Penobatan Raja Linge, Jangan Sekadar “Politik Bunyi-Bunyian”

Hamka MuhamadOleh: Muhamad Hamka*

SEBUAH peristiwa sakral dan penting dalam lapangan politik di tanoh Gayo terjadi di Buntul Linge pada 28 Januari 2013. Tgk. Iklil Ilyas Leube dinobatkan menjadi Reje (Raja) Linge ke-XX. Seperti yang di beritakan oleh Media Online Lintas Gayo, Tgk. Iklil Ilyas Leube didaulat sebagai pemangku Raja (Reje) Linge XX di Buntul Linge Aceh Tengah.

Dalam konteks membangun soliditas urang Gayo, peristiwa ini patut di apresiasi. Karena harus di akui, saat ini urang Gayo kehilangan sosok panutan (role model) yang bisa dijadikan “sentrum” dalam menyatukan pelbagai kepentingan (politik) urang Gayo yang berserakan dalam klaim-klaim kelompok kepentingan. Apalagi saat ini Gayo berada dalam “bidikan” pelbagai kelompok kepentingan yang berupaya meminggirkan, bahkan lebih jauh lagi menggerus eksistensi Gayo dalam dinamika sosial-politik di Aceh dan Indonesia.

Diharapakan dengan penobatan Tgk. Iklil Ilyas Leube ini sebagai Reje Linge ke-XX, tebaran kepentingan urang Gayo bisa di satukan dalam semangat dan visi bersama guna mengangkat identitas dan martabat Gayo, baik di kancah regional, nasional, hingga internasional. Sehingga Gayo bisa melakukan pemosisian diri (self-positioning) secara tepat dalam menyikapi setiap dinamika sosial-politik yang berkembang.

Penobatan ini diharapkan tak sekadar politik bunyi-bunyian untuk mengimbangi arogansi kepentingan primordial kelompok Aceh (pesisir) dengan Lembaga Wali Nanggroe-nya. Pun, tak sekadar ajang show of power kelompok tertentu. Namun mesti betul-betul diposisikan sebagai sarana untuk membangkitkan semangat kolektif (“berjemaah”) urang Gayo untuk merapatkan barisan, serta menyatukan persepsi dalam membangun “kemandirian dan kemerdekaan.”

Kalau hal diatas bisa di jadikan sabagai “wacana yang bergerak” oleh Raja Linge yang baru di nobatkan ini, maka bisa dipastikan harapan serta kerinduan akan hadirnya perubahan dan jalan menuju pembaharuan akan terbuka lebar di tanoh Gayo. Maka langkah selanjutnya adalah harus ada rekonsiliasi akbar antar semua kelompok kepentingan di tanoh Gayo.

Tak bisa dimungkiri, empat kabupaten di dataran tinggi Gayo baru selesai melaksanakan Pilkada. Dimana dalam proses Pilkada tersebut tak terlepas dari adanya gesekan-gesekan politik yang menimbulkan bara dan dendam politik. Sehingga kalau mau Gayo bisa bergerak secara harmoni dalam semangat kolektif, maka langkah rekonsiliasi akbar adalah sebuah keharusan yang tak bisa ditawar.

Karena kalau hal ini tidak dilakukan, maka eksistensi Raja (Reje) yang di harapkan hadir sebagai mediator/fasilitator yang menyatukan pelbagai kelompok kepentingan di tanoh Gayo akan kehilangan signifikansinya. Dimana Raje Linge ke-XX hanya sekadar simbol belaka dan sudah pasti akan kehilangan perannya sebagai role model yang diharapakan hadir sebagai perajut pelbagai kepentingan urang Gayo dalam visi bersama, Gayo yang jaya dan bermartabat.

Sekali lagi, kita mengharapkan penobatan Tgk. Iklil Ilyas Leube sebagai Reje Linge ke-XX ini, merupakan pendulum dalam membawa Gayo ke tangga yang merdeka dan bermartabat. Bukan sekadar politik bunyi-bunyian yang sarat dengan vested interest kelompok kepentingan.

Akhirnya, selamat dan sukses buat Tgk. Iklil Ilyas Leube sebagai Reje Linge ke-XX. (for_h4mk4[at]yahoo.co.id)

* Analis Sosial & Politik

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.