemikiran terbaik yang ada bagi kemajuan masyarakat ALA.
Hal ini perlu ditegaskan, karena daerah ALA merupakan daerah yang begitu kaya dengan potensi-potensi alam yang sama sekali belum terolah dan termanagerial dengan baik. Begitu juga dengan sumber daya manusianya yang sebenarnya adalah orang-orang pintar yang tidak mendapatkan kesempatan pendidikan yang terbaik.
Menjadi legislator di Pusat, merupakan moment untuk berkenalan dengan orang-orang terbaik yang ada di negeri ini atau dari luar negeri, karena mereka akan berpikir lebih luas lagi dengan berbagai hak dan kewajiban yang melekat pada legislator tersebut. Kesempatan-kesempatan inilah yang seharusnya dipergunakan untuk keempat orang ini untuk mulai bisa merumuskan hal-hal yang terbaik untuk membangun masyarakat Gayo dan ALA pada umumnya.
Sehingga, pemilihan Komisi di Pusat juga perlu dipikirkan dengan sebaik-baiknya. Memperjuangkan ALA tentunya harus ada yang duduk di Komisi II atau Komisi IV, untuk pendidikan dan olah raga tentunya di Komisi VII, pertahanan dan keamanan pada Komisi III dan untuk infrastruktur ada di Komisi XII, atau Komisi XV untuk pertanian dan kehutanan. Kesemuanya tentunya sudah harus mulai dipilih dengan sebaik-baiknya.
Jangan Lupa, Regenerasi !
Ketika Ir. Tagore dianggap habis karir politiknya, khususnya di daerah Aceh Tengah dan Bener Meriah maka banyak orang yang bertanya siapa nantinya yang bisa akan menggantikan dia. Tentunya ini seharusnya sebuah pertanyaan yang tidak perlu ada jika regenerasi di Gayo sudah berjalan dengan baik. Karena tentunya menjadi seorang tokoh itu sifatnya tidak instant, akan tetapi membutuhkan proses panjang yang tidak akan pernah di dapat dari pendidikan di manapun kecuali dengan pengalaman sebagai guru.
Regenerasi yang dimaksud bukan juga berarti karena nepotisme, tapi lebih kepada pemikiran, ini amat penting sekarang, ini yang paling penting perlu diingat tentunya. Sudah saatnya diubah, dengan pemikiran-pemikiran yang konservatif tidak lagi konvensional jika memang kita menginginkan gayo akan lebih maju ke depan.
Walau disadari untuk mencapai pemikiran seperti ini masih diperlukan waktu, karena memang masih ada budaya dalam masyarakat Gayo, “sahan amae, sahan awane, sahan muyange”, tentunya itu juga terlihat dari para pejabat di Gayo atau anggota legislatif atau calon legislatif yang masih merupakan “sahan ne sahan”. Tapi paling tidak niat kita sudah ada untuk sebuah egaliterian atau kesempatan yang sama, sehingga akan membuka peluang yang sama bagi semua orang bila memang mempunyai kemampuan yang paling terbaik.
Lima tahun itu adalah sebentar, amat sebentar. Menurut kami begitu banyak yang dipikirkan manjadi legislator, tidak hanya berpikir tentang dapilnya juga berpikir dengan bangsa dan negara. Mudah-mudahan para keempat legislator kita berpikir dengan regenerasi ini dengan sebaik mungkin, menciptkan orang-orang yang akan menerima estafet perjuangan mereka, minimal mempersiapkan orang-orang yang dikemudian hari akan menggantikan mereka di Senayan nantinya.
Dan tentunya pekerjaan ini tidak mudah, menjadi Guru lebih sulit dari pada menjadi murid. Guru yang hebat adalah guru yang bisa mengetahui bakat seorang muridnya dari awal, kemudian mengarahkannya dengan benar, dan terakhir melebihi dirinya di kemudian hari.
