Elemen Sipil Geram, Lambat Penanganan Tragedi 1-1-2012 Lut Tawar

Saat pencarian korban tenggelam “Tragedi 1-1-2012 Lut Tawar”. (Foto Munawardi)

.

Takengon | Lintas Gayo – Kejadian karamnya kapal (boat-red) yang disesaki penumpang dengan sebagian besar jumlah penumpang anak-anak dan menyebabkan hilangnya nyawa 4 (empat) orang terjadi dihari pertama tahun 2012, Minggu (1/1/2012) di kawasan wisata Mepar Kecamatan Kebayakan Kabupaten Aceh Tengah membuat sejumlah kalangan geram.

Sadikin alias Gembel, aktivis lingkungan yang pernah berenang menyeberangi Danau Lut Tawar beberapa tahun silam tampak sangat geram saat Lintas Gayo meminta tanggapannya terkait kejadian tersebut.

“Sebodoh-bodohnya manusia, harus berpikir dan belajar dari kematian orang lain,” ujar Gembel di sekretariat Mahasiswa Gajah Putih Pencinta Alam (Mahagapa) di komplek Universitas Gajah Putih (UGP) Takengon, Selasa (4/1/2012) sore.

Sejauh ini tidak ada upaya Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah agar warga yang berwisata ke Danau Lut Tawar merasa aman dan nyaman saat berwisata ke danau tersebut, timpal sosok berambut panjang yang saat kejadian karam tersebut juga berada di sekitar lokasi kejadian dan sempat ikut serta menyelamatkan seorang anak.

“Lucu sekali, misi penyelamatan dari pemerintah baru tiba di lokasi setelah 1,5 jam dari kejadian. Dan itu terjadi bukan dihari biasa, tapi saat puncak keramaian di sekitar Danau Lut Tawar,” ujar Gembel dengan suara meninggi.

Dan mirisnya, katanya lagi, mereka datang bisa dikatakan cuma bawa diri saja. “Saat tiba di lokasi kejadian, mereka seperti kebingungan. Tak ada koordinasi yang baik sama sekali,” kata Gembel.

Sementara Idrus Saputra, aktivis anti korupsi yang tergabung di LSM Jaringan Anti Korupsi (Jang-Ko) mempertanyakan kebijakan Pemerintah Daerah.

Dia menilai, selama ini pemerintah setempat lalai untuk mensepti atau mengaktisivasi musibah menimpa masyarakat seperti kejadian karamnya boat tersebut. “Dari tahun ke tahun diwaktu tertentu sangat banyak masyarakat yang datang berwisata ke danau Lut Tawar, kenapa pemerintah tidak punya kebijakan ?” kata Idrus bernada tanya.

Seorang praktisi hukum yang hadir ditempat tersebut, Hasanah, menilai ada indikasi pembiaran terhadap hak ekonomi sosial dan budaya (Ekosob) masyarakat. Dan hal tersebut menurutnya mengangkangi Undang-undang nomor 11 tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant on Economic, Social and Cultural Right (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya).

“Dengan demikian, negara wajib menghormati, melindungi dan memenuhi Hak-hak tersebut kepada warganya. Ada kebutuhan yang harus disediakan pemerintah (layanan publik-red) kepada warganya untuk menikmati pariwisata dengan layak.” kata Hasanah.

 Sementara Sang Duta Wisata Aceh 2011, Mukhlis Muhdan Bintang yang juga hadir ditempat tersebut, menyatakan sejauh ini penilaiannya pemerintah telah lalai, karenanya perlu diingatkan.

Peraih nominator 10 besar duta wisata terbaik tingkat nasional ini juga mengingatkan, Gayo adalah negeri empat dimensi, manusia harus menghormati alam, adat, manusia dan hal gaib yang kesemuanya ciptaan Allah.

“Kedepan, kita semua harus memperhatikan keempat dimensi tersebut di Tanoh Gayo, terkhusus di Danau Lut Tawar,” pinta Mukhlis.

Pernyataan kritik keras lainnya dinyatakan oleh salah seorang aktivis Mahagapa, Joni Wahyuna yang dikenal dengan panggilan Piton.

Dia menilai buruk sekali peran pihak terkait atas kejadian karamnya kapal di hari pertama tahun 2012 tersebut. “Mereka tidak bertanggung jawab, alat selam tidak standby atau siapa pakai. Pola penyelamatan salah besar. Terlebih saat penanganan jenazah,” seru Piton.

Dia juga menilai pemberian uang kepada Badan SAR setelah melaksanakan evakuasi adalah salah besar. “Pemerintah memberi uang. Itu salah. Itu sudah tugas tim SAR. Tidak butuh uang untuk lakukan itu,” ujar Piton seraya menyatakan setiap orang yang bergabung di organisasi sejenis adalah relawan.

Dia juga menyesalkan atas asal comotnya nama-nama pengurus atau anggota Badan SAR Aceh Tengah. “Dalam urusan ini, kami akan ajukan mosi tidak percaya kepada pemerintah,” cetus Piton.

Dia juga menegaskan bahwa atas serentetan kejadian musibah di Danau Lut Tawar harus ada yang bertanggung jawab. Ini penting sebagai upaya agar tidak terulang lagi kejadian serupa, kata Piton.

Dengan tidak berniat menyudutkan pihak Tim SAR Banda Aceh, dia menyesalkan atas pemanggilan pihak lain diluar Aceh Tengah tersebut. “Seolah-olah tidak ada yang mampu di Gayo ini untuk melakukan pencarian dengan menyelam di Danau tersebut. Padahal dari beberapa kejadian sejenis sebelumnya, tim penyelam Gayo bisa melakukan misi dengan baik, dan malah beberapa kali dilakukan di malam hari,” ujarnya lagi.

Pernyatan Piton ini disahuti Isran dari LSM Tajuk. Dia menilai lebih banyak peran masyarakat dalam upaya penyelamatan korban disaat kejadian. Karenanya dia akan menggalang kekuatan masyarakat untuk membentuk Tim SAR tandingan dalam upaya antisipasi musibah sejenis dikemudian hari.

GDC bukan Badan SAR Aceh Tengah

Terakhir pernyataan salah seorang anggota Gayo Diving Club (GDC) yang hadir dipertemuan tersebut, Putra menyatakan pihaknya dalam melakukan misi pencarian korban di sejumlah kejadian sebelumnya termasuk tragedi 1 Januari 2012 bukan atas nama siapa-siapa, kecuali tim GDC.

Secara terpisah, hal ini juga ditegaskan oleh ketua umum GDC, Munawardi. “Seingat saya sudah empat kali saya dan rekan-rekan terlibat langsung melakukan pencarian korban tenggelam baik di Danau Lut Tawar maupun di daerah lain dan kami tidak mengakui melakukan itu semua atas nama Badan SAR Aceh Tengah,” tegas Munawardi.

Hingga berita ini diterbitkan, sejumlah pihak terkait belum bisa dihubungi untuk mendapatkan konfirmasi atas penilaian sejumlah elemen tersebut.

(Tim LG/03)

.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.