Lintasgayo.com – Salah satu tumbuhan yang diturunkan oleh tuhan kepada hambanya, menghasilkan biji, berdampak besar bagi kehidupan, terutama bagi masyarakat Gayo.Tumbuhan itu banyak sekali dibudidayakan di negeri dalam balutan awan ini.
Tumbuhan itu mempunyai buah yang berwarna hijau ketika masih muda dan berwarna merah ketika sudah matang. Ketika buahnya sudah matang, maka buah itu akan dipetik dan diproses agar bisa dijual ke dalam maupun luar negri.
Dalam proses kapien ini hingga sampai ke konsumen, banyak sekali tahap demi tahap yang dilewati. Mulai dari panennya, pemisahan antara biji dan kulitnya, penjemuran, memilih atau men DP-nya dan menjualnya.
Khususnya kota Takengon, banyak sekali pengusaha kopi. Salah satunya di Mongal Kecamatan Bebesen. Di sana terdapat salah satu tempat pengolahan kopi yang bernama Oro kopi. Disana mereka menerima kopi dari berbagai macam daerah di Takengon dan Bener Meriah. Dalam proses pengolahan kopi, tentu saja melibatkan banyak orang salah satunya adalah men-dp.
“Di Oro kopi ini ada sekitar 70 orang yang bertugas sebagai pen-dp. Mereka digaji dalam sebulan 2 kali, yaitu pada pertengahan dan akhir bulan. Rata-rata gaji mereka adalah 1.200.000 per bulannya, tapi gaji itu tergantung banyaknya kopi yang mereka dp,” sebut Anna kepada penulis.
Saya bertemu dengan salah seorang peng dp kopi di Oro, dalam rangka tugas wawancara dan penulisan feature, dalam rangka pelatihan jurnalistik yang diselenggarakan Dinas Syariat Islam dan Pendidikan Dayah, Kabupaten Aceh Tengah.
Dalam mendapatkan keterangan dari narasumber, sesuai dengan tugas yang disampaikan Bahtiar Gayo, salah seorang pemateri pada pelatihan ini, dimana sang pemateri adalah pakarnya penulis feature di Gayo, saya bertemu dengan Anna, salah seorang peng dp kopi.
Anna merupakan salah satu karyawan di Oro Kopi, yang keseharian bertugas mengawasi para peng dp kopi, namun ada kalanya dia juga ikut meng dp kopi (memisahkan kopi berkualitas dengan kopi pesel). Anna sudah menekuni dunia meng dp kopi sejak tahun 2004.
Ibu yang terlihat masih kekar ini walau usianya sudah terbilang tua, bertugas memantau pekerja, menimbang kopi yang sudah selesai di DP, pencatat dan pemberi gaji kariawan pen DP lainnya.
Ketika ditemui ibu ini terlihat senang berkelakar, ada kalanya dia melantunkan lagu Gayo yang diiringi tepukan tangan (didong), suara masih terdengar merdu dan disambut riuh oleh peng dp lainya, kadang kala muncul sorakan khas Gayo, mulawi.
Menurut Anna, gajinya dalam sebulan 4.000.000. Gaji sebesar ini memang wajar didapatkannya, karena dia punya tanggung jawab penuh atas jumlah kopi yang di dp. Jika dalam sehari kopi yang di DP oleh seluruh karyawannya adalah 100 ton, atau 50 ton biji kopi yang bagus maka harus ada peselnya 50 ton. Jika jumlah tersebut kurang dari jumlahnya, 2-3 kilogram misalnya, maka dia harus mengganti rugi kopi tersebut kepada pemilik perusahaan itu, sebut Anna.
Ibu ini mempunyai 3 orang anak yang sudah menikah, juga sukses. Ia tinggal di belakang gudang Oro Kopi. Dengan penghasilan Rp 4 juta sebulan ini sudah cukup menghidupi keluarga, sebutnya.
Banyak pen dp kopi yang hanya men DP untuk mengisi waktu sehari hari mereka. Namun ada juga peng dp kopi yang menjadikanya sebagai sumber hidup, dimana hasil meng dp kopi adalah sebagai penopang kebetuhan keluarga.
Namun penulis, kebetulan bertemu dengan sumber yang menjadikan peng dp kopi sebagai bentuk untuk mengisi keseharianya. Ada semboyan yang unik diantara para peng dp ini, jika tidak ada kopi maka mereka akan gelisah dan sakit. Karena sumber mata pencaharianya terhenti.
Karena kopi itu sudah menjadi bagian dari hidup mereka, sudah menjadi teman mereka. Walaupun menDP ini adalah hobi mereka tapi dengan men DP, mereka juga bisa mendapatkan uang.
Namun, rasa gelisah ini semakin menyesakan bagi mereka yang menjadikan meng dp kopi sebagai sumber hidup dan penunjang kebutuhan keluarga. Di Oro Kopi ini ada peng dp yang menjadikanya sebagai pengisi waktu dan ada yang menjadikanya sebagai sumber hidup, walau gaji mereka tidak relatif besar.
(Penulis Erika Dwi Calista- peserta pelatihan jurnalistik Santri Dayah Terpadu Az- Zahra/ Editor Redaksi)
Comments are closed.