Saman 5005 penari, Berijin Pak Bupati

Oleh:  Muhammad Amin*

Muhammad Amin

Saat masih pakai seragam putih merah. Permainan yang tidak pernah kami tinggalkan disamping berbagai macam permainan anak-anak lainnya adalah memainkan tarian saman (besaman). Pada jam istirahat misalnya, saat duduk-duduk bersama teman-teman, maka biasanya akan ada salah seorang dari kami yang akan memberikan kode “entah-entah… sara lagu padih!” yang maknanya berupa ajakan untuk besaman. “entah” artinya ayo, sedangkan “sara lagu padih”  artinya satu lagu saja. Lagu dalam saman diartikan sebagai jenis gerakan dalam tarian saman. Kode tersebut kami tirukan dari kebiasaan pemuda di masing-masing desa kami jika ada perhelatan saman sara ingi (saman semalam suntuk), atau saman roa lo roa ingi(saman dua hari dua malam).

 

Maka kami akan duduk berjejer dengan kaki dilipat seperti dalam shalat dan memulai memainkan tarian saman. Mulai dari rengumderingredetsyek, dan saur semua tahapan tarian saman tersebut sudah melekat dengan sendirinya pada kami tanpa berlatih banyak.

 

Walaupun saat itu makna dan sejarah saman masih gelap bagi kami. Namun, sebagai putra gayo lues dengan bangga kami akan menarikan saman layaknya orang-orang tua kami sejak dulu. Semua gerakan saman ini kami tiru dari abang-abang kami, saudara-saudara kami di kampung yang memainkan saman. Jadi, kami tidak perlu latihan yang keras untuk bisa besaman. Semua gerakan biasanya sudah dihapal secara otodidag.

 

Kebiasaan besaman kami lakukan tidak hanya di sekolah, pulang dari sekolahpun kami akan besaman. Berhubung mayoritas masyarakat Gayo Lues berprofesi sebagai petani, nah ketika pulang sekolah kami akan berangkat ke sawah atau kebun untuk membantu orang tua. Sudah barang tentu kami akan bertemu dengan kawan-kawan yang lainnya di sawah atau kebun. Setelah bekerja, biasanya akan ada waktu istirahat, walaupun sebenarnya orang tua kami tidak menyarankan kami untuk bekerja membantunya, namun yang namanya anak-anak suka meniru pekerjaan orang tua.

 

Maka pada saat istirahat tersebut kami akan duduk di atas pematang sawah untuk memainkan saman, atau di atas hewan ternak peliharaan orang tua kami. Karena umumnya di Gayo Lues masyarakatnya banyak memelihara kerbau, maka sesekali kami akan bermain saman di atas punggung kerbau.

 

Beranjak ke SMP dan SMA begitu juga, saman sebagai bagian dari hidup kami selalu akan kami tarikan. Apalagi di desa kami sedang ada kegiatan saman sara ingi atau saman roa lo roa ingi dengan mengundang warga kampung lain besaman dengan warga desa kami. Maka, secara otomatis kami akan berperan dalam kegiatan tersebut. Acara besaman merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bagi kami, karena setiap kami akan mendapatkan seorang serinen besaman (sahabat). Selama perhelatan berlangsung serinen samanyang datang dari kampung lain akan tinggal bersama di rumah-rumah kami yang mengadakan acara saman. Dan ada yang menarik ketika serinen saman kami akan pulang ke kampungnya, maka kami akan memberikan selpah (hadiah/bingkisan/oleh-oleh) dari kami untuk masing-masing serinen kami. Selanjutnya desa kami akan menunggu undangan untuk datang ke desa mereka. Begitulah kesenian besaman ini melekat pada darah dan daging masyarakat gayo, khususnya Gayo Lues, Aceh Tenggara dan Lokop Serbe Jadi.

 

Saat ini, kami sebagai pemuda Gayo Lues merasa bangga dan bahagia karena saman gayo lues sudah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia tak benda yang ditetapkan pada 24 November 2011 lalu. Kami yakin, tidaklah mudah melakukan ini, tentunya ini semua dilakukan dengan susah payah oleh orang-orang tua kami dengan melewati berbagai macam rintangan. Terlebih khusus oleh pemerintah kabupaten Gayo Lues, dalam hal ini tidak terlepas dari peran dan perjuangan bapak Bupati Gayo Lues.

 

Sebentar lagi, tepatnya 24 November 2014, setelah 3 tahun ditetapkan oleh UNESCO, pemerintah kabupaten Gayo Lues akan mengadakan tarian saman massal 5005 penari dimana pada hari tersebut akan diusulkan menjadi hari saman sedunia. Dalam benak kami hanya ada rasa bangga dan gembira, semoga saman ini akan tetap lestari dan terjaga keasliannya. Walaupun banyak tarian aceh pesisir yang ditarikan duduk berjejer mirip tarian saman, dan sebenarnya tarian tersebut memiliki nama tersendiri (seperti ratoh jaro, tarek pukat, ratep meusekat, dan lain-lain) kadang ngaku-ngaku sebagai saman. Sekali lagi selamat kepada saman asli gayo lues, dan terimakasih pak Bupati.

 

*Mahasiswa PPG Unsyiah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.