Gayo Lut Terbuai “Angin Surga” Gubernur

Pemimpin di negeri dingin Aceh, Gayo Lut, terbuai dengan angin surga yang dihembuskan gubernur. Perpecahan terjadi. Bahkan nyaris terjadi benturan fisik. Aktifitas pemerintahan mati suri. Tidak ada kegiatan selain tugas rutin.

Itulah sejarah yang kini digoreskan gubernur Aceh dalam menghembuskan angin surga. Sejarah kelam yang perkembanganya senantiasa diikuti Waspada. DPRK Aceh Tengah berhasil dipecah belah gubernur. Aktifitas pemerintah mati suri, karena tidak ada anggaran. Pembahasan anggaran tidak dilakukan DPRK, sebelum terlantiknya pimpinan yang defenitif.

Angin surga yang dihembuskan gubernur bermula dari hangatnya persoalan pimpinan DPRK Aceh Tengah. Dalam audensi dengan Gubernur Zaini Abdullah, orang nomor satu di Aceh ini memberikan angin surga kepada utusan dewan di Gayo Lut ini.
Pemilihan pimpinan DPRK boleh dilakukan dengan musyawarah, berdasarkan hasil paripurna dewan. Acuanya jelas UUPA nomor 11 tahun 2006. Angin surga ini “ditangkap” PAN dan mayoritas anggota DPRK Aceh Tengah.

Dari 30 anggota dewan di sana, 19 orang berpihak kepada musyawarah atas “iming” gubernur. Janji Zaini Abdullah akan menanda tangani usulan yang dikirim DPRK Aceh Tengah. Perpecahan terjadi. Fraksi Golkar dan Demokrat tetap berpedoman kepada PP nomor 16 tahun 2010. Suara terbanyak yang menjadi pimpinan DPRK.

Di Aceh Tengah ada 4 partai yang masing-masing mendapatkan 4 kursi di DPRK. Golkar, Demokrat, Nasdem dan PAN. Bila berpedoman pada PP 16/ 2010, maka PAN akan tergusur dari jabatan pimpinan yang hanya diisi oleh 3 orang itu.

Namun kenyataan PAN memiliki peluang atas angin surga yang ditiupkan gubernur. 19 kekuatan DPRK melakukan sidang paripurna, dan diputuskan pimpinan DPRK. Zulkarnain (Demokrat), Anda Suhada (Nasdem) dan Sirajuddin (PAN) diusulkan menjadi pimpinan. Fraksi Golkar dan Demokrat walkout dari sidang paripurna ini.

Nama ini dikirim ke Gubernur Aceh, walau Bupati Aceh Tengah tidak mau meneruskanya. Gubernur melalui Sekda Aceh “menolak” usulan ini dan mengirimkan surat untuk menjadi pedoman DPRK Aceh Tengah dalam pembuatan tatatertib.
Kembali terjadi perpecahan. Namun kelompok 19 yang sudah memparipurnakan pimpinan DPRK kembali mengirimkan nama tersebut ke Gubernur Aceh. Zaini Abdullah “ masih tetap” dengan komitmennya berdasarkan hasil musyawarah.

Dua kali dikirim nama yang sama. Namun dua kali juga dimentahkan gubernur Aceh. Angin surga yang dijanjikan gubernur berbuah petaka, bukan hanya perpecahan di lembaga ini, namun anggaran daerah tidak jelas. DPRK belum menggelar sidang anggaran, ahirnya orang terhormat ini tidak mendapatkan gaji sejak Januari sampai tulisan ini diturunkan.

Ada dua opsi tentang pimpinan DPRK. Kedua opsi itu ditampung dan diteruskan ke gubernur. Opsi berpedoman pada UUPA nomor 11 tahun 2006 dan PP nomor 16 tahun 2010. Aceh Utara dan Pidie Jaya mengakomodir opsi UUPA. Tetapi bagi Aceh Tengah, dua opsi itu yang membuat perpecahan.

Di lembaga ini, Golkar benar-benar dihabisi. Jangankan untuk menjabat ketua komisi dan badan kehormatan serta legislasi, jabatan sekretaris saja tidak didapatkan Golkar. Walau Golkar meraih suara terbanyak. Partai politik yang dipimpin Bupati Aceh Tengah, Nasaruddin ini tidak “berkutik” di dewan ketika mereka dihabisi.

Hanya satu lagi harapan Golkar, yakni jabatan ketua DPRK. Sejak dilantik ahir Agustus 2014, perpecahan di DPRK Aceh Tenga terus berlangsung. Bahkan ketika ketua sementara Muchsin Hasan (Golkar) akan menggelar sidang paripurna, kericuhan terjadi.

Meja jungkir balik, kaca berpecahan, ada tantangan berkelahi di lembaga. Anggota dewan mulai buka jas, dan ada yang maju ke tengah “arena” menantang bertarung. Angin surga gubernur membuahkan petaka. Bagaimana kisahnya, hingga ahirnya Muchsin Hasan dari Golkar yang dilantik menjadi ketua DPRK? Bersambung. (Bahtiar Gayo/ Waspada edisi Senin, 10 Februari 2015)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.