Oleh : Apriani
“ Thalib sayang .. besok kakak sepertinya akan pergi” kata Munthe kepada Thalib di bawah pohon sembari istirahat. Seperti biasa Munthe hanya tersenyum
“ kakak khawatir kamu bakal nangis lagi. Siapa nanti yang akan jaga kamu?”
“ bismillah..” kata anak itu sambil memakan rotinya. Membuat Munthe setengah kaget
“ iya ya.. aku khilaf, kakak lupa kamu punya Allah Thalib.. tidak mungkin kakak meletakkan keraguan padanya”
“ Alhamdulillah “ jawab Thalib ketiak menelan makanannya. Hal ini membuat Munthe tambah sayang pada anak ini, agaknya dia mengerti apa yang dikatakan Munthe
“ coba aja kamu bisa ikut dengan kakak”. Munthe menggendong Thalib yang kini memakai peci putih kedalam tenda dan mulai belajar dengan anak-anak yang lain
***
“Munthe, kamu tampak pucat. Sudah tidur aja sana. Biar laporan ini kakak yang buat” kata Rani
“ gak usah kak, munthe bantuin dekte aja”
“ tapi kamu pucat. Kamu terlihat jarang tidur. Lihatlah kantong mata kamu”
“ gapapa kak, kakak juga iya hehe”
“ mau kakak hubungi Dokter aja?”
“ haha ini mah biasa kak, gapapa”
“ tapi …
“ udah lah
Jam terus berdentang namun Munthe dan Tari juga yang lain masih belum istirahat. Mengejar laporan yang musti di kasih besok sore sebelum keberangkatan mereka. Tiba-tiba BRUK………… gelas dan Munthe jatuh bersamaan ketika Munthe bangun untuk minum. Mereka semua keget dan mengangkat Munthe kedalam tenda. Munthe membuka mata dan tersenyum
“ gapapa kok kak” katanya dengan terbata-bata
“ gapapa gimana? Kak Cut cepat periksa dia, panggil Dokter yang diseberang sana kak Rian” kata Buge yang panic
Mereka segera bergegas meminta pertolongan kepada relawan yang lain. Karna melihat Munthe yang tambah pucat, bibirnya yang sudah membiru
“ munthe kamu tetap kuat ya. Jangan pejamkan mata kamu” kata Tari sambil mengangis dan panik
“ gak kok kak, Munthe gak bakal pejamin mata, karna munthe memang tidak bisa”
“ hah? Ya sudah. Ya ampun hidung kamu Munthe, hidung kamu berdarah”
“ sini tisyu cepat” kata Melu yang membantu Cut
“ ini .. yah darahnya banyak sekali. Macam mana ini”
“ dah santai jangan panic”
“ badan Munthe mulai dingin” kata Cut
“ ini Dokter Kamal sudah sampai”. Mereka mulai mundur kebelakang membiarkan Dokter ini memeriksa Munthe
“ wah, tolong siapkan ambulance”
“ baik dok”
“ kenapa dia Dok”? Tanya Buge
“ sudah, nanti saya jelaskan
Munthe masih tidak memejamkan mata dan tapi dengan mata sayu dia mulai menutuo matanya dengan pelan. Dia membiarkan tubuhnya yang tak berdaya memasuki ambulance.
***
“ agaknya penyakit ini sudah lama buk” kata Dokter Kamal pada orangtua Munthe yang lansung jam 3 malam tadi datang ke kota ini
“ penyakit apa pak” kata Abinya
“ insomnia yang sudah memasuki masa akut . Dimana pasien sudah tidak lagi bisa memejamkan mata dan sering meminum obat tidur agar bisa tidur. Tapi tampaknya anak bapak sudah lelah dengan obat tidur yang membuat dia ketergantungan. Apalagi dia sudah hampir dua minggu bahkan lebih tidak mau tidur. Ini membuat kondisi tubuhnya tidak normal dan darahnya turun drastis” jelas Dokter panjang lebar
“ solusi apa yang harus kami lakukan Dok?
“ agaknya kita harus membiarkan dia beristirahat dulu sejenak bu, kami sudah membiusnya agar dia bisa tidur sejenak”
“ iya pak, kami serahkan pada allah lewat usaha bapak”
“ terima kasih pa katas kepercayaannya “ kata sang Dokter
***
“ assalamualaikum abi.. Umi..” kata Munthe lirih
“ waalaikum salam Munthe”
“ bagaimana keadaanmu”
“ baik Umi.. Umi sehat?”
“ Alhamdulillah nak sehat”
“ abi ..”
“ ia sayang”
“ Munthe punya ksdo special buat kita”
“ apa itu?” Kata ayah munthe sambil memegang tangan kirinya erat
“ tapi abi jangan marah”
“ ia.. apa itu?”
“ di kantong munthe” katanya lirih
“ yang mana?” ayahnya mencari cari kentong pakaian di sebelah ranjang Munthe. Kemudaian ayhanya mendapat sebuah tulisan pada kerta
“assalamualaikum Abi.. Umi.. agaknya Munthe yang bandel ini banyak sekali menyusahkan kalian. Maafkan Munthe ya abi.. dan maaf sekali munthe tidak cerita masalah penyakit munthe. Munthe gak mau merepotkan dan munthe menulis ini karna tiga malam terakhir munthe merasakan seperti mata munthe akan keluar.sering sekali munthe susah melihat dan susah memejamkan mata.
Umi.. jangan khawatir jika munthe sakit nanti. Munthe bakal baik, kata Thalib Bismillah dan Alhamdulillah .. dia sering mengucap itu. Rasanya ananda senang sekali. Oh iya Umi Thalib butuh kasih sayang. Wassalam” Abinya menutup surat itu dan kembali menangisi Munthe yang memejamkan mata
Mungkin tak akan lagi bangun, mungkin takdir di laul mahfuz sudah ditiupkan angina
***
“terima kasih pak”
“ iya pak sama-sama”
“ surat adopsinya sudah lengkap”
“iya pak”
“ semoga ini menjadi amal bapak yang diterima allah”
“ ini adalah kado terindah anak saya pak” kata ayah almh.Munthe
“ iya pak . hatinya yang mulia akan ditulis jauh disurga sana”
“ amin.. mari Thalib, kita pulang kerumah impian yang akan aman untukmu”
“ Alhamdulillah” kata Thalib
“ semoga anak ini bisa kita didik seperti anak sendiri ya Bi” kata Umi memeluk Thalib
“ amin ..”
“ terima kasih sayang kado Ramadhan mu dalam tangisan Bangladesh dan Myanmar ini”
“ semoga allah menempatkan disisi yang mulia” kata Buge menguatkan hati kedua orangtua ini
“ ayo Thalib, Abi perkenalkan Ramadhan asri yang kita tunggu-tunggu”
“walau tanpa malaikat tak bersayap” kata Umi lirih menahan kepiluan, mengeja tulisan akhir sang surya kebahagiaannya
“Kado yang paling istimewa dari setiap kado adalah berani berbagi walau seharusnya dibagi. Berani menambah walaupun kita kurang, dan berani menjumlah walaupun perbedaan menjadi landasan. Munthe mempersembahkan nyawa yang manis pada senyum bibir bocah yatim piatu ini. Yang akan Membuat umi dan abi bahagia..
Wassalam Umi… uhibbu Abi.. (Habis)
Penulis : mahasiswa Jurusan : Pendidikan Kimia, Universitas UIN Ar-Raniry Banda Aceh