Kacaunya Pengelolaan Anggaran di Dinas Pendidikan Aceh

Bila managemen yang baik dilaksanakan dengan baik, akan mendapatkan hasil yang baik. Namun bila ada kepentingan, managamen yang baik dapat diutak atik, hasilnya menjadi pembahasan publik.

Itulah kini gambaran pengelolaan anggaran di Dinas Pendidikan Aceh. Nilai anggaran untuk pengadaan barang tahun 2019 terbilang besar mencapai Rp 140 milyar lebih. Namun sampai ahir tahun anggaran itu tidak mampu diselesaikan dengan baik.

Ada barang yang baru diserahkan kepada pengguna setelah anggaran berahir. Ada yang aneh lagi, nilai paketnya dipecah pecah dibawah Rp 200 juta, sehingga bisa dilakukan penunjukan langsung.

Hingga Februari 2020 ini masih ada barang pengadaan itu belum sampai kepada pengguna. Mengapa hal ini bisa terjadi. Ada permainan apa,  sehingga paket yang seharusnya sudah rampung diahir tahun 2019, sampai kini belum tuntas?

Kadis Pendidikan Aceh, Rahmat Fitri, menjawab media mengakui ada sebagian barang itu yang belum disalurkan. Dia masih menunggu laporan tertulis dari PPTK yang bertanggungjawab atas pekerjaan ini.

Ada empat rekanan sebagai penyedia yang dipercayakan untuk pengadaan barang proyek Dinas Pendidikan ini.   PT Astra Graphia Xprins Indonesia, PT Karya Mitra Seraya, PT Apsara Tiyasa Sambada, dan Tri Kreasindo Mandiri Sentosa.

Dugaan proyek ini akan bermasalah, sebenarnya tanda tandanya sudah ada sejak awal. Ada kesan pemaksaan dalam pengadaan mobiler dan komputer di Dinas Pendidikan Aceh.  Nilai  anggaran untuk proyek ini baru mencuat dan disahkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Perubahan.

Disinyalir anggaran ini merupakan pokok pikiran (Pokir) anggota DPRA priode 2014-2019, bukan murni kebutuhan( program) Dinas Pendidikan Aceh. Nilai anggaranya juga besar mencapai Rp 140 milyar lebih.

Mengapa Pokir anggota DPR banyak bermasalah di lapangan? Ada proyek yang dikerjakan tanpa kajian mendalam, sehingga manfaatnya kurang dirasakan oleh masyarakat sebagai pengguna.

Koordinator Lembaga Pemantau Lelang Aceh (LPLA) Nasruddin Bahar, memberikan keterangan kepada media, soal runyamnya penyaluran barang dianggaran Dinas Pendidikan Aceh.

Nasruddin Bahar  meminta  Kapolda Aceh untuk mengusut tuntas dugaan adanya persekongkolan dalam pengadaan mobiler dan pengadaan komputer di Dinas Pendidikan Aceh. Dia  menilai ada modus persekongkolan dimulai sejak perencanaan, yang mana diduga tidak pernah dilakukan analisa kebutuhan sekolah yang bakal menerima bantuan.

“Pihak Dinas Pendidikan Aceh, telah melakukan rekayasa dokumen sewaktu penarikan atau pencairan dana pada Dinas Keuangan Aceh,” ungkap Koordinator LPLA, Nasruddin Bahar.

“Kejanggalan sudah terjadi sejak proses pengadaan secara E-catalog, dimana waktu “klik” barang yang akan dipesan dengan proses kontrak, hanya selisih 2 hari langsung uang dicairkan ke rekening masing-masing perusahaan. Keanehan kembali terjadi, dimana panitia pemeriksaan barang, menandatangi dokumen tanpa adanya persetujuan PHO dari penerima barang,” jelasnya.

Nasruddin Bahar  setelah melakukan penulusuran, ternyata Dinas Pendidikan Aceh tidak memberikan data sekolah penerima bantuan.  Program bantuan  pengadaan ini terkesan dipaksakan untuk menghabiskan anggaran diakhir tahun.

