Redelong| Lintasgayo.com – Direktur Ramung Institute, Waladan Yoga menilai pemecatan yang dilakukan oleh Bupati Bener Meriah terhadap Reje Kampung Jelobok kecamatan Permata kabupaten Bener Meriah cacat hukum.
“Pemecatan tersebut merupakan tindakan zalim, cacat prosedur dan cacat hukum,” kata Waladan melalui rilisnya Senin (27/07/20).
Menurut alumni Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh ini, pemberhentian seorang Reje tidak boleh hanya berdasarkan pada Laporan Hasil Pemeriksaan Khusus (LHPK) Inspektorat semata. Namun harus memastikan apakah tim audit inspektorat yang diturunkan untuk melakukan pemeriksaan seluruhnya sudah memenuhi syarat, seperti memiliki sertifikasi investigasi.
“Jadi, Bapak Bupati harus memastikan ini dengan baik,” ungkapnya.
Hal ini, kata Waladan, belajar dari banyak kasus pemberhentian kepala desa di Aceh yang berkahir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan sebagian besar para penggugat (para Reje) berhasil memenangkan sengketa, sehingga seharusnya menjadi pelajaran.
“Saya pribadi setelah mendengar kabar tersebut langsung mengkroscek dan membaca data yang ada dan membandingkan kasus perkasus soal pemberhentian Geuchik/Reje di Aceh, untuk kasus pemberhentian Reje Jelobok Kecamatan Permata Kabupaten Bener Meriah hampir sama kasusnya dengan pemberhentian Geucik/Reje di Kabupaten Aceh Barat dan dibeberapa daerah lainnya,” terangnya.
Pemuda asal Ramung Kengkang ini juga menyayangkan sikap pejabat yang terkesan tidak mengedepankan dan menjalankan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
“harusnya para pejabat di Bener Meriah yang menelaah dan menerbitkan surat keputusan pemberhentian harus mengedepankan dan menjalankan asas asas umum pemerintahan yang baik, kecermatan, kepastian dan ketepatan,” ungkapnya.
Dalam kasus ini, Waladan menyarankan Reje yang di berhentikan tersebut untuk melakukan upaya hukum yang berlaku di Indonesia.
“Saya pribadi menyarankan Reje yang diberhentikan dapat menggunakan hak hak hukumnya, ini penting untuk pembelajaran, kepada keluarga juga untuk dapat memberi penguatan,” katanya.
Hukum, sebut Waladan, memberi ruang untuk melakukan langkah langkah hukum, diantaranya dapat melakukan upaya klarifikasi terlebih dahulu, jika upaya klarifikasi juga tidak membuahkan hasil maka sebaiknya dilanjutkan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Banda Aceh.
“Soal kemudian ada dinamika dimasyarakat dan ada kinerja serta adanya dugaan pelanggaran itu ranahnya lain dan dapat diupayakan penyelesaian setelah ditemukan pelanggaran.,” sebutnya.
Soal adanya LHPK Inspektorat itu biasa dapat diselesaikan dalam 60 hari kerja sejak diterimanya berkas oleh Reje yang diberhentikan, jika dalam 60 hari kerja tidak diselesaikan sebagaimana mestinya barulah dilakukan upaya lain.
“Janganlah mengeluarkan keputusan yang akhirnya keputusan tersebut kesannya sangat zalim dan tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” harap waladan.
Kepada Bapak Bupati Bener Meriah saya pribadi berharap, Keputusan tersebut dapat dipertimbangkan kembali, karena setelah dikaji keputusan Bupati bisa saja dianulir oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, masih ada upaya pembinaan dari Bupati, jikapun harus diberhentikan maka ambilah langkah langkah persuasif.
Saya juga berharap Bapak Bupati bisa sangat hati hati dalam mengeluarkan setiap Keputusan, harus dipertimbangkan dengan saksama, jangan karena surat keputusan sudah terparaf dikanan kiri kemudian Bapak Bupati ikut menandatanganinya, tanpa mengkajinya.
DPRK Bener Meriah juga diharapkan dapat bergerak untuk menulusuri dan memanggil pihak pihak Terkait untuk menemukan kebenaran, saya pribadi berharap DPRK bisa maksimal untuk menemukan potensi pelanggaran dalam kasus ini.
“Jika kasus ini berakhir di PTUN saya sangat yakin Reje Jelobok yang diberhentikan, 100% dapat memenangkan kasus ini” Tutup Waladan Yoga. (Rel/Ihfa)