Oleh : Yusradi Usman al-Gayoni*
Membaca merupakan salah satu aktivitas manusia. Dengan membaca, seseorang dapat memperoleh informasi, wawasan, ilmu pengetahuan, keterampilan, dan lain-lain. Sebagai tambahan, membaca bukan sebatas membaca teks, melainkan konteks. Dengan demikian, kegiatan membaca memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas, keterampilan, arti, dan kebermaknaan hidup seseorang. Juga, dalam peningkatan hubungan seseorang dengan Tuhan. Oleh sebab itu, aktivitas membaca perlu dibiasakan sejak dini. Bahkan, dibudayakan dalam diri, keluarga, dan masyarakat luas.
Di sisi lain, kondisi minat baca dalam masyarakat masih terbilang rendah. Indikasinya bisa dilihat dari rendahnya membeli buku dan kunjungan/membaca di perpustakaan. Pun kalau terdapat sumber bacaan, biasanya kegiatan membaca tadi jarang terjadi. Kondisi ini semakin sulit dicapai bila daerah yang bersangkutan belum memiliki perpustakaan umum daerah. Akibatnya, masyarakat akan semakin sulit untuk mendapatkan sumber bacaaan (berkunjung ke perpustakaan). Dalam kaitan ini, ada empat komponen penanggungjawab pembinaan minat baca (Perpustakaan Nasional RI, 2003:22), yaitu diri pribadi, orang tua/keluarga, lingkungan sosial, dan pemerintah.
Kunci utama terjadinya kegiatan membaca terletak pada diri sendiri. Membaca perlu dijadikan sebagai kebutuhan, dan tidak dipaksakan. Ketika sudah menjadi kebutuhan, maka kesadaran mencari sumber bacaaan pun akan tumbuh. Pada akhirnya, kegiatan membaca akan terjadi. Namun, kadangkala dorongan tersebut muncul dan dipengaruhi faktor luar. Komponen kedua adalah orang tua/keluarga. Orang tua memegang peranan penting dalam menumkembangkan membaca pada anak-anak (dalam keluarga). Lebih jauh, pembiasaan membaca sebaiknya dimulai saat ibu mengandung (pranatal). Demikian halnya pada masa pertumbuhan anak-anak, mereka biasanya akan meniru kebiasaan orang tuanya. Kalau orang tuanya biasa membaca, dalam pertumbuhkembangannya kemudian, anaknya pun cenderung akan rajin membaca. Dan, menjadikannya sebagai kebiasaan. Sebaliknya, kalau orang tuanya jarang membaca, bahkan tidak pernah sama sekali. Kemungkinan, anaknya pun akan melakukan hal yang sama. Namun, syarat terjadinya kegiatan membaca harus dipenuhi, yaitu tersedia/disediakannya sumber bacaan. Sumber bacaan ini dapat berupa buku, majalah, dan lain-lain.
Lebih luas lagi, lingkungan sosial sangat berperan dalam membudayakan kegiatan membaca. Sudah barang tentu, kegiatan dimaksud mesti dimulai dari diri sendiri dan dalam keluarga. Sama halnya dengan keluarga, sumber bacaaan (taman-taman baca) dalam lingkungan masyarakat perlu disediakan. Untuk itu, perlu didodong kesadaran dan partisifasi masyarakat dalam penyelenggaran dan pengembangannya, termasuk peran pihak swasta di dalamnya.
Terakhir, adalah pihak pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah berkewajiban dalam pembudayaan kegiatan membaca dan penyelenggaraan perpustakaan sesuai dengan karakteristik daerahnya. Persoalan ini ditegaskan dalam pasal 8 UU Perpustakaan No. 43/2007, yaitu pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota berkewajiban: (a) menjamin penyelenggaran dan pengembangan perpustakaan di daerah; (b) menjamin ketersediaan layalan perpustakaan secara merata di wilayah masing-masing; (c) menjamin kelangsungan penyelenggaraan dan pengelolaan perpustakaan sebagai pusat sumber belajar masyarakat; (d) menggalakan promosi gemar membaca dengan memanfaatkan perpustakaan; (e) memfasilitasi penyelenggaraan perpustakaan di daerah; dan (f) menyelenggarakan dan mengembangkan perpustakaan umum daerah berdasarkan kekhasan daerah sebagai pusat penelitian dan rujukan tentang kekayaan budaya daerah di wilayahnya. Melihat situasi di Gayo Lues sekarang, kiranya perlu diselenggarakan (dibangun) perpustakaan umum daerah. Dengan demikian, keberadaan perpustakaan umum ini nantinya diharapkan dapat menjadi sarana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi dalam meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan masyarakat di negeri seribu bukit ini.
Ketauladanan Membaca
Agar kegiatan membaca ini berjalan dengan efektif, terarah, fokus, dan maksimal, perlu didorong ketauladanan membaca pada komponen penanggungjawab pembinaan minat baca di atas. Pendekatan yang dilakukan adalah top-down (dari atas ke bawah). Langkah awal, pastinya bermula dari diri sendiri. Dalam keluarga, peran ini lebih banyak dilakukan seorang ibu. Dikarenakan, ibu lebih banyak berinteraksi dan terlibat langsung dalam pengasuhan anak. Termasuk, dalam tahap pranatal (masa kandungan) seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Pada masa inilah, seorang ibu harus menunjukkan ketauladanan membaca. Dengan begitu, kebiasaan ini dapat ditiru/ikuti anak-anaknya kemudian. Dalam lingkungan sosial sendiri, ketauladanan membaca ini dilakonkan tokoh masyarakat, adat, agama, pemuda, dan pelbagai tokoh lainnya. Selanjutnya, dalam lingkungan pemerintahan, peran serupa ditunjukkan pimpinan pada pelbagai tingkatan, mulai dari bupati sampai kepala kampung. Dengan demikian, akan terdapat efek yang langsung pada bawahan (besikemelen-berkembangnya budaya malu) dimana bawahan akan ikut pula membaca. Pada akhirnya, secara bertahap, masyarakat gemar membaca pun akan tercipta.
*Pengurus Bidang Pendidikan Ikatan Musara Gayo Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (JABODETABEK) 2010-2013
Sumber Majalah LENTAYON Edisi I Thn ke-I, 2011 (hal 10-11)