Infrastruktur, Pendidikan dan Adat
Kaya sumber daya alam tanpa ada infrastuktur yang mendukung hanya akan menjadikan daerah Gayo terus tertinggal karena sulit dijangkau. Banyak potensi orang pintar tanpa egaliter dan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang baik hanya akan menjadikan orang Gayo terus hidup dalam ketakutan, malas dan senang terus menerus diadu domba satu dengan lainnya. Tanpa memperkuat adat maka orang Gayo akan kehilangan jati dirinya, padahal adat orang Gayo telah berhasil menjadikan orang Gayo dahulu begitu disegani dalam kisah Kerajaan Linge.
China adalah salah satu negara yang saat ini hampir berhasil mengalahkan Amerika, bahkan dari sisi perekonomian sesungguhnya China telah menang, bila melihat seberapa banyak hutang Amerika terhadap China saat ini. Salah satu faktor keberhasilan mereka adalah pembangunan pada bidang infrastruktur yang begitu cepat. Karena dengan terciptanya infratstruktur yang baik maka mereka berhasil mengoptimalkan semua potensi mereka, mencari potensi-potensi baru dan mampu mengelola sumber daya mereka di daerah mereka sendiri.
Hal ini juga seharusnya mulai diperjuangkan para legislator kita, sebuah strategi jitu untuk menjadikan daerah Gayo sebagai daerah yang mudah diakses dan mempunyai infrastruktur yang baik. Bila ini tidak terjadi sampai kapanpun Gayo akan terus tertinggal.
Begitu juga dengan pendidikan, Indonesia saat ini dalam bidang pendidikan telah mempersiapkan sebuah kurikulum 2013 yang ditujukan untuk mempersiapkan generasi penerus bangsa ini pada tahun 2045 yang akan memegang pucuk kekuasaan. Ini menjadi penting, karena pada tahun 2030 Indonesia diprediksi akan menjadi 7 besar kekuatan ekonomi dunia. Maka bila tidak dilakukan akan banyak tenaga asing yang bekerja di Indonesia, tentunya ini tidak diinginkan karena artinya kita telah kehilangan kesempatan mengoptimalkan tenaga kerja dari bangsa sendiri.
Potensi kecerdasan rakyat Gayo sudah tidak lagi diragukan, karena memang secara genetik dan secara lingkungan orang Gayo adalah orang yang cerdas. Persiapan generasi muda emas Gayo harus dilakukan secara dini, berkesinambungan, dan menyeluruh. Karena pendidikan itu merupakan proses bukan instan sifatnya, sebelum kita menyesal ada baiknya para legislator ini juga mulai memperhatikan dengan baik pendidikan di Gayo. Sehingga dikemudian hari jangan ada lagi sebuah kata-kata yang mempertanyakan kenapa orang luar lebih pintar dan digunakan di Gayo, tentunya kita semua tidak menginginkan hal ini terjadi. Bukan juga karena kita benci kepada orang luar, akan tetapi tugas kita untuk menjadikan orang Gayo lebih pintar dan berguna, tidak hanya bagi Gayo, untuk bangsa negara bahkan dunia sekalipun.
Dua hal adat Gayo yang menurut saya amat penting, Sumang/Malu dan Harga Diri Tinggi/Tidak Mau dikalahkan, disamping adat-adat lainnya tentunya. Dua semangat ini menurut saya bila diarahkan dengan baik akan menjadikan masyarakat Gayo sebagai masyarakat yang kompetitif. Adat ini pulalah yang selama ini telah menjadikan masyarakat Gayo tetap hadir hingga saat ini.
Selain itu, adat Gayo bukanlah menjadikan orang Gayo eksklusif, adat Gayo bersifat terbuka, semua bisa menjadi orang Gayo asal mengikuti adat Gayo dan berbahasa Gayo. Keterbukaan ini tentunya terlihat dari begitu banyak bentuk perkawinan di Gayo. Artinya masyarakat Gayo tetap membuka diri akan tetapi tetap mempertahankan harga dirinya sebagai tuan rumah di tempatnya sendiri.
Semoga Bapak-bapak legislator kita berhasil membangun Gayo dengan kesempatan yang diberikan dan bisa mempersiapkan regenerasi dengan baik.
*Putra Gayo, berdomisili di Jakarta