Tranparasansi Anggaran “Menuju Aceh Bebas Korupsi”

akim ritonga                                                                                     Oleh : Akim*

Berbicara mengenai korupsi berarti tidak terlepas membicarakan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Korupsi sebagaimana menurut peraturan tersebut, ialah suatu tindakan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri yang menyebabkan kerugian keuangan negara.

Masalah tindak pidana korupsi saat ini selalu menduduki posisi teratas dalam pemberitaan di media dan seakan menjadi masalah yang tak akan pernah usai. Hal ini terlihat jelas atas peningkatan kasus yang terjadi di beberapa wilayah Indonesia (Aceh, Medan, Palembang, Jakarta, dan termasuk daerah lainnya).
Berdasarkan aspek kerugian keuangan negara, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memperlihatkan nilai penyimpangan yang terjadi di sejumlah instansi pemerintah di Indonesia sangat besar dan cenderung meningkat setiap tahunnya.

Data dari audit BPK pada semester I tahun 2008 terdapat indikasi kerugian negara sebesar 7,41 triliun dan meningkat hingga mencapai 9, 55 triliun pada semester I tahun 2010 (Dokumen ICW, diolah dari hasil pemeriksaan BPK 2008-2010). Lalu, bagaimana kondisi Aceh saat ini atas tindak pidana korupsi ?
Antara Aceh dan Korupsi Aceh memiliki jejak sejarah yang panjang atas masalah tindak pidana korupsi. Jauh sebelum bencana mahadahsyat menimpa Seuramoe Mekkah pada 26 Desember 2004 lalu, Aceh telah mengenal penghianat atas nama uang.

Aceh yang berstatus provinsi otonomi khusus ini, memiliki potensi yang sangat besar atas tindak pidana korupsi dan disinyalir merugikan keuangan negara hingga berkisar Rp 796 miliar. Hal ini sejalan dengan data hasil monitoring Gerak Anti-Korupsi Aceh pada tahun 2014 lalu, dimana terdapat 43 kasus tindak pidana korupsi yang terdapat di Aceh yang masih kini ditangani oleh kepolisian, kejaksaan, dan bahkan KPK.

Askhalani, selaku Koordinator Gerak Anti Korupsi, mengatakan bahwa kasus korupsi yang paling banyak terdapat pada sektor pengadaan barang dan jasa. Disusul penyalahgunaan dana bensos yang bersumber dari dana aspirasi anggota DPR Aceh dan DPR Kabupaten dan Kota.

Beliau pula mengatakan saat ini korupsi yang terjadi di Aceh semakin mengkhawatirkan, seiring dengan meningkatnya jumlah anggaran yang dikelola pemerintah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Melimpahnya uang terutama dari dana otonomi khusus dimilki Aceh, dinilai menyuburkan praktik korupsi (Okezone-News, 2015).

Tingginya angka tindak pidana korupsi tersebut, sebenarnya bukan diakibatkan oleh regulasi yang lemah. Sebab berbicara mengenai regulasi tentang tindak pidana korupsi, telah banyak diatur di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Contohnya saja Peraturan Penguasa Militer Nomor PRT/PM/061957 tentang Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 24/Prp/1967 dan Kepres Nomor 228/1967 tentang Pemberantasan Korupsi, TAP MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Pemerintahan Yang Bersih dan Bebas KKN, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidan Korupsi, hingga dilegalkannya Kepres Nomor 11/2005 tentang Tim Koordinasi Pemberantas Tipikor.

Selain hukum positif tersebut, Islam pula telah memberikan perintah untuk melarang tindak pidana korupsi, yang secara gamblang tertuang dalam al-Quran surat al-Baqarah ayat 188.Yang menjelaskan, bahwa Allah melarang kita untuk tidak mengambil dan memakan harta yang diperoleh dari jalan yang tidak benar dan pula melarang hamba-Nya untuk tidak menguasai harta orang lain melalui cara-cara yang tidak benar.

Namun Aceh (yang dikenal dengan propinsi pelaksana syariah Islam ini) belum mampu memperlihatkan titik keberhasilan yang selama ini diidam-idamkan oleh masyarakat. Aceh : Keterbukaan Informasi Anggaran Aceh merupakan salah satu propinsi penerima dana terbesar atas pembangunan wilayah. Hal ini dikarenakan sifat otonomi khusus dan daerah Istimewa yang disandangnya.

Tercatat pada tahun 2008 hingga 2013, dana pembangunan Aceh mencapai lebih dari Rp 100 triliun dan dipastikan akan terus meningkat di masa mendatang (Public Expenditure Analysis and Capacity Strengthening Program/PECAPP, 2013).

Namun, sungguh disayangkan dengan dana peringkat ke tiga terbesar yang diperoleh Aceh dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia ini. Masih belum mampu membawa Aceh menuju impian sejatinya. Malah peningkatan presentase angka kemiskinan terjadi pada September 2013 lalu, hingga mencapai 20 persen dari seluruh jumlah penduduk yang berada di provinsi ini (Badan Pusat Statistik, 2013).

Hal inilah yang menjadi tanda tanya besar atas penggunaan anggaran dana pembangunan di Aceh. Oleh karena itu, untuk menekan angka kemiskinan dan mewujudkan Aceh bebas korupsi, ada solusi jitu yang harus digagas oleh Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf dalam pemerintahannya kali ini. Yaitu menciptakan keterbukaan informasi disetiap anggran yang ada.

Dimana setiap anggaran yang diterima baik itu bersumber dari negara secara langsung maupun selain itu. Yang dikelolah oleh pemerintah ataupun non pemerintah harus memberikan informasi setiap anggaran yang ada dengan azas keterbukaan.

Keterbukaan informasi anggran ini akan dirasa mampu menekan angka tindak pidana korupsi di Aceh. Dengan cara mengumumkan setiap informasi penerimaan dan pengeluaran anggaran melalui media yang muda diakses oleh masyarakat (baik dalam surat kabar atau sejenisnya).

Selain itu, demi terwujudnya program ini. Gubernur dan DPR Aceh harus melegalkan Qanun keterbukaan informasi anggaran (memperkuat keberdaan keterbukaan informasi anggaran di depan hukum) dan sekaligus membentuk tim pendamping penggunaan anggaran, agar tidak terdapat lagi sela untuk melakukan penyelewengan anggaran pembangunan.

Apalagi saat ini dengan dikeluarkannya alokasi dana desa/gampong di Aceh sebesar Rp 266,7 miliar pada tahun 2015 ini, yang dilimpahkan ke 23 kabupaten/kota. Akan menimbulkan kekhawatiran atas penyaluran dana tersebut. Sehingga keterbukaan informasi anggaran di Aceh dirasa perlu digagas.

penulis : {Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh dan Anggota Budaya Menulis Se-Aceh}
Dafatar Pustaka
Badan Anggaran DPR RI, Penetapan Alokasi Dana Desa, 2015, Jakarta.
Harahap, Hakim M, Ayat-Ayat Korupsi, Yogyakarta :Gama Media, 2009
http://news.okezone.com/read/2014/12/09/340/1076531/korupsidiacehrugikannegararp796miliar
http://www.pelita.or.id/baca.php?id=33178

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.