“Kami berharap kepada Bapak Kapolda yang baru dan Direktur kriminal khusus, agar membuka membuka tabir ini secara terang benderang. Rekayasa seperti ini terus berlangsung dari tahun ke tahun,” jelasnya.

Bukan hanya koordinator LPLA yang memberikan keterangan Pers, koordinator GeRAK Aceh, Askhalani, juga memberikan keterangan ketika media meminta tanggapanya atas penyaluran barang dan pengadaan komputer di Dinas Pendidikan Aceh.

Askhalani menilai pelaksanaanya  tidak sesuai dengan Perpres pengadaan barang dan jasa. Seharusnya penyerahan barang dilakukan sebelum anggaran berahir.

“Ini tidak dibolehkan dalam aturan, dan tidak sesuai dengan Perpres pengadaan barang dan jasa pemerintah, bisa-bisa ini akan menjadi temuan,” sebut  Askhalani, ketika ditanya media soal runyamnya penyaluran barang pengadaan di Dinas Pendidikan Aceh.

Penyerahan barang (PHO) tidak boleh dilakukan setelah tahun anggaran berakhir. Sesuai dengan peraturan yang berlaku, penyerahan barang harus dilakukan sebelum anggaran berakhir, sebutnya.

Adanya dugaan memecah-mecah anggaran dibawah Rp 200 juta, memiliki tujuan agar bisa dilakukan metode penunjukan langsung. Jenis barang yang sama tidak boleh dipecah untuk kepentingan metode lelang PL, seharusnya hal itu dilakukan dengan mekanisme tender terbuka,” sebut Askhalani.

“Ketika kami melihat DPA, banyak barang yang sama dan bisa dilakukan dengan metode lelang, jadi untuk apa dipecah-pecah, dan itu tidka diperbolehkan,” sebut Askhalani.

Sama dengan LPLA, koordinator GeRAK juga meminta aparat hukum untuk melakukan penyelidikan proyek di  Dinas Pendidikan Aceh. Bukan hanya soal batas waktu penyaluran, namun mengapa paket proyek yang seharusnya dilelang itu, jusrtu di PL kan dengan memecah nilai anggaran.

Sebagai contoh, lihatlah belanja modal dan  alat peraga dan praktek sekolah bidang pendidikan serta keterampilan. Dari anggaran Rp 51 miliar lebih,  dalam catatan itu tertera untuk pengadan media sosialisasi dan publikasi informasi digital SMA nilainya sebesar Rp 12. 479. 117.700.

Kemana Disalurkan, Berapa Nilainya?

Dialeksis.com yang mendapatkan data dari data SiRUP 2.3 © 2018 LKPP, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Direktorat Perencanaan, Monitoring dan Evaluasi Pengadaan, disana tertera kemana saja anggaran itu disalurkan dan berapa nilainya.

Anggaran pengadaan di Dinas Pendidikan Aceh nilainya cukup besar. Untuk pengadaan komputer UNBK SMA/SMK, nilainya mencapai Rp 7,25 miliar. Pengadaan server UNBK SMA/SMK mencapai Rp 1,30 miliar.

Belanja makanan dan minuman kegiatan pelatihan tenaga operator, proktor dan teknisi UNBK (SILPA 2017)     Rp 104,18 juta. Pengadaan Server Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) SMPN 17 Takengon (2 Unit)            Rp 48,50 juta.

Pengadaan Komputer UNBK  SMPN 17 Takengon (30 Unit) Rp 436,50 juta. Belanja Perlengkapan Kegiatan Pelatihan Tenaga Operator, Proktor dan Teknisi UNBK  Aceh Utara (SILPA 2017)           Rp 148,20 juta.

Pengadaan Komputer UNBK Aceh Barat Daya Rp 1,97 miliar. Pengadaan Peralatan UNBK Tingkat SMP (Otsus) Aceh Singkil Rp 11,21 miliar. Pengadaan personal computer untuk berbasis UNBK Aceh Timur, 400 unit 24 Sekolah (Otsus) Rp 5,80 miliar.

