by

Nopa Ingin Jadi Hafidz, Haruskah Mengalah Demi Menemani Ibu?

“Anaku, kamu enggak usah mondok di pesantren lagi ya, nanti ibu dengan siapa? Adikmu juga sudah masuk pesantren,” kata –kata itu tergiang di telinga gadis manis, santriwati Al Huda, Jagong, Aceh Tengah.

Dia merupakan anak pertama dari seorang kakak. Ayahnya  belum beberapa lama kembali ke ilahi. Gadis ini kepingin menjadi hafidz, rencananya usai tamat dari Dayah Al Huda Jagong, dia akan melanjutkan mondok di pesantren.

Namun keinginanya belum mendapat restu dari sang ibu. Setelah ayahnya berpulang, ibunya seperti tidak punya teman lagi dalam menapaki hidup. Apalagi adiknya, sesuai pesan almarhum ayahnya, baru saja dimasukan ke pesantren dan mondok di sana.

Hati gadis itu teriris. Dia ingin mondok di pesantren kembali usai tamat dari Alhuda, ingin menjadi hafidz.  Namun sebagai anak hatinya tidak tega meninggalkan ibunya seorang diri.

Gadis ini bernama Nova Mahara, kelahiran Aceh Tengah, pada 2 Februari 2002. Kini sedang menuntut ilmu di Madrasah Aliyah Swasta (MAS) Al Huda, Jagong, Aceh Tengah, kelas XII IPA.

Ketika ditemui santri dayah peserta pelatihan jurnalistik Dinas Syariat Islam Aceh Tengah dan pendidikan dayah, Rabu (25/11/2020), Nova begitu nama gadis ini dipanggil, dia terlihat bingung namun sudah pasrah atas kehendak Allah.

Ayahnya baru berpulang ke ilahi sekitar sebulan yang lalu. Sebelum meninggal almarhum berpesan, agar adilknya Afrian Simehate yang bersekolah di MTsN agar dipindahkan masuk pesantren. Setelah ayahnya berpulang, Afrian kini sudah menuntut ilmu dan mondok di pesantren Jagong.

Ibunya kini seorang diri. Nova juga mondok di pesantren. Sang ibu merasa kehilangan, kedua anaknya sudah mondok di pesantren dan suaminya telah berpulang ke ilahi.

Ketika Nova mengungkapkan keinginanya, setelah tamat dari MAS Al Huda, dia juga berencana akan mondok lagi di pesantren. Namun jawaban sang ibu membuatnya menyerahkan persoalan itu kepada Tuhan.

“Saya kepingin jadi hafidz, ingin melanjutkan mondok di pesantren, namun saya tidak tega meninggalkan ibu seorang diri,” sebut Nova.

“Saya tidak boleh membuat ibu sedih, karena kami baru kehilangan bapak. Saya harus mengalah demi tidak membuat ibu sedih. Biarlah adik saya satu-satunya menuntut ilmu di pesantren,” kata kata Nova terdengar tersendat, ada air bening di matanya.

Anak pasangan almarhum Indiana dengan pasangan Irawati ini, penduduk Gemboyah, Jagong,  mengakui dia termasuk lambat dari segi umur untuk menjadi hafidz,  baru masuk juz ke dua. Makanya dia punya keinginan menjadi hafidz. Namun Allah mencobanya, dengan memanggil kembali sang ayah, orang yang melindungi keluarganya selama ini.

Nova menyerahkan persoalanya kepada Allah. “Saya yakin Allah akan memberi jalan yang terbaik, karena rencana Allah kepada hambanya maha sempurna. Saya tetap berbaik sangka kepada sang pencipta,” sebut Nova.

Hatinya kepingin melanjutkan pendidikan untuk menjadi hafidz di dayah dan mondok di sana.  Namun sebagai seorang anak dia tidak mau membuat ibunya bersedih, kesepian, setelah ditinggalkan ayah. Dia juga menunjukan ketegaranya sebagai kakak bagi adiknya yang hanya seorang.

Allah maha kuasa dalam menentukan perjalan hidup hambanya. Nova punya keinginan menjadi hafidz, namun dia tidak mau membuat ibunya bersedih. Semuanya dia serahkan kepada yang maha segala galanya. Dia akan mengabdi sebagai seorang anak yang tidak mau membuat hati ibunya terluka. *** Niya  Ruasanti

Penulis: Santriwati Dayah Al Huda, Jagong, Aceh Tengah.

 

Comments

comments