Ceruk Mendale dan Politik Rasis Uken-Toa

Beberapa hari belakangan ini, di Gayo ada sebuah kegairahan yang berkaitan dengan dilanjutkan penelitian arkeologi di Ceruk Mendale dan Ujung Karang Kecamatan Kebayakan Kabupaten Aceh Tengah pada pertengahan Maret 2011 ini.

Penelitian kali ini yang berlokasi di Ceruk Mendale, merupakan penelitian ekskavasi atau penggalian lanjutan dari penelitian yang sama yang dilakukan pada tahun 2009 dan 2010 lalu yang berhasil mendapatkan beberapa temuan menarik berupa kerangka manusia yang masih utuh selain tulang fragmen tulang manusia yang berserakan, kapak genggam, kapak persegi dan lonjong, alat serpih dari cangkang moluska, taring hewan yang bertulang, fragmen gerabah dengan pola hias, yang diperkirakan berasal dari masa 6000 tahun silam.

Penemuan ini memicu kegairahan di kalangan masyarakat Gayo karena didasari oleh sebuah harapan akan terungkapnya asal-usul ras manusia Gayo serta jejak masa lalu nenek moyang Urang Gayo yang selama ini masih belum jelas. Sebab sejauh ini, karena budaya yang berkembang di Gayo adalah budaya lisan, secara ilmiah sejarah kebudayaan Gayo baru bisa ditelusuri sampai tahun 1900.

Untuk maksud pelacakan etnik tersebut, maka para peneliti ini pun berencana melakukan tes DNA yang dilakukan oleh para peneliti dari Lembaga Molekul Eijkman Jakarta. Untuk dapatkan bukti genetic melalui struktur populasi dan keaneragaman genetic yang memiliki kepekaan dan kerentanan pada berbagai penyakit dengan pemeriksaan DNA mitokondria, kromosom Y dan DNA autosom, sebagaimana dijelaskan oleh Ketut Wiradyana Ketua Tim Peneliti dari Balai Arkeologi Medan, yang mengklaim penelitian di Takengon adalah penelitian perdana yang dilakukan bersama antara penelitian ekskavasi dan uji DNA.

Untuk maksud itu pihak peneliti ini akan dibantu praktisi kesehatan dan pihak Dinas pendidikan di Aceh Tengah untuk sample darah manusia asli Gayo sekarang diwakili para siswa sebanyak 200 orang nantinya yang dalam tubuhnya belum mengalir darah percampuran antar etnis.

Di sinilah saya melihat kelucuan dan kenaifan mulai terjadi, dalam penentuan objek pengambilan sampel DNA, sentimen Uken-Toa yang merupakan lagu lama dinamika persaingan perpolitikan lokal di kawasan Gayo Lut yang kental dengan aroma rasisme, mulai mengambil peran.

Saya melihat mulai ada suara-suara yang menginginkan agar orang Gayo dari kelompok politik Toa supaya tidak dimasukkan dalam objek yang dijadikan sampel penelitian DNA, dengan argumen bahwa orang Gayo dari kelompok politik Toa itu adalah orang Gayo yang merupakan keturunan Batak 27 yang datang ke bumi Gayo belakangan.

Ini adalah sebuah argumen yang menurut saya lucu sekali, karena kalau kita analisa berdasarkan cerita tentang masuknya Batak 27, di mana di masa itu sudah ada kain, sudah ada bendera dan struktur kemasyarakatan juga sudah terstruktur dengan baik, maka kita bisa menyimpulkan kalau kisah tentang Batak 27 itu adalah kisah yang paling-paling terjadi sekitar 200 tahun atau  paling lama 300 tahun yang lalu, jadi ini jelas sudah masuk masa modern.

Kalau kita bandingkan dengan sejarah di eropa, dimana Universitas terkenal di Inggris, yaitu Universitas Oxford saja sudah berdiri pada tahun 1096 dan aktif sejak tahun 1167. Maka Batak 27 masuk ke Gayo jauh setelah universitas Oxford berdiri di Inggris sana.

Sementara ketika kita bicara tentang kerangka di ceruk Mendale itu, kita sedang bicara tentang peradaban yang berasal dari 6000 tahun yang lalu, yang meskipun di belahan dunia lain sudah ada peradaban besar semacam Mesopotamia atau Mesir Kuno, tapi dalam konteks nusantara ini masa 6000 tahun yang lalu masih terhitung zaman pra sejarah.

Saya pribadi malah sangat yakin kalau kerangka yang ditemukan di ceruk Mendale itu sama sekali bukan kerangka dari nenek moyang orang Gayo modern.

Sebab. berdasarkan akar bahasa dan ciri fisik orang Gayo yang sekarang, saya yakin orang Gayo yang dikenal sekarang asalnya dari proto-Melayu yang masuk ke Nusantara ini sekitar 2000 SM dan sesudahnya. Sama seperti orang Toraja, Sasak,Batak, Kubu dan beberapa suku di Philipina Selatan dimana secara fisik, bahasa dan juga ciri-ciri karya seninya saya lihat banyak kemiripan, lebih belakangan dibanding Nias dan Mentawai. Tapi itupun tidak lagi murni, karena persentuhan budaya dengan deutro-Melayu yang datang belakangan (sekitar 500 SM), terjadi banyak kawin campur antara proto-melayu dan deutro-melayu.

Saya menduga, kerangka yang ditemukan tim peneliti di ceruk Mendale itu adalah kerangka manusia Austro-Melanesoid, sebagaimana halnya orang Papua sekarang.

Saya menduga begini sebab banyak bukti yang menunjukkan kalau sebelum kedatangan proto-Melayu, bumi nusantara ini sudah terlebih dahulu dihuni oleh manusia ras negroid (Austro-Melanesoid) yang salah satu cirinya suka makan kerang. Bukti bahwa bumi nusantara ini sebelumnya dihuni oleh ras negroid ini dibuktikan dengan adanya timbunan sisa-sisa kulit kerang (sampah dapur) dan kapak genggam yang bagian tertentunya tajam. Sebagaimana yang ditemukan di ceruk Mendale. Selain di ceruk Mendale, penemuan yang mirip seperti ini juga sudah pernah ditemukan di Kedah, Pahang di Malaysia, di Jawa Timur sampai ke Vietnam Utara, bahkan karena alat-alat semacam ini banyak ditemukan di Pengunungan Bacson, dan di gua-gua dari Propinsi Hoa-binh, Hoa-nam, dan Tan-Hoa di Vietnam sana. Penemuan-penemuan alat-alat prehistoris yang berpusat kepada alat genggam semacam itu sering disebut sebagai alat-alat Bacson-Hoabinh.

Bisa jadi, pendatang ini melakukan asimilasi melalui perkawinan dengan penduduk asli yang kerangka dan sisa peradabannya ditemukan di ceruk Mendale itu.

Tapi kalau kita lihat tren di masa lalu bagaimana pendatang yang menguasai satu daerah itu seringkali sangat menjaga kemurnian ras-nya dari ras yang peradabannya dianggap lebih rendah, sangat bisa jadi pula asimilasi itu tidak terjadi dan penghuni asli tanah Gayo yang ditemukan kerangkanya oleh Ketut Wiradyana bersama timnya itu, justru punah karena tidak mampu bersaing dengan orang Gayo.

Memang seperti yang dikatakan oleh Ketut Wiradyana, kita tidak bisa menampik, ada banyak teori yang berkaitan dengan ras dan salah satunya kurang lebih seperti yang saya sampaikan di atas, tapi sebagian juga ada yang berbeda. Tapi untuk kasus orang Gayo, karena banyaknya kemiripan dengan suku-suku yang saya sebutkan di atas dan juga penemuan seperti di ceruk Mendale ini juga sudah banyak ditemukan di tempat lain yang secara geografis masih berdekatan, saya yakin asal usul orang Gayo adalah seperti yang saya sampaikan di atas itu.

Itulah sebabnya saya merasa lucu ketika beberapa pihak di Gayo mengusulkan orang Gayo yang disinyalir sebagai keturunan Batak 27 tidak perlu dimasukkan ke dalam daftar orang yang DNA-nya diambil, sebab mereka dianggap bukan orang Gayo asli.

Ini menjadi lucu, sebab saya pikir alasan yang mereka kemukakan dalam mengeliminasi orang toa dari pengambilan sampel DNA itu lebih bersifat politis yang berdasarkan klaim rasis sebagaimana ciri politik yang banyak ditemui pada masa pra-modern di abad pertengahan, daripada sebuah alasan ilmiah.

Sebab berdasarkan skala waktu seperti yang saya paparkan di atas, kalau pelacakan DNA kerangka di Ceruk Mendale ini kita ibaratkan seperti sejarah berkembangnya teknologi komputer sekarang. Maka cerita Batak 27 dan penduduk ‘asli’ Gayo itu adalah masa ketika terjadinya persaingan merk prosesor antara INTEL dan AMD. Sementara masa penemuan kerangka itu masih pada masa ketika LISTRIK pertama kali ditemukan.

Jadi lucu sekali ketika INTEL yang merasa lebih dulu ada kemudian merasa diri lebih asli, lalu meminta teknologi AMD tidak perlu dimasukkan sebagai salah satu bagian sejarah teknologi komputer ketika penelusuran itu dilakukan dari masa awal ketika LISTRIK baru ditemukan.

Wassalam

Win Wan Nur

Orang Gayo (Bukan Uken dan bukan Toa)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments

  1. uken toa adalah politik zionisme “dive at ampare”, kalau kita masih mengadopsinya berarti kita masih mau di jajah oleh kaum itu, na uju billah summa na uju billah,

    politik adalah barang yang setengah ilmiah dan setengah tdk ilmiah( ngawur, membunuh, membabibuta, memprovokasi ” katanya secara ilmiah/halus”,terkadang kejam, membayar orang dgn uang, mencari kursi, mencari popularitas, banyak teori, cari kawan juga banyak musuh, berpura-pura, makan teman, cari muka,dulu alim sekarang bejat,jadi kontraktor rakus,sombong,……etc.

    Kalo mau ilmiah dan bernalar kembalilah pada keyakinan dan wahyu samawi dari-Nya.sebab semua umat muslim yg sejati adalah bersaudara tak perduli orang atau aring.

    penelitian/pengatahuan adalah sesuatu yg ilmiah, dan kita bisa menambahkan nilai ilmiah itu menjadi bermartabat atau tidak.

    lajutkan trus penggalian sejarah Gayo, agar kita punya sejarah dan bisa belajar dari sejarah agar menjadi bangsa yang besar, agar kita mnegerti apa yg terjadi pada masa lampau dan tau apa yg akan kita kerjakan sekarang serta mengerti apa yg harus kita rencanakan/buat untuk hari esok.

  2. Yang paling potensial untuk menghilangkan “Uken-Toa” adalah pejabat penentu kebijakan bersama para tenaga ahli nya. namun fakta dilapangan justru terbalik, dari segi kebijakan pembangunan kontras terlihat, bahwa Pejabat Aceh Tengahlah yang sengaja menghembuskan isu uken toa melalui kebijakan-2 demi tujuan politisnya. ada pihak yang diuntungkan terhadap perpecahan gayo, contoh : hampir semua jalan perkebunan masyarakat di daerah Bebesen sudah di aspal, meskipun petani di lokasi tersebut kurang dari 20 orang. kita lihat kebalikannya, di daerah Rawe yang terdiri dari dua kampung jumlah pekebunnya di atas 500, mereka harus bersusah payah menuju lokasi usahanya dengan melewati jalan-jalan tikus dan jalan babi.
    Jika masalah uken toa dipetakan berdasarkan wilayah jelas ini bertujuan menghancurkan suku gayo. YANG PENTING BAGI GAYO ” BETIHI ULU NOME”, enti kite mera dor i jejalu jema, bier isihpe kite taring ke urang linge jelas gre ara bermarga…TITIK

  3. UKEN TOA…!?
    UHHHHH…adoh adoh KOLOOOOOTTTTT…..
    Tidak di jakarta, di takengen lebih lebih…
    Buat apa mempermasalahkan hal hal yg tidak penting’
    Siapapun anda dari kalangan akademisi se tinggi apapun juka hal ini tetap ada mati Sajaaaaa……
    Uken toa …masih mempersoalkan hal demikia.
    Bangun Gayo dengan skil apa yg kita Punya mau China Mau Afrika yg ada di Gayo wajib berkontribusi untuk Gayo dengan kemampuan yg kita miliki.
    karna mereka mecari dan mebuang Hajad di Gayo.
    Apalagi kita yg lahit dan tumbuh sbg Orang Gayo.
    Jadi Buang Jauh Jauh pikiran Primitive Pola Lama
    Mari Bangkit dan Bangun Negeri ini dengan Ikhlas dan tanpa ada Kecurigaan yg dapat memicu ke tidak Harmonisan di antara kita.

  4. Jago jago di rupen urangku….
    cumen sebatas uken toaa we sibahase…
    kalau memang dengan alasan pemurnian suku asli bisa di terima. TAPIIIIII…apakah ada individu yang dapat menjamin bahwa dia terlahir dari SUKU MURNI GAYO selama +_ 6000 tahun yang lalu???, kalau ada urang uken atau toa yang bisa menjamin kita hentikan saja penelitian DNA itu, dan kita nyatakan saja DIALAH NENEK MOYANG DAN ASAL USUL GAYO YANG SBENARNYA. tdk perlu banyak kajian yang hanya bertujuan memperuncing masalah uken toa. SETUJUUUUU UKEN dan TOA????.Jangan diperbudak POLITIK.

  5. jika memang niat utk menilik sejarah berdasarkan bukti sejarah dan dipaparkan, yakinlah ke depan hasilnya akan mjd penengah (pemersatu) antara uken – toa, tapi jika dimasukkan unsur politik (walau sedikit), apalagi jika sampai didomplengi politik, silahkan masing-masing menggambarkan yg akan terjadi ke depan…

  6. oya ke asumsi ilen..
    kurasa teknik nuet dna urang gayo kite bandingen orom dna ceruk mendale paling pas..
    masalaah uken toa ntimi ilebih2lebihen…
    karna urum2 urang gayo oyape..