Pengadaan server UNBK (Aceh Timur) 39 Unit 24 Sekolah (Otsus) Rp 975,00 juta. Pengadaan komputer  Kabupaten  Bireuen Rp 4,35 miliar. Pengadaan komputer UNBK  Aceh Timur Rp 1,23 miliar.

Pengadaan computer UNBK Kota Lhokseumawe Rp 1,81 miliar. Pengadaan komputer Kota Banda Aceh Rp 507,50 juta. Untuk pengadaan computer Kabupayen Pidie Rp 2,39 miliar. Pengadaan komputer  Kota Sabang Rp 304,50 juta.

Pengadaan komputer UNBK + server + instalasi Pemda Aceh Utara, Rp 2,50 miliar.  Pengadaan Komputer UNBK Kab. Aceh Utara Rp 6,79 miliar. Pengadaan kompuer  Aceh Besar Rp 1,52 miliar, pengadaan computer Pidie Jaya Rp       362,50 juta. Pengadaan Komputer UNBK Kota Banda Aceh Rp 507,50 juta.

Pengadaan computer Aceh Besar Rp1,52 miliar. Pengadaan komputer  Kota Langsa Rp725,00 juta. Komputer untuk kabupaten  Aceh Tamiang   Rp 1,45 miliar, server UNBK juga untuk Tamiang Rp 418,03 juta, dan pengadaan computer (SMP) Tamiang, Rp 4,31 miliar. Komputer  Bener Meriah,  Rp 2,20 miliar.

Aceh Tengah Rp 1,16 miliar, Gayo Lues Rp 1,74 miliar dan pengadaan computer Aceh Tenggara, Rp 3,58 miliar.  Pengadaan komputer PC untuk UNBK tingkat SMP di Aceh Tengah Rp 438,75 juta,pengadaan UNBK SMP ( 234 Unit ) DOKA+APBK di Aceh Tengah Rp 3,39 miliar, Server UNBK Aceh Tengah untuk 12 unit SMP (DOKA+ APBK) Rp 300 juta.

Biaya penunjang pengadaan computer server, bagi siswa SD/MI dan SMP/MTs Aceh Barat, Rp Rp 45 juta. Pengadaan komputer dan server UNBK bagi siswa SD/MI dan SMP/MTs Aceh Barat Rp 2,96 miliar. Pengadaan Personal Komputer UNBK SMP dan PKBM, Aceh Tenggara Rp 1,75 miliar.

Apakah nilai yang tertera pada anggaran itu tepat sasaran, disalurkan tepat pada waktunya, Sesuai bestek? Ini yang kini menjadi pembahasan, karena penyaluranya ada yang tidak sesuai dengan waktu.

Bahkan ada pada ahir Januari 2020 baru disalurkan, dan ada juga dikabarkan sampai kini belum diterima oleh pengguna jasa pengadaan ini.

Kepala Dinas Pendidikan Aceh Rachmat Fitri, kepada media menyebutkan, pihaknya tetap akan mengacu pada ketentuan yang berlaku,  bahwa pada 29 Desember 2019 adalah batas akhir serah terima bantuan peralatan sekolah hasil pengadaan 2019.

“Jadi yang dibayar yang itu (penyerahan 2019). Tidak ada yang di luar itu kita bayar. Jika ada informasi Disdik Aceh telah membayar barang-barang yang tiba pada Januari 2020, hal itu akan dicek kembali,” sebut Rachmat.

Anggaran pengadaan 2019  senilai Rp 140 miliar lebih, menurut Rachmat, sebagian diantaranya telah diserahterimakan sesuai waktu. Namun  masih ada juga yang belum diserahteriman.

Namun Kadis Pendidikan Aceh ini tidak mengetahui persis, dia sedang menunggu laporan tertulis dari PPTK, selaku pelaksana kegiatan.

Publik kini diramaikan dengan pembahasaan adanya dugaan korupsi, permainan dalam proyek di Aceh. Nilai anggaran yang besar, namun bila dikelola tidak dengan baik, akan menimbulkan masalah. Apakah proyek Disdik 2019 ini akan menjadi masalah? (Bahtiar Gayo/dialeksis